- Seiring dengan hobi memelihara ikan cupang yang menjadi tren masyarakat, bisnis ikan cupang sempat mengkilap. Namun, bisnis ikan yang memiliki karakter unik dan cenderung agresif ini lambat laun mulai meredup.
- Pelaku usaha ikan hias mengaku awal-awal pandemi pendapatanya berlipat-lipat dari sebelumnya. Dalam sehari pernah mendapatkan Rp1 juta. Namun, saat ini omsetnya menurun antara 70-80 persen.
- Pihak Perikanan dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kudus belum bisa berbuat banyak terhadap pelaku usaha ikan hias lantaran anggarannya yang terbatas. Selain itu, SDM-nya juga minim.
- KKP mencatat, di Indonesia terdapat 3.567 jenis ikan air laut dan 1.226 jenis ikan tawar yang berpotensi dibudidayakan sebagai ikan hias. 128 jenis ikan diantaranya tergolong endemik.
Betta splendens atau lebih populer dengan sebutan ikan cupang merupakan salah satu jenis ikan hias yang memiliki nilai komersial, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor. Bahkan, tahun 2020, seiring dengan hobi memelihara ikan cupang yang menjadi tren masyarakat, bisnis ikan cupang sempat mengkilap.
Namun, bisnis ikan yang memiliki karakter unik dan cenderung agresif ini lambat laun mulai meredup. Hal ini disebabkan mulai berkurangnya pembeli. Sehingga beberapa toko tidak banyak menyediakan stok ikan cupang lagi.
Muhammad Solikul Hadi (49), pembudidaya sekaligus pemilik usaha ikan cupang asal Desa Kaliputu, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah mengatakan, sekarang ini bisnis ikan cupang memang tidak lagi menuai keuntungan besar seperti di awal-awal pandemi.
Alasanya karena saat ini para penghobi sudah berada di titik jenuh. Selain itu, dalam perkembangannya konsumen sekarang ini banyak yang beralih memelihara ikan jenis channa atau gabus-gabusan. Padahal, saat pemerintah mengeluarkan kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) keuntungan yang didapat dari hasil jualan ikan cupang bisa berlipat-lipat. Bahkan, dalam sehari pernah mendapatkan Rp1 juta.
“Tapi itu tidak bertahan lama. Karena ikan hias ini kan hanya kebutuhan sekunder. Lha wong pas pandemi kebutuhan primer saja susah,” ujar pemilik Omah Cupang Syaiful, Jum’at (19/08/2022). Bapak tiga anak ini menyebut, omsetnya saat ini menurun antara 70-80 persen.
baca : Dilema Nelayan Pencari Ikan Hias Di Masa Pandemi
Menurut dia, sisi lain menurunnya daya beli ikan cupang ini dikarenakan saat ini sudah banyak orang yang membudidayakan sendiri. Proses pembenihan yang sangat mudah itu Syaiful, panggilan akrabnya menilai, orang awam pun bisa mempelajari.
Dengan begitu, sekarang ini banyak orang pada akhirnya memilih mencari keuntungan dengan menjadi pedagang ikan cupang.
Bertahan
Meredupnya permintaan ikan cupang ini juga diakui pembudidaya ikan lainnya. Subiyanto (40), pembudidaya ikan hias asal Desa Dersalam, Kecamatan Bae, Kudus, menjelaskan, awal-awal pandemi saat banyak Usaha Mikro kecil Menengah (UMKM) yang bangkrut, permintaan ikan cupang justru malah meningkat.
Karena meningkatnya permintaan ikan cupang itu bapak dua anak ini juga mendapat keberkahan yang berlipat-lipat. Imbasnya, banyak bakul ikan hias yang mengambil ikan hasil budidayanya.
Saat kondisi ikan cupang masih menjadi primadona ketika pandemi itu juga setiap harinya Ia selalu menerima permintaan dari berbagai daerah seperti Jakarta, Bali, Kalimantan. Selain dijual secara langsung, lanjut pria yang biasa disapa Piman itu, Ia juga memanfaatkan media sosial untuk digunakan berjualan secara online atau daring.
baca juga : Melihat Perempuan Tejakula Menjodohkan Ikan Hias
Menurut pria yang sudah 15 tahun menekuni usaha ikan hias ini, saat ramainya permintaan ikan cupang itu juga berpengaruh ke harganya. Waktu masih booming, ikan cupang hasil persilangannya pernah laku dengan harga Rp1 juta per ekor.
“Waktu itu penjualannya melalui sistem lelang di online. Kalau sekarang ini sudah landai, satu ekor cupang dengan harga Rp200 ribu itu sudah yang paling mahal,” kata pria yang hanya lulusan SMP itu disela memberi makan ikan.
Meski kondisi penjualan ikan cupang sudah landai, menurut Piman masih ada alternatif usaha lain yang bisa dikembangkan. Misalnya dengan membudidayakan cacing sebagai makanan ikan hias.
Selain itu, agar tetap bisa bertahan dalam bisnis perikanan ini Ia juga membudidayakan jenis ikan hias lainnya, seperti ikan molly (Poecilia spenops), ikan maskoki (Carassius auratus auratus) ikan platy (Xiphophorus maculatus), ikan manfish atau bidadari (Pterophyllum scalare), dll.
baca juga : Ini 14 Jenis Baru Nemo, Ikan Hias Primadona Ekspor
Prospek
Sementara itu, Muhamad Isnuroso (51) Kepala Bidang Perikanan dari Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus saat ditemui di kantornya di Jalan perkantoran Mejobo 1, Area Sawah, Mlati Lor mengatakan, potensi ikan hias di kabupaten berjuluk “kota kretek” ini memang sangat besar.
Pihaknya memperkirakan saat ini kurang lebih ada 200 pelaku usaha ikan hias di Kabupaten yang memiliki keluasan 425,2 km ini. Namun, yang baru tercatat hanya 50 orang. Isnur mengakui, data pelaku usaha ikan hias yang dipunyai itu memang masih belum sesuai dengan kenyataan.
Ia beralasan, hal itu dikarenakan kesadaran pelaku usaha ikan hias untuk mendaftarkan usahanya masih minim, bahkan beberapa ada yang merasa takut. Padahal, menurut dia dengan terdaftarnya usaha ikan hias itu banyak manfaat yang akan didapatkan.
“Misalnya, saat pandemi bagi pelaku usaha ikan hias yang sudah mendaftar itu bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah,” kata alumni Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta ini, Selasa (23/08/2022).
Tahun 2015 semenjak ada ketentuan bantuan harus diberikan kepada kelompok yang berbadan hukum, lanjutnya, justru tidak dimanfaatkan pelaku usaha ini dengan baik. Adanya regulasi tersebut malah dianggap berat bagi beberapa pelaku usaha.
baca juga : Botia, Si Ikan Hias Eksotik dari Jambi yang Terancam Punah
Pria yang berdinas di instansi sejak tahun 2013 tidak bisa memungkiri jika pihaknya belum bisa berbuat banyak terhadap para pelaku usaha ikan hias ini. Hal ini karena terkendala dengan anggaran yang terbatas. Selain itu, Sumber Daya Manusia (SDM) juga minim.
Menurut dia, prioritas anggaran yang ada sementara ini difokuskan untuk pembudidaya ikan konsumsi seperti ikan lele (Clariidae), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan gurame (Osphronemus goramy), dll.
“Kita hanya memfasilitasi tempat kalau teman-teman komunitas pecinta ikan hias ini mau mengadakan kontes. Semampu kita untuk membantu,” jelasnya. Dia bilang, hal itu seperti yang pernah dilakukan sebelum masa pandemi.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, di Indonesia terdapat 3.567 jenis ikan air laut dan 1.226 jenis ikan tawar yang berpotensi dibudidayakan sebagai ikan hias. 128 jenis ikan diantaranya tergolong endemik.
Secara nasional pemerintah Indonesia terus melakukan upaya penyempurnaan peta jalan (road map) untuk program percepatan industrialisasi ikan hias (ornamental fish).