- Masa depan perikanan dunia disebut ada pada subsektor perikanan budi daya. Semua produksi perikanan yang ada pada subsektor tersebut, diyakini akan bisa menggantikan peran saudara tuanya, subsektor perikanan tangkap yang sudah mengalami kejenuhan sangat tinggi
- Namun, sebagai kegiatan yang mengandalkan campur tangan manusia dan teknologi, perikanan budi daya memiliki banyak tantangan yang harus dihadapi. Utamanya, adalah kegiatan tidak ramah lingkungan dan ancaman kelestarian sumber daya ikan (SDI)
- Agar itu tidak menjadi ancaman yang bisa merusak kegiatan perikanan budi daya, prinsip keberlanjutan diterapkan pada kegiatan budi daya. Tujuannya, agar kegiatan menjadi ramah lingkungan dan kelestarian ekosistem perairan juga bisa tetap terjaga
- Selain itu, dilakukan juga manajemen kesehatan ikan dan lingkungan dengan menerapkan pengendalian dan pencegahan penyakit ikan, dan sistem tanggap darurat. Juga, pemberian vaksin pada ikan untuk mencegah terkena paparan penyakit atau virus
Pengembangan subsektor perikanan budi daya menjadi target yang sedang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia saat ini. Upaya tersebut menjadi bagian dari penerapan strategi ekonomi biru yang dilaksanakan oleh Indonesia pada sektor kelautan dan perikanan.
Sebagai bagian dari strategi ekonomi biru, perikanan budi daya dikembangkan dengan menggunakan prinsip keberlanjutan dan bertanggung jawab. Tujuannya, agar perikanan budi daya bisa menjadi kegiatan yang ramah lingkungan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, mewujudkan perikanan budi menjadi berkelanjutan, berarti juga menjaga kelestarian ekosistem perairan. Itu artinya, perikanan budi daya bisa berperan untuk meningkatkan produksi perikanan secara nasional.
Penerapan tersebut, dijalankan untuk semua komoditas yang dikembangkan, terutama untuk udang, lobster, kepiting, rumput laut, dan ikan-ikan dengan nilai ekonomi yang tinggi. Sebut saja, dua komoditas mahal seperti kerapu dan kakap.
“Kebijakan ini juga untuk mengurangi penangkapan ikan di laut, khususnya untuk jenis ikan tertentu,” ungkap dia dalam rangkaian Sidang Committee on Fisheries (COFI) FAO ke-35 di Roma, Italia, Senin (5/9/2022).
Jika penerapan prinsip berkelanjutan bisa berjalan baik, maka nelayan yang sebelumnya terbiasa menangkap ikan di laut, maka itu akan berkurang secara perlahan. Penghasilan juga pasti tidak akan bergantung lagi pada hasil tangkapan di laut.
Menurut dia, apa yang sedang dijalankan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini, diyakini akan bisa berkontribusi pada ketahanan pangan secara nasional dan bahkan global. Hal itu, karena permintaan pasokan ikan mengalami peningkatan terus menerus setiap tahun.
baca : Tantangan Perikanan Budi daya sebagai Masa Depan Perikanan Dunia
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) pun memberikan dukungan penuh terhadap program yang sedang dijalankan oleh Indonesia saat ini. Dengan penerapan prinsip berkelanjutan, bukan hanya kelestarian sumber daya ikan (SDI) saja yang bisa diwujudkan, namun juga peningkatan produksi ikan diyakini akan bisa terjadi juga.
Salah satu bentuk nyata untuk memperkuat kebijakan perikanan budi daya berkelanjutan, adalah dengan mendorong penggunaan pakan ramah lingkungan dengan bahan baku yang berasal dari nabati. Contohnya, adalah pakan yang dibuat berdasarkan bahan baku dari maggot (belatung).
Sakti Wahyu Trenggono menyebut, penggunaan pakan yang ramah lingkungan menjadi kunci yang bisa mengubah teknik budi daya menjadi berkelanjutan. Namun, untuk mencapai itu diperlukan inovasi pembuatan pakan dengan menggunakan bahan baku dari nabati.
Dengan cara tersebut, maka penggunaan bahan baku yang sebagian besar berasal dari hasil laut bisa terus dikurangi. Ketergantungan bahan baku dari sana yang selama ini masih ada, diharapkan tidak lagi terjadi di kemudian hari.
“Inovasi terus kami lakukan untuk menghadirkan pakan yang ramah lingkungan,” terang dia.
Dengan menggunakan pakan ikan yang ramah lingkungan, produksi perikanan budi daya secara nasional ditargetkan bisa terus meningkat hingga mencapai target produksi udang yang ditetapkan Pemerintah Indonesia sebanyak 2 juta ton pada 2024 mendatang.
Optimisme tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Tb Haeru Rahayu. Menurut dia, melalui penerapan prinsip keberlanjutan, maka perikanan budi daya diyakini akan bisa menyumbang pasokan udang untuk pasar Indonesia dan internasional.
Dia menambahkan, khusus untuk produksi udang yang mendapat target produksi tinggi pada 2024, KKP melaksanakan strategi untuk meningkatkan produksi dengan memulainya dari bagian hulu produksi, yaitu melalui evaluasi tambak.
“Kemudian melakukan revitalisasi tambak tradisional, dan membangun tambak udang modelling berbasis kawasan. Saat ini semuanya sedang berjalan,” papar dia.
baca juga : Menuju Puncak Produksi Perikanan Budi daya
Kerjasama WOAH
Selain FAO yang menyatakan dukungannya untuk pengembangan perikanan budi daya yang berkelanjutan, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) juga memberikan dukungan penuh kepada Indonesia untuk bisa melaksanakan produksi yang berkelanjutan.
WOAH bahkan digandeng secara khusus oleh KKP untuk ikut terlibat dalam peningkatan produksi perikanan budi daya di Indonesia. Peran khusus WOAH adalah mengevaluasi Performance Veterinary Services (PVS) pathway yang menjadi keahlian khusus lembaga tersebut.
Menurut Tb Haeru Rahayu, evaluasi PVS dilaksanakan karena ada itikad baik dari KKP untuk melaksanakan perbaikan manajemen kesehatan ikan dan sekaligus lingkungan budi daya ikan yang ada di seluruh Indonesia.
WOAH sendiri adalah organisasi antar pemerintah yang bertugas untuk mengoordinasikan, mendukung, dan mempromosikan pengendalian penyakit hewan sebagai bagian dari kontribusi untuk memperkuat sistem dan layanan Kesehatan nasional dan regional.
Manajemen kesehatan dan lingkungan sendiri, menjadi salah satu fokus utama yang sedang dilaksanakan oleh KKP untuk pembangunan subsektor perikanan budi daya. Fokus tersebut dijalankan dengan merujuk pada prinsip ekonomi biru yang juga menjadi fokus utama KKP.
Dalam melaksanakan implementasi kebijakan untuk kesehatan ikan dan lingkungan, KKP melaksanakan program pencegahan penyakit ikan, pengendalian residu, pengaturan penggunaan obat ikan dan kontrol terhadap resistensi antimikroba.
“Serta (melaksanakan) standardisasi laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan, dan juga manajemen lingkungan perikanan budi daya yang baik melalui penerapan CBIB (cara budi daya ikan yang baik),” papar dia.
baca juga : Teknologi Digital Mulai Digunakan untuk Perikanan Budidaya Nasional
Dengan adanya kegiatan evaluasi, Tb Haeru Rahayu yakin itu akan berdampak positif pada pengendalian produk perikanan nasional. Dengan demikian, setiap produk perikanan bisa terbebas dari penyakit, dinyatakan aman untuk dikonsumsi manusia, dan bisa dijual ke pasar internasional melalui jalur ekspor.
“Seluruh upaya ini dilakukan untuk menjamin keberlanjutan sumber daya perikanan budidaya untuk generasi mendatang,” tandas dia.
Masa Depan
Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu memberikan pujiannya untuk Indonesia karena berani menerapkan kebijakan keberlanjutan pada perikanan budi daya. Dia menyebut Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sumber daya kelautan dan perikanan dan sumber daya manusia yang sangat besar.
“Isu kelautan sangat luas, tapi budi daya adalah utama di sektor perikanan. FAO juga fokus pada aspek ekonominya,” terang dia.
Pernyataan tersebut keluar, karena dia menilai perikanan budi daya adalah masa depan sektor perikanan di dunia. Karenanya, budi daya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi negara dan sekaligus menjadi penjaga ketahanan pangan.
Dia bilang, pada 2050 mendatang kebutuhan protein dunia diprediksi akan meningkat hingga mencapai 70 persen dari sekarang. Kenaikan itu bisa terjadi, karena pada prosesnya manusia juga terus bertambah jumlahnya dengan cepat.
baca juga : Produksi Perikanan Budidaya untuk Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim
Terpisah, Ketua Tim Verifikasi WOAH Ana Alfonso juga memberikan pujian atas upaya yang sudah dilaksanakan Indonesia pada pengembangan subsektor perikanan budi daya. Bagi dia, Pemerintah Indonesia sangat fokus untuk memajukan subsektor tersebut sampai sekarang.
Selain sebagai penyuplai kebutuhan perikanan di dalam negeri, perikanan budi daya nasional juga dinilai dia sudah menjadi penyumbang utama untuk perekonomian nasional. Tidak hanya dari kegiatan di dalam negeri, kegiatan dari ekspor juga ikut menyumbang untuk perekonomian nasional.
Dengan peran yang sangat sentral tersebut, dia menyebut kalau perikanan budi daya di Indonesia memerlukan perencanaan dan koordinasi yang baik agar bisa melaksanakan manajemen kesehatan ikan dan lingkungan.
Kegiatan yang menjadi bagian dari manajemen kesehatan ikan dan lingkungan, di antaranya adalah pengendalian dan pencegahan penyakit ikan, dan sistem tanggap darurat. Selain itu, pelaporan yang rutin dan terjadwal juga bisa menjadi kegiatan yang terarah dan baik.
Saat melaksanakan kegiatan kesehatan lingkungan, komponen penting seperti biosekuriti, diagnosis dan pengendalian penyakit, vaksinasi, hingga pengobatan penyakit ikan dalam penyuluhan kepada pelaku usaha budi daya tidak boleh untuk dilewatkan.
“Kolaborasi dan program bersama pihak swasta maupun akademisi dalam bidang penelitian, layanan klinis dan vaksinasi juga dapat terus ditingkatkan,” terang dia.
perlu dibaca : Memulihkan Lingkungan Tempat Produksi Perikanan Budi daya. Untuk Apa?
Dengan jumlah jaringan laboratorium nasional untuk kesehatan hewan akuatik yang besar, Ana Alfonso meyakini kalau Indonesia bisa menjadi lebih baik dalam melaksanakan kegiatan manajemen kesehatan ikan dan lingkungan.
“Upaya tersebut juga akan bisa meningkatkan kesadaran, perbaikan berkelanjutan, dan tata kelola yang baik,” tambah dia.
Bersama jaringan laboratorium yang ada, Indonesia dinilai sudah mampu untuk melaksanakan modernisasi dan ekspansi terhadap produk perikanan yang ada sekarang. Selain itu, melalui kolaborasi juga terjalin sikap yang tanggap dan siaga terhadap semua ancaman.
Bentuk lain untuk menerapkan kesehatan ikan dan lingkungan, adalah dengan penggunaan vaksin khusus yang bisa mencegah ikan terpapar virus atau penyakit. Vaksin yang dimaksud, salah satunya adalah Caprivac Hydrogalaksi yang dibuat mandiri oleh KKP.
KKP mengklaim kalau vaksin tersebut memiliki keunggulan dalam pembentukan antibodi dan mudah diaplikasikan, baik melalui penyuntikan atau perendaman dengan pakan. Ikan yang paling rentan terkena virus atau penyakit, salah satunya adalah ikan air tawar, Nila (Oreochromis niloticus).
Pada September 2022, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan (BRPBATPP), Pusat Riset Perikanan (Pusriskan), Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP), merilis Vaksin Ikan CapriVac Hydrogalaksi.
Kepala BRSDM KP I Nyoman Radiarta menjelaskan kalau Nila rentan terhadap dua penyakit yang timbul bersamaan (ko-infeksi), yaitu Motile aeromonas septicemia (MAS) dan Streptococcosis, dengan nilai angka kesakitan (insidensi) sebesar 60 persen dari total populasi Nila.
CapriVac Hydrogalaksi sendiri adalah vaksin inaktif yang mengandung strain bakteri Aeromonas hydrophila AHL0905-2 dan Streptococcus agalactiae N14G isolat lokal. Itu adalah kandungan untuk melindungi ikan dari serangan penyakit MAS dan Streptococcosis.
Dari hasil uji laboratorium, vaksin tersebut mampu menginduksi respon kebal spesifik (antibodi) pada Nila dan meningkatkan kelangsungan hidup ikan lebih dari 10 persen. Pengembangan ini didasari asumsi bahwa vaksin kombinasi bisa melindungi lebih baik dibanding vaksin tunggal.
Kehadiran vaksin ini diharapkan bisa ikut berkontribusi dalam membangun perikanan budi daya yang berkelanjutan melalui pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkungan. Dengan demikian, nantinya diharapkan bisa dihasilkan produk perikanan budi daya yang aman dikonsumsi dan bisa menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya.
“CapriVac Hydrogalaksi diformulasi dalam bentuk larutan sehingga mudah dalam aplikasi, baik secara injeksi (penyuntikan), perendaman, maupun melalui pakan,” pungkas dia.