- Seekor hiu paus (Rhincodon typus) terdampar di Pantai Nyamplong Kobong, Dusun Njeni, Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis (14/7/2022).
- Kasat Polair Polres Jember, AKP Muhammad Na’i bilang, hiu paus terdampar diduga karena cuaca ekstrem yang terjadi di Samudera Hindia, khususnya di wilayah pesisir Jember dalam seminggu terakhir.
- Suwardi, Koordinator BPSPL Denpasar wilayah kerja Jawa Timur mengatakan, dugaan penyebab keterdamparan dapat banyak faktor. Bisa disorientasi karena gangguan-gangguan navigasi kemudian tersesat dan terdampar, terjerat jaring karena mengejar makanan, atau terbawa gelombang ekstrem.
- Fahmi, Peneliti Madya Spesifikasi Elasmobranch BRIN bilang, populasi hiu paus berstatus critically endangered atau kritis terhadap kepunahan, sehingga kondisi populasinya di alam memang cukup mengkhawatirkan.
Seekor hiu paus atau hiu tutul (Rhincodon typus) terdampar di Pantai Nyamplong Kobong, Dusun Njeni, Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Hal itu disampaikan Kepala Satuan Polisi Air (Kasat Polair) Kepolisian Resor (Polres) Jember, AKP Muhammad Na’i, Kamis (14/7/2022).
“Pada hari ini pukul 09.00 WIB, kami menerima laporan dari nelayan, ada hiu tutul terdampar di Pantai Nyamplong Kobong, Dusun Njeni, Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas. Panjangnya sekitar 7 meter, lebar 1,5 meter dan berbobot sekitar 1,5 ton. Kondisinya sudah mati,” tuturnya kepada Mongabay.
Hiu paus itu, diduga terdampar karena kondisi cuaca ekstrem di Samudera Hindia, terutama di pesisir Jember dalam seminggu terakhir ini. Dia menambahkan informasi perkiraan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tinggi gelombang di atas lima meter dan angin kencang.
Na’i bilang, Polair bersama nelayan, Dinas Perikanan, dan Polsek Gumukmas berupaya untuk mengevakuasinya untuk dikuburkan di sekitar pantai. Namun upaya dari pagi sampai menjelang siang belum juga membuahkan hasil.
“Penguburan bisa dilaksanakan sekitar pukul 15.00 WIB dengan kedalaman 2 meter dan jarak sekitar 50 meter saat air pasang dan kondisi aman. Dari hasil pengamatan pihak UPT P3 Provinsi Jatim dan Dinas Kelautan dan Perikanan Jember tidak ada luka sama sekali dan tubuhnya utuh,” katanya.
baca : Dalam Sebulan, Seekor Hiu Paus dan Paus Sperma yang Mati Dagingnya Dikonsumsi Warga
Suwardi, Koordinator Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar wilayah kerja Jawa Timur menyatakan ada banyak faktor penyebab keterdamparan satwa laut. Bisa disorientasi karena gangguan navigasi kemudian tersesat dan terdampar, terjerat jaring karena mengejar makanan, atau terbawa gelombang ekstrem. Hal itu bisa dilihat dari tanda-tanda visual di tubuh.
Dugaan hiu paus itu terdampar karena gelombang ekstrem bisa saja benar, karena berdasarkan prakiraan BMKG, kondisi gelombang laut antara 3 – 6 meter pada minggu ini.
“Penanganan dengan dikubur sudah sesuai SOP, dengan memperhatikan pasang tertinggi dan kedalaman serta ketersediaan peralatan dan SDM. Informasi di lapangan, sudah ada masyarakat dari unsur Pokmaswas, Polair dan instansi setempat yang pernah memperoleh sosialisasi dan pelatihan terkait pengamanan mamalia laut terdampar, baik yang diselenggarakan oleh UPT Pelatihan KP3K Probolinggo, BPSPL Denpasar maupun dinas setempat,” jelasnya.
Data BPSPL, ungkap Suwardi, setidaknya ada 6 laporan kejadian hiu paus terdampar kode 2 di Perairan Jawa Timur dalam beberapa bulan terakhir. Satu kasus terjadi pada Maret di daerah Camplong, Sampang, Madura. Empat kejadian pada Juni di Kwanyar Bangkalan, Bulak, Ujung, dan Asemrowo, Kota Surabaya. Dan satu kasus pada Juli di Kepanjen, Jember ini.
baca juga : Seekor Hiu Paus Terdampar di Pantai Kincia, Bagaimana Nasibnya?
Dia bilang, autopsi atau nekropsi hiu paus untuk penelitian atau penyelidikan penyebab keterdamparan tidak mutlak diperlukan. Karena tergantung ketersediaan SDM atau dokter hewan di lokasi. Namun, untuk status terdampar massal bisa diusahakan adanya autopsi-nekropsi dan uji lab.
“Bagian tubuh bisa diambil untuk keperluan penelitian atau nekropsi untuk uji lab oleh lembaga penelitian, seperti BRIN, perguruan tinggi, atau dari mahasiswa yang sedang penelitian. Dengan catatan, sudah mendapat izin dari dari instansi berwenang seperti dari KKP dan BPSPL dan jika mamalia laut adalah KLHK dan BKSDA,” jelasnya.
Kepala BPSPL Denpasar, Permana Yudiarso membenarkan laporan kasus tersebut dan mengapresiasi penanganan yang dilakukan pihak terkait. “Penguburan yang dilakukan tim di lapangan pada prinsipnya berada pada lokasi yang aman, tidak terkena pasang air laut tertinggi dan agak dalam.,” katanya.
Fahmi, Peneliti Madya Spesifikasi Elasmobranch (hiu dan pari) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan penanganan bangkai hiu paus bisa dikuburkan bila ada lahannya atau ditenggelamkan sesuai dengan SOP yang telah disiapkan oleh KKP.
“Perlu tidaknya pemindahan bangkai hiu terdampar, tergantung kondisi setempat. Kalau memang tidak mengganggu, tidak perlu dipindahkan karena akan merepotkan. Penguburan sedalam dua meter sudah cukup dalam, sehingga bangkai tidak akan keluar baunya. Untuk berapa lama dapat keluar juga tergantung pada kondisi tanahnya, apakah mengandung bakteri pengurai yang banyak atau tidak. Tapi umumnya sih sekitar satu atau dua bulan sudah terurai,” katanya.
baca juga : Melihat Aksi Nelayan Selamatkan Hiu Paus Terdampar
Menurutnya, populasi hiu paus berstatus critically endangered atau kritis terhadap kepunahan, sehingga kondisi populasinya di alam memang cukup mengkhawatirkan. Walaupun di Indonesia jenis ini sudah dilindungi secara penuh, kejadian hiu paus terdampar ini cukup sering terjadi. Hampir setiap tahun selalu ada kejadiannya, sehingga perlu menjadi perhatian bersama.
Fahmi membeberkan, hiu paus terdampar ini sebenarnya bukan kejadian alami. Lain halnya dengan mamalia laut yang terdampar ketika dalam kondisi sakit. Biasanya, hiu paus itu terdampar karena terjebak di daerah dangkal yang berarus kuat dan bisa juga terjerat jaring nelayan. Kejadian hiu terjaring secara tidak sengaja itu cukup sering terjadi dan penanganan untuk melepaskan kembalinya cukup sulit karena ukurannya yang besar dan mau tidak mau harus merusak jaring nelayannya.
“Makanya selama ini kalau yang masuk jaring nelayan, cenderung akan dibawa oleh nelayan ke tepi baru berusaha dilepaskan, dan ini yang dapat menyebabkan kematian si hiu tadi. Mungkin kedepannya perlu koordinasi dan SOP pelepasliaran hiu paus yang terjaring oleh nelayan dan nelayan dapat memperoleh kompensasi apabila jaringnya rusak,” jelasnya.
Sedang untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, jelas Fahmi, sebaiknya setiap hiu paus yang ditemukan mati terdampar, dapat diambil terlebih dahulu data-data biologinya dan diambil sampel-sampel organ pentingnya seperti sampel genetik dan sampel isi perut dan tulang untuk tujuan penelitian sebelum dikubur.
menarik dibaca : Penelitian: Hiu Paus Mampu Menyembuhkan Lukanya Sendiri
Darmawan Ahmad Mukharror pegiat shark diving Morotai mengatakan, dilihat dari gambar perkiraan panjang hiu berkisar 4-5 meter. Artinya umur sekitar 4-5 tahun. Hal ini menunjukkan perkembangan electromagnetic sensory-nya (mampu mengenali derajat lintang dan arah magnet bumi) sudah hampir sempurna, begitu pula dengan indera lateral. Artinya, perkiraan cuaca ekstrem mungkin bisa dikesampingkan karena kemampuan electromagnetic sensory dan lateral sensory (yang bisa mengukur arus, ombak – weather effect) sudah mendekati mumpuni.
“Akan lebih baik kalau dilakukan pembedahan perut hiu. Jangan-jangan banyak mikroplastik. Atau nano plastik. Bisa juga dilakukan analisa kanker atau tumor, bahkan bisa saja keracunan. Intinya harus ada autopsi atau nekropsi. Tanpa itu, maka sulit dibuktikan penyebab kematiannya,” katanya.
Darmawan menjelaskan, hiu memiliki kemampuan penyembuhan luka yang sangat luar biasa. Seperti luka terkena sabet baling-baling kapal bisa sembuh dalam waktu tertentu, kecuali di bagian sirip. Sedang wound healing whale shark itu remarkable, yang dalam waktu 35 hari 90% bekas luka sembuh tak berbekas. Oleh karena itu, perkiraan bahwa tidak ada luka luar sebagai penyebab kematian menjadi bias. Umumnya, hiu paus tidak akan mati jika sekadar tergores atau tergigit hiu lain tanpa jaringan dalamnya terdampak.
Menurutnya, hiu dan pari memiliki pola pergerakan maju dan tidak bisa bergerak mundur. Sehingga sekali terjerat jaring, hampir pasti dia mengalami kesulitan untuk membebaskan dirinya. Itulah kenapa ikan manta disebut “galema” atau baling-baling, karena sering terjerat jaring nelayan dan membuat kapal nelayan kecil terbalik karena tertarik gerak maju manta.
“Akan tetapi dalam kondisi seperti ini, kurang bijak misal menyalahkan nelayan. Bukan saja karena hidup mereka jauh tidak lebih beruntung dibanding kita non nelayan. Tetapi juga karena fakta kegiatan mencari melaut, nelayan kerap berpapasan dengan habitat hiu dan area pergerakan hiu yang mungkin saja tersangkut jaringnya. Jika nelayan memotong jaring mereka saja sudah selayaknya kita syukuri, karena itu salah satu bentuk empati nelayan agar tidak memotong bagian tubuh hiu dan mengorbankan alat atau jaringnya,” pungkasnya.