- Saipul, warga Dusun Sitalak, Desa Lobu Tayas, Kecamatan Aek Bila, , Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, tewas diduga kena terkam harimau Sumatera. Mayat kakek 60 tahun ini ditemukan pada 19 Agustus lalu.
- Saat pencarian, warga menemukan banyak jerat di sekitar lokasi tewasnya Saipul. Pada pertengahan Juni 2022, Yayasan Alam Liar Sumatera (YALS) mengangkat 40 jerat pemburu terbuat dari dari seling baja tak jauh dari Dusun Sitalak, Lobu Tayas. Mereka juga sosialisasi tentang dampak pemasangan jerat terhadap harimau dan warga.
- Haray Sam Munthe, Direktur Yayasan Alam Liar Sumatera , mengatakan, hutan lindung di sekitar Desa Lobu Tayas yang masuk KPH V Aek Kanopan ini, sejak 10 tahun lalu jadi wilayah monitoring pelestarian alam dan perlindungan satwa terutama harimau. Data mereka, ada dua harimau yang memiliki territori di sekitar Desa Lobu Tayas.
- Anhar Lubis, dokter hewan Koordinator Tim Penyelamatan Leuser, Forum Konservasi Leuser (FKL) mengatakan, harimau memang satwa predator utama tetapi sebenarnya satwa ini takut bertemu manusia. Yang jadi pertanyaan mengapa mulai banyak harimau menyerang manusia.
Konflik antara satwa dan manusia terjadi di Sumatera Utara dan menelan korban jiwa lagi. Pada 19 Agustus lalu, di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Saipul, usia 60 tahun, warga Dusun Sitalak, Desa Lobu Tayas, Kecamatan Aek Bila, ditemukan tewas diduga kena terkam harimau Sumatera.
Sarudin Ritonga, adik kandung korban, mengatakan, pada 11 Agustus 2022 sekira pukul 14 WIB, Saipul mau ke Desa Silangkitang, Kecamatan Aek Bila mau menemui Sarudin. Dia meninggalkan Dusun Sitalak, berjalan kaki melalui Dusun Adian, Desa Lobu Tayas mau ke Dusun Silangkitang.
Saat di Sitalak, Saipul bersama Jumbul Pasaribu, tetapi di tengah jalan berpisah ke tujuan masing-masing. Saipul menuju Dusun Adian, Jumbul ke Sihalo-halo, Kecamatan Dolok Sigompulon.
Saipul tak kunjung tiba ke Dusun Silangkitang. Sampai 17 Agustus pagi, Sarudin menyusul ke Dusun Sitalak.
Sekitar 500 meter sebelum sampai di Dusun Sitalak, dia temukan tas, sepatu, parang dan beberapa potongan tulang- belulang di jalan menuju dusun. Dia juga temukan potongan kaki yang masih terlihat jelas telapak kaki yang dikenali potongan tubuh saudaranya.
Sahruddin berusaha mengumpulkan anggota tubuh korban yang berserakan, namun mendengar suara- suara aneh dari balik rimbunan belukar yang dia duga harimau Sumatera. Dia pun bergegas pulang dan memberitahu warga Dusun Adian. Kemudian dia menghubungi keluarga lain di luar Desa Lobu Tayas.
Malam hari beberapa puluh warga dari dusun lain bersama Kepala Desa Lobu Tayas mendatangi lokasi, namun warga tak berani mengumpulkan potongan tubuh korban yang hanya tulang- belulang karena harimau tak mau menjauh dari lokasi.
“Pencarian ditunda hingga pagi hari dan berhasil mengumpulkan tulang- belulang korban lalu dimakamkan di Dusun Sitalak,” katanya.
Kasus ini bukan pertama kali terjadi. 17 Mei 2019 sekira pukul 01.00, informasi masyarakat kepada Kapolsek Barumun AKP Sudirman, ditemukan mayat Abu Sali Hasibuan, diduga korban serangan binatang buas di kebun karet Braji Hasibuan, di Desa Siraisan, Kecamatan Ulu Barumun, Tapanuli Selatan.
Banyak jerat
Saat pencarian, warga menemukan banyak jerat di sekitar lokasi tewasnya Saipul. Pada pertengahan Juni 2022, Yayasan Alam Liar Sumatera (YALS) bersama relawan dipimpin Haray Sam Munthe mengangkat 40 jerat pemburu terbuat dari dari seling baja tak jauh dari Dusun Sitalak, Lobu Tayas. Mereka juga sosialisasi tentang dampak pemasangan jerat terhadap harimau dan warga.
Haray Sam Munthe, Direktur Yayasan Alam Liar Sumatera , mengatakan, hutan lindung di sekitar Desa Lobu Tayas yang masuk KPH V Aek Kanopan ini, sejak 10 tahun lalu jadi wilayah monitoring pelestarian alam dan perlindungan satwa terutama harimau. Data mereka, ada dua harimau yang memiliki territori di sekitar Desa Lobu Tayas.
Sejak Dusun Sitalak Lobu Tayas sudah berpenghuni sejak ratusan tahun lalu, kata Haray, tak pernah terjadi konflik, bahkan harimau bukanlah ancaman bagi penduduk desa.
Tak jarang warga berjumpa langsung dengan harimau saat beraktivitas.
“Kami telah sosialisasi dengan warga dan berkoordinasi dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut untuk mengambil langkah-langkah penanganan konflik di Desa Lobu Tayas dan desa lain yang berdekatan,” kata Haray.
AKP Zulham, Kapolsek SD Hole mengatakan, sudah menurunkan petugas ke tempat kejadian dan memeriksa sejumlah saksi. Warga juga dilarang berangkat ke kebun atau ke ladang sampai kondisi benar-benar aman.
Polisi bersama dengan petugas BKSDA pada 19 Agustus lalu membuat kandang jebak untuk mengevakuasi harimau yang diduga masih berkeliaran di sekitar desa. Dibantu masyarakat lokal, petugas juga menelusuri dan mencari jejak-jejak harimau yang diduga menerkam Saipul ini.
Konflik harimau dengan manusia terus terjadi. Di Desa Hatupangan, Kecamatan Batang Natal, Mandailing Natal, dua orang diterkam harimau dan mengalami luka cukup serius.
Berdasarkan data BBKSDA Sumut, sebelumnya, kasus manusia dan harimau terjadi akhir Desember 2017, dan Maret 2018.
Dalam kejadian itu, dua orang kena gigit dan cakar harimau. Beruntung kedua orang masih selamat. Namun, harimau yang sering muncul tewas ditembak petugas dan masyarakat. Sebelum tewas, harimau muncul di Desa Ampung Julu, Bangkelang, Hatupangan, Huta Lobu dan Ampung Siala, di Kecamatan Batang Natal.
Dari liputan dan data BBKSDA Sumut sejak 2017, setidaknya ada delapan harimau korban konflik tewas, dua di Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan (1), Padang Lawas (2), Mandailing Natal (2) dan Langkat (1).
Dokter hewan Anhar Lubis, Koordinator Tim Penyelamatan Leuser, Forum Konservasi Leuser (FKL) mengatakan, harimau memang satwa predator utama tetapi sebenarnya satwa ini takut bertemu manusia. Yang jadi pertanyaan, katanya, mengapa mulai banyak harimau menyerang manusia.
Menurut dia, ada beberapa penyebab, pertama, karena penyakit. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dokter hewan dari Amerika Serikat pada harimau di Taman Safari—satwa dari lembaga konservasi dan alam liar– dari pemeriksaan sampel darah harimau terindikasi ada terpapar Canin Distemper Virus (CDV).
“Dampak dari penyakit ini jika harimau terkena virus ini akan terjadi perubahan perilaku. Satwa mulai tidak takut manusia, terkadang menerkam dan membunuh orang,” kata pria yang sudah malang melintang dalam penyelamatan harimau ini pekan lalu.
Pada 2012-2013, ketika penyelamatan harimau di Tabuyung, Mandailing Natal yang memakan korban sekitar sembilan orang, dari sampel darah ternyata ada harimau positif virus CDV. Dari kasus di bentang Batang Gadis itu, bisa jadi harimau yang menyerang juga terkena virus sama.
Kemungkinan lain, katanya, saat manusia berpapasan dengan harimau lalu panik dan lari. Harimau akan menyerang karena menganggap sebagai mangsa. Kasus harimau menyerang orang yang berpapasan itu biasa terjadi siang hari ketika sang raja hutan tengah istirahat.
Ketika terjebak atau berhadapan dengan harimau meski jarak tiga atau empat meter, katanya, jangan lari karena satwa ini akan menyerang.
Selanjutnya, ketika sudah menyerang dan menggigit daging manusia lalu rasanya dianggap enak, maka harimau bisa mengulangi perbuatan lagi.
Lantas dari manakah virus CDV ini berasal? Menurut Anhar virus ini dari anjing. Saat ini, banyak orang mendirikan rumah atau perkampungan di dekat kawasan hutan yang ada habitat harimau Sumatera.
Virus ini akan bisa terpapar kepada harimau bukan hanya sentuhan langsung atau saat harimau menyerang anjing, tetapi bisa melalui udara.
Bersyukur, sifat harimau Sumatera yang soliter hingga penularan tak mudah antara mereka. Berbeda dengan gajah Sumatera yang hidup berkelompok, kalau salah satu terpapar maka virus bisa dengan cepat menular ke yang lain.
Untuk mengetahui apakah anjing-anjing di sekitar kawasan hutan kena virus distemper, harus dilakukan pemeriksaan medis.
Pemeriksaan virus CDV ini penting, katanya, kalau harimau positif jangan lepas ke habitat.
*******