- Tas daun pandan digunakan masyarakat Desa Paya Tumpi Baru, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh, ketika membagikan daging kurban saat Lebaran Idul Adha.
- Tas yang terbuat dari daun pandan kering itu digunakan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik, sekaligus sebagai bentuk kearifan lokal.
- Tas daun pandan kering ini, merupakan wadah yang dipakai masyarakat Desa Paya Tumpi Baru dulu dan masyarakat Aceh secara umum sebelum kantong plastik ada.
- Sampah plastik yang dibuang sembarangan berpotensi merusak dan mencemari lingkungan, terutama air. Plastik membawa zat kimia, seperti bifenil poliklorinasi dan pestisida, yang dapat mengkontaminasi air serta meracuni dan merusak habitat makhluk hidup yang hidup di sekitarnya.
Masyarakat Desa Paya Tumpi Baru, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh, punya cara berbeda saat membagikan daging kurban saat Lebaran Idul Adha.
Mereka tidak menggunakan plastik, tetapi memakai tas yang terbuat dari daun pandan kering, sebagai wadah daging.
Reje atau Kepala Desa Paya Tumpi Baru, Idrus Saputra mengatakan, cara ini dilakukan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik.
“Saya dan perangkat Desa Paya Tumpi Baru sangat khawatir dengan penggunaan plastik sekali pakai. Dari informasi yang saya ketahui, selain dapat mengganggu kesehatan, kantong plastik juga dapat mencemari tanah dan air, sementara sebagian besar masyarakat kami menggantungkan hidup dari kebun. Bila tanah tercemar, tentu masyarakat akan susah,” jelasnya, Senin [11/07/2022].
Idrus mengatakan, kekhawatiran inilah membuat perangkat desa dan warga mencari cara, sekaligus membiasakan seluruh masyarakat untuk peduli lingkungan.
“Setelah bermusyawarah, kami memutuskan menggunakan tas dari anyaman daun pandan kering. Ini sangat ramah lingkungan dan tidak mengganggu kesehatan,” ungkapnya.
Baca: Tinggalkan Plastik, Gunakan Wadah Ramah Lingkungan untuk Daging Kurban
Limbah plastik harus menjadi perhatian semua pihak. Bahkan, kantong plastik banyak ditemukan di Danau Lut Tawar, danau kebanggaan masyarakat Kabupaten Aceh Tengah.
“Tas daun pandan kering, sebenarnya wadah yang dipakai orangtua kami dulu dan masyarakat Aceh sebelum kantong plastik ada. Wadah ini harus dipakai lagi oleh masyarakat sebagai bentuk kearifan lokal,” kata Idrus.
Dengan digalakkan penggunaan tas anyaman daun pandan, membuka peluang pencaharian masyarakat. Ada pengrajin yang menganyam daun pandan menjadi tas.
“Juga, anyaman tikar dan alat rumah tangga lain,” sambungnya.
Menurut Reje Paya Tumpi Baru, dalam waktu dekat desa ini akan menggelar Festival Panen Kopi. Dalam kegiatan itu juga, mereka akan mengajak semua orang untuk tidak lagi bergantung pada wadah plastik.
“Kami akan promosikan tas daun pandan yang bisa dipakai berulang dan terbuat dari bahan organik. Dengan begitu, kesuburan tanah terjaga dan pencemaran lingkungan dapat teratasi,” paparnya.
Baca: Tabu Moitomo, Kuliner Kaya Rempah yang Disajikan Saat Idul Adha
Terkait pencemaran plastik, hasil penelitian cepat yang dilakukan tim Ekspedisi Sungai Nusantara di sungai yang berada di Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Selatan Aceh Besar, Kota Banda Aceh, Kota Lhokseumawe, dan Kota Langsa menunjukkan hal tersebut.
“Penelitian menggunakan mikroskop portable dan mengamati mikroplastik dalam air sungai,” ungkap Prigi Arisandi, peneliti tim Ekspedisi Sungai Nusantara, Jumat [10/06/2022].
Dia mengatakan, mikroplastik di sungai berasal dari perilaku masyarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya.
“Air sungai yang tercemar mikroplastik sangat berdampak pada kesehatan manusia, misalnya dapat menurunkan IQ dan respon imun pada anak. Juga, mengganggu sistem hormon, memicu diabetes, menaikkan kolesterol, dan mengganggu kehamilan,” sebut Prigi.
Baca: Gawat, Sungai di Aceh Tercemar Mikroplastik
Dampak plastik pada kesehatan
Mengutip alodokter, dokter Kevin Adrian mengatakan, sampah plastik yang dibuang sembarangan berpotensi merusak dan mencemari lingkungan.
“Terutama mencemari air, karena sampah plastik yang bentuknya masih utuh atau sudah hancur menjadi partikel kecil. Plastik membawa zat kimia, seperti bifenil poliklorinasi dan pestisida, yang dapat mengkontaminasi air serta meracuni dan merusak habitat makhluk hidup yang hidup di sekitarnya,” terangnya.
Dampak sampah plastik selanjutnya adalah pencemaran tanah. Partikel mikroplastik, logam berat, dan zat kimia hasil dari proses penguraian plastik dapat masuk ke lapisan tanah. Selanjutnya, dapat menempel pada tumbuhan yang tertanam seperti sayuran dan buah-buahan.
“Bila sayuran dan buah tersebut dikonsumsi manusia, risiko terjadinya berbagai jenis penyakit meningkat. Kontaminasi sampah plastik juga bisa membuat kondisi tanah tidak subur,” ujarnya.
Sampah plastik juga berdampak tidak baik untuk manusia. Berbagai senyawa kimia yang terkandung di dalamnya bisa menimbulkan beragam masalah kesehatan.
“Misalnya dapat menimbulkan penyakit kanker, seperti kanker paru-paru, kanker payudara, kanker prostat, dan kanker testis. Juga, dapat menimbulkan gangguan saraf, masalah pencernaan, gangguan pernapasan, dan gangguan kelenjar endokrin, misalnya penyakit tiroid. Selain itu beberapa zat beracun dari sampah atau limbah plastik juga bisa menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan hati,” jelasnya.