- Pada penghujung Agustus lalu, tepatnya, 29 Agustus harimau muncul di Dusun Sei Sirah Bukit Selamat, Kecamatan Besitang, Langkat. Petugas gabungan dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser maupun dari BBKSDA Sumatera Utara bersama dengan mitra konservasi akhirnya mengevakuasi harimau ke Medan Zoo, bukan ke Suaka Harimau di Barumun. Mengapa?
- Rudianto Saragih Napitu, Kepala balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara saat konferensi pers mengatakan, langkah penanganan setelah penyelamatan dengan mulai observasi. Alasan menitipkan di Medan Zoo karena lokasi terdekat saja. Observasi di kandang isolasi yang tertutup dan cukup nyaman , saat tak ada pengunjung dan tak bisa kontak langsung dengan harimau.
- Untuk lokasi pelepasliaran nanti, katanya, rencana di zona inti Taman Nasional Gunung Leuser, yang jauh dari pemukiman dan aktivitas penduduk. Target mereka, jangan sampai masyarakat resah dan bisa mengambil alih tindakan terhadap harimau ini.
Awal Agustus lalu ramai dengan video beredar dari Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Video amatir berdurasi dua menit itu tentang harimau Sumatera tengah menerkam dan menyantap anak sapi di sekitaran perkebunan sawit di Kecamatan Besitang, Langkat. Harimau Sumatera diduga dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) karena lokasi berdekatan. Tak ada penjelasan lebih lanjut dari otoritas soal itu.
Pada penghujung Agustus lalu, tepatnya, 29 Agustus kembali harimau muncul di Dusun Sei Sirah Bukit Selamat, Kecamatan Besitang, Langkat. Petugas gabungan dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser maupun dari BBKSDA Sumatera Utara bersama dengan mitra konservasi menghidupkan bunyi-bunyian agar harimau masuk TNGL. Harimau masih berkeliaran.
Mengantisipasi konflik, otoritas memutuskan memasang kandang jebak. Pada 31 Agustus harimau masuk kandang dan evakuasi di Medan Zoo, Medan. Sejak awal penyelamatan sampai sepekan, harimau berada di Medan Zoo, pihak otoritas– BBKSDA Sumut bungkam ketika ditanya mengapa masuk kebun binatang, bukan suaka harimau di Barumun?
Baru pada 8 September BBKSDA Sumut beri pernyataan. Rudianto Saragih Napitu, Kepala BBKSDA Sumut saat konferensi pers mengatakan, langkah penanganan setelah penyelamatan dengan mulai observasi.
Alasan menitipkan di Medan Zoo karena lokasi terdekat saja. Observasi di kandang isolasi yang tertutup dan cukup nyaman , katanya, saat tak ada pengunjung dan tak bisa kontak langsung dengan harimau.
Sejak 31 Agustus hingga kemarin, BBKSDA bersama para pihak melakukan observasi serius termasuk mengundang dokter hewan, peneliti dan dosen dari Universitas Sumatera Utara. BBKSDA s sudah tiga kali diskusi dengan para pakar termasuk penempatan di Medan Zoo. Berbagai masukan, katanya, mereka catat termasuk tak terlalu lama di kebun binatang.
Mereka mulai mengambil sampel kotoran dan darah untuk general check up guna mengetahui harimau sehat atau tidak.
“Kami juga membangun edukasi kepada berbagai pihak, yaitu para peneliti yang ingin melakukan pengamatan selama harimau berada di sana. Dipersilakan.” Semua tak ada kontak langsung. Perilaku harimau terekam kamera pemantauan. “Bisa dilihat dari situ,” kata Rudianto.
Hasil general chek up harimau ini negatif dari berbagai macam penyakit. Atas dasar itu, harimau akan lepas liar.
Tetapi masih menunggu satu lagi pemeriksaan laboratorium dari Universitas Syiah Kuala Aceh. Laboratorium ini untuk mengidentifikasi lebih detil soal kondisi harimau. Kalau, hasil dari lab itu menyatakan tak ada hal-hal yang perlu penanganan lebih dalam, satwa ini akan lepas liar. Kalau sebaliknya, maka harimau akan dibawa ke Suaka Harimau di Barumun.
Dokter hewan Anhar Lubis, melakukan pemeriksaan fisik, harimau berjenis kelamin betina dengan usia sekitar tiga tahun.
Untuk identifikasi lebih lanjut, katanya, sudah pemotretan seluruh tubuh untuk menganalisis seluruh belang.
Selain itu juga identifikasi DNA untuk mendapatkan database lain hingga kalau nanti lepas liar bisa diketahui apakah harimau masih terlibat konflik dengan manusia atau tidak.
Habitat harimau
Rudianto mengatakan, lokasi harimau terlihat di Langkat itu memang teritori mereka sejak dahulu. Sepanjang Besitang lanjut ke Batang Serangan hingga ke atas merupakan wilayah harimau Sumatera.
Dengan begitu, kemungkinan bertemu dengan harimau selalu ada. Dia berharap, masyarakat sekitar sadar bahwa bukan harimau keluar dari kawasan karena sesuatu tetapi wilayah-wilayah itu memang jalur jelajah mereka sejak dulu kala.
Untuk lokasi pelepasliaran nanti, katanya, rencana di zona inti Taman Nasional Gunung Leuser, yang jauh dari pemukiman dan aktivitas penduduk.
Target mereka, jangan sampai masyarakat resah dan bisa mengambil alih tindakan terhadap harimau.
Dia bilang, untuk penanganan cepat terkendala tim yang terbatas. Jumlah resort terbatas maka penanganan sedikit terlambat. Kalau lebih banyak tim penyelamatan mungkin waktu penanganan tak terlalu lama.
Untuk itu, katanya, perlu ada tim penanganan konflik satwa di sekitar lokasi agar bisa memberikan pemahaman dan cara-cara penanganan kalau bersinggungan dengan satwa.
Menurut dia, secara kebiasaan, harimau ketika mencium bau manusia akan lari. Jadi, kalau ada pertemuan dengan harimau jangan panik dan harus menahan diri. Dengan begitu, katanya, bisa ada harmoni antara keduanya hingga menekan konflik.
Ketika harimau hidup tenang, katanya, tidak akan mengganggu dan manusia pun tak merasa takut meski tetap berhati-hati dan waspada.
Ketika ada ternak-ternak warga lepas di perkebunan sawit yang jadi area jelajah harimau, katanya, memang berpeluang jadi mangsa. Biasa harimau berburu babi hutan, rusa dan lain-lain di hutan, ketika berjalan bertemu mangsa yang mudah didapat maka akan jadi target.
Koridor satwa
Rudianto mengatakan, agar menghindari atau mengurangi gesekan dan konflik dengan manusia yang tinggal atau beraktivitas di zona jelajah harimau Sumatera, maka perlu adalah membuat koridor atau jalur lintasannya.
Saat ini, katanya, sudah digarap koridor Siranggas TNGL. Di sana akan dibangun jalur-jalur lintasan satwa. Akan dibuat juga, katanya, di Sipirok Dolok Sibual-buali lanjut ke hutan Barumun dan Lubuk Raya tembus ke ekosistem Batang Toru. Ide itu sudah mereka sampaikan ke Pemerintahan Sumut dan mendapat dukungan penuh.
Harapannya, karena sudah masuk dalam jalur satwa, maka tak ada lagi aktivitas yang mengganggu habitat seperti pembukaan perkebunan, pertanian dan lain-lain. Kalaupun ada tanaman, katanya, bukan monokultur karena akan menimbulkan masalah lagi.
Benny Syahputra , Terrestrial Species Observer dari Bio Wildlife menilai, evakuasi harimau oleh BBKSDA sebagai tindakan kebingungan. “Relokasi itu opsi yang mudah bagi manusianya dan opsi berbahaya secara psikologis bagi satwa,” katanya, 8 September lalu.
Dia berharap, ada terobosan baru dalam penanganan harimau dengan tak mengabaikan dampak psikologi bagi si belang.
Harimau merupakan hewan teritorial. Merelokasi harimau seharusnya menjadi upaya terakhir dengan keputusan secara ilmiah dan transparan beserta alasan kuat. Bukan keputusan yang diambil seakan kebingungan dan mengesampingkan hal terkait psikologis si harimau.
******