- Kali kedua, M Nur Arifin, Bupati Trenggalek, Jawa Timur, menyurati Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta pembatalan izin operasi produksi tambang emas, PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN).
- Izin tambang PT SMN seluas 12.813 hektar itu berada di kawasan-kawasan penting di Trenggalek. Antara lain, ada di kawasan hutan lindung, daerah resapan air, kawasan rawan bencana sampai lahan-lahan produktif masyarakat.
- Berbagai elemen yang tergabung di Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) juga mendatangi pendopo Kabupaten Trengalek. Selain memberi dukungan kepada bupati atas sikapnya yang kukuh menolak rencana tambang SMN, kedatangan mereka juga sebagai respons atas rencana mulai penyelidikan umum logam mulia dan logam dasar oleh Badan Geologi di Tasikmadu, Kecamatan Watulimo.
- Bupati M Nur Arifin tegaskan, tak anti investasi tetapi kalau merusak dan menimbulkan gejolak di masyarakat maka akan tegas menolak. Dia mengajak bersama-sama mengembangkan ekonomi hijau di Trenggalek. Banyak potensi alam di Trenggalek yang bisa dikelola demi meningkatkan kesejahteraan warga tanpa harus merusak.
M Nur Arifin, Bupati Trenggalek, Jawa Timur, kembali menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) meminta pembatalan izin operasi produksi tambang emas, PT Sumber Mineral Nusantara (SMN). Surat ini kali kedua bupati menyurati KESDM.
Sebelumnya, surat pertama bupati kirimkan pada Februari 2022. KESDM mengirim surat belasan menyatakan, izin eksploitasi perusahaan yang sebagian besar saham dimiliki Far East Gold (FEG) ini melalui berbagai kajian.
Langkah KESDM ngotot memberi lampu hijau itu pula yang melatari orang nomor satu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Trenggalek ini mengirim surat kedua, pada 9 Agustus lalu.
Berdasar salinan yang diperoleh Mongabay, setidaknya ada delapan item poin keberatan bupati menolak rencana tambang SMN itu. Pertama, izin SMN seluas 12.813 hektar itu bertentangan dengan Perda Nomor 15/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Trenggalek 2012-2032.
Kedua, konsesi SMN berada di kawasan lindung, sebagaimana Perda 15/2012. Meliputi kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, sempadan mata air, dan sempadan sungai. Juga, kawasan pelestarian alam gua, pelestarian alam air terjun, pelestarian alam gunung dan kawasan lindung geologi karst.
“Izin SMN juga berada di atas kawasan rawan bencana yang ditetapkan berdasarkan aturan perundang-undangan berlaku. Antara lain, termasuk kawasan rawan bencana longsor dan rawan bencana banjir,” tulis bupati dalam surat bernomor: 500/2096/406.002.1/2022, tertangga 8 Agustus itu.
Merujuk perda, beberapa kawasan rawan longsor itu meliputi Kecamatan Bendungan, Dongko, Watulimo, Suruh, Trenggalek, Pule, Tugu Kampak, Panggul dan Kecamatan Munjungan.
Baca juga: Was-was Tambang Emas Rusak Trenggalek [1]
Sedangkan daerah rawan banjir meliputi Kecamatan Trenggalek, Munjungan, Panggul, Tugu, Pogalan, Karangan, Kampak, Durenan dan Gandusari.
Dalam surat itu, bupati juga menyebut bila SMN melanggar Peraturan Menteri ESDM Nomer 25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Terutama soal kewajiban dari pemegang izin untuk memasang tanda batas paling lambat enam bulan sejak penetapan IUP operasi produksi.
Secara faktual, lanjut bupati, pada wilayah konsesi juga terdapat permukiman padat penduduk. Hasil identifikasi jajarannya, permukiman bahkan mencapai 30 desa.
Selain itu, secara faktual juga ada kawasan lahan pertanian produktif yang sebagian ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Juga lahan sawah yang dilindungi (LSD).
Poin keberatan lain, kata bupati, izin SMN juga berada pada perkebunan yang jadi sumber penghidupan warga secara turun temurun. Bahkan, hasil perkebunan turut berkontribusi pada pendapatan daerah seperti cengkih, kopi, kakao, tebu, durian dan manggis. Tidak hanya itu. Pada wilayah konsesi itu juga terdapat situs budaya yang memiliki nilai cagar budaya.
Atas berbagai pertimbangan itu, bupati pun meminta KESDM batalkan izin SMN. “Berdasar telaah dan ketelusuran peraturan perundang-undangan, kami meminta supaya izin operasi produksi SMN dibatalkan.”
Baca juga: Bupati Trenggalek Siap Pasang Badan Tolak Tambang Emas
Tolak penyelidikan logam, bangun Trenggalek tanpa merusak
Sebelumnya, berbagai elemen yang tergabung di Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) juga mendatangi pendopo Kabupaten Trengalek. Selain memberi dukungan kepada bupati atas sikapnya yang kukuh menolak rencana tambang SMN, kedatangan mereka juga sebagai respons atas rencana mulai penyelidikan umum logam mulia dan logam dasar oleh Badan Geologi di Tasikmadu, Kecamatan Watulimo.
Mukti Satiti, Koordinator ART, menyebut, langkah bupati sebagai upaya mencegah kerusakan alam Trenggalek. “Belum ada contoh daerah yang punya tambang emas rakyat sejahtera. Yang jelas dan pasti terjadi, alam dan lingkungan rusak. Masyarakat disini sudah cukup nyaman dengan hasil pertanian yang melimpah,” katanya.
Dalam pertemuan itu, ART juga menyampaikan keberatan atas rencana Badan Geologi untuk menggelar penyelidikan logam mulia di Watulimo, sebagaimana tertuang dalam surat bernomor: T-320/GL.04/BGD/2022, yang dikirim Badan Geologi kepada Pemkab Trenggalek.
Sebab, rencana itu hanya akan menimbulkan keresahan di kalangan warga. Bupati sepakat dengan pernyataan itu.
Sebagai tindak lanjut atas pertemuan itu, bupati pun mengirim surat kepada Badan Geologi untuk membatalkan penyelidikan yang akan dilaksanakan Oktober mendatang.
Surat bernomor: 660/2095/406.012/2022., itu sekaligus mencabut surat dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Trenggelek Nomor: 070/259/406.030/2022 yang dikirim sebelumnya.
Surat kepada Badan Geologi itu sekaligus mempertegas pernyataan bupati sebelumnya. Kala itu, dalam sebuah pertemuan di Smart Center, Komplek Pendopo Kabupaten pertengahan Juni lalu, bupati menolak permintaan Badan Geologi untuk pengeboran lanjutan dalam penyelidikan mineral.
Baca juga: Pemerintah Trenggalek Dipaksa Ubah RTRW Demi Tambang Emas
Penolakan sama juga dilontarkan bupati terkait rencana Badan Geologi menjalin kerjasama dengan PT. Freeport untuk membangun museum geologi di Trenggalek.
Kendati dia sepakat pembangunan museum geologi, tetapi menolak bila rencana itu ada melibatkan Freeport.
Buntut dari penolakan ini, rencana itu pun batal. Badan Geologi, disebutkan bupati telah mengembalikan anggaran proyek ke pemerintah pusat.
“Saya tidak ada urusan dengan tambang di Trenggalek, karena itu jadi kewenangan pusat. Tapi, menjaga keamanan dan ketertiban warga Trenggalek, itu urusan wajib pemerintah daerah,” kata Gus Ipin, sapaan akrabnya, kala itu.
Bupati tegaskan, dia tak anti investasi tetapi kalau investasi justru merusak dan menimbulkan gejolak di masyarakat maka akan tegas menolak. “Selama ada yang mengusik masyarakat saya, ya saya akan lawan!”
Karena itu, dalam pertemuan bersama ART, bupati pun mengajak kepada semua yang hadir bersama-sama mengembangkan ekonomi hijau di Trenggalek.
Dia bilang, banyak potensi alam di Trenggalek yang bisa dikelola demi meningkatkan kesejahteraan warga tanpa harus merusak. “Ini jadi challange kita bersama bagaimana mengembangan ekonomi hijau dan biru untuk meningkatkan welfare bagi warga.”
Baca juga: Menyoal Izin Tambang Emas di Trenggalek [2]
Ada apa dengan Pemerintah Jatim?
Masalahnya, di tengah usaha Pemkab Trenggalek membangun ekonomi hijau tanpa kehadiran industri ekstraktif, pemerintah provinsi maupun pusat justru terkesan setengah hati memberi dukungan.
Sampai ini, dokumen Raperda RTRW yang sebelumnya disepakati bersama DPRD, justru tak kunjung ditetapkan provinsi.
Alih-alih menyepakati, pemerintah di level atas ini justru ngotot ‘memaksa’ bupati memasukkan peta konsesi SMN pada perda RTRW secara solid.
“Karena saya tidak mau, akhirnya dua tahun ini dokumen revisi Perda RTRW Trenggelek masih digantung, belum ada penetapan sampai sekarang,” kata bupati.
Padahal, regulasi itu punya konsekuensi mengikat dan menjadi dasar kebijakan pembangunan ke depan.
Eko Cahyono, peneliti Sayogjo Institute, ikut menanggapi penetapan Perda RTRW Trenggalek yang terkesan ditahan ini.
Sebagai kepala daerah, sikap Bupati Trenggalek sudah tepat.
“Sikap bupati cukup tegas. Saya kira, sejalan dengan rekomendasi para ahli bahwa Pulau Jawa sudah tidak lagi layak untuk industri ekstratif macam tambang emas,” katanya dihubungi Mongabay, Selasa (16/8/22).
Wahyu Eka Setiawan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, sepakat dengan pernyataan Eko. Menurut dia, tambang emas hanya akan mendatangkan kerugian lebih besar ketimbang manfaat.
“Tambang emas akan merampas banyak hal, baik biodiversitas, sumber mata air, ekonomi lokal dan sejarah penting rakyat Trenggalek.”
Dia menilai, SMN di Trenggalek tak relevan. Selain melanggar peraturan juga akan menyebabkan bencana multidimensi di masa depan.
Wahyu pun meminta Presiden Joko Widodo dan KESDM mencabut IUP produksi SMN. Penerbitan izin itu melanggar beberapa prinsip, ketentuan dan aturan.
Sebagian wilayah konsesi tepat berada di kawasan hutan yang bisa berisiko terjadi deforestasi dan ganggu niatan Indonesia kurangi emisi. Padahal, katanya, presiden dalam setiap kesempatan berkomitmen aktif berkontribusi melawan perubahan iklim.
Baca juga: Perusahaan Coba Galang Dukungan, Aliansi Trenggalek Tegaskan Tolak Tambang Emas
Wahyu mendukung sikap dan langkah Bupati Trenggalek menolak dan meminta pencabutan IUP produksi SMN. Walhi juga mendesak dan meminta Pemerintah Jatim mendukung dan mengupayakan pencabutan izin IUP produksi perusahaan ini.
“Pemerintah provinsi harus ikut bertanggungjawab atas izin itu, karena mereka yang menerbitkan SK IUP produksi pada SMN, sebelum diambil alih oleh pemerintah pusat,” katanya dalam rilis kepada media.
Wahyu juga mendesak Pemerintah Jatim dan KATR//BPN mengesahkan Raperda RTRW Trenggalek yang baru. Sejak 2020, dokumen sudah disahkan di kabupaten tetapi tertahan di Pemerintah Jatim lantaran tak memasukkan kawasan tambang.
“Ini sangat tidak dibenarkan di tengah otonomi derah seperti sekarang, memaksa suatu daerah untuk memasukkan kawasan yang tidak cocok dengan kondisi kawasannya,” kata Wahyu.
Sebagai pemangku wilayah, katanya, Pemkab Trenggalek memiliki pemahaman lebih tentang situasi daerahnya ketimbang pemerintah pusat. Karena itu, keputusan bupati yang menolak tambang emas, semata untuk menjaga wilayah dari degradasi lingkungan yang bisa berujung bencana.
“Kalau pemerintah [pusat dan provinsi] ngotot memaksa wilayah tambang masuk [Trenggalek], itu berarti pemerintah sengaja mengundang bencana di Pesisir Selatan Jawa di masa depan. Terutama Trenggelak.”
********