- Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Bintan dan Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. DPR RI menindak lanjuti dan menampung semua masalah yang dilaporkan pemerintah terkait.
- Beberapa agenda kunjungan adalah melakukan penyegelan tambang bauksit, peninjau budidaya benih ikan, hingga diskusi masalah illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF)
- Masalah minimnya anggaran pengawasan laut menjadi sorotan, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin akan meminta kebijakan automatic adjustment (pencadangan anggaran) untuk patroli laut. Usulan tersebut akan dibawa dalam rapat bersama KKP dalam waktu dekat.
- Anggota Komisi IV DPR RI Alien Mus melihat minimnya anggaran akibat kurangnya atensi pemerintah terkait illegal fishing yang terjadi. Menurutnya potensi laut di Kepri sangat besar, ini harus menjadi perhatian pemerintah.
Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja teknis ke pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Kamis, 15 September 2022. Kunjungan dipimpin langsung oleh Ketua Komisi IV DPR RI Sudin yang didampingi 9 anggota lainnya.
Sudin berangkat dari Kabupaten Bintan menggunakan kapal pengawas PSDKP. Ia langsung melihat puluhan barang bukti kapal yang melanggar di laut perairan Kepri. Mulai dari kapal ikan asing Vietnam, kapal pelaku penyelundupan benih bening lobster (BBL), dan juga kapal jenis lainnya.
Sudin sempat menanyakan status kapal-kapal tersebut, apalagi kapal kayu ikan asing Vietnam berukuran besar terlihat lapuk bahkan sebagian mulai hancur. Kapal ini belum masuk masa lelang karena proses hukum masih berlangsung cukup lama. “Ini statusnya bagaimana, kalau mau dilelang harganya sudah jauh turun ini,” kata Sudin.
Ia juga melihat, tiga kapal speedboat berukuran besar yang digunakan pelaku penyelundupan 300 ribu BBL ke Singapura beberapa waktu lalu. PSDKP berhasil menangkap kapal, namun pelaku berhasil melarikan ini.
baca : Nasib Nelayan Natuna: Terusir Dari Laut Sendiri, Ditangkap di Laut Malaysia
Kunjungan kerja dilanjutkan dengan diskusi bersama stakeholder di Kepulauan Riau di Aula PSDKP Kota Batam. Mulai dari PSDKP, Dinas Kelautan dan Perikanan hingga organisasi nelayan meminta beberapa masalah di Kepri dicarikan solusinya.
Seperti yang dikatakan, Direktur Pemantauan dan Operasi Armada PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono. PSDKP membutuhkan dukungan semua lini termasuk DPR RI, karena menghadapi jaringan mafia yang memanfaatkan jalur laut.
Salah satu kendala yang masih terjadi sampai saat ini, kata pria yang akrab disapa Ipung itu adalah keterbatasan anggaran patroli, salah satunya keperluan untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) kapal.
Tidak hanya patroli di Kota Batam, Ipung mengatakan patroli laut PSDKP sampai ke Laut Natuna Utara. “Tahun ini kita berhasil menangkap 82 kapal Illegal fishing, yang terbaru kita amankan dua kapal ikan asing berbendera Vietnam di Natuna. Kita komitmen memberantas kejahatan ini,” kata Ipung.
Ipung juga melaporkan masih maraknya terjadi penyelundupan benih lobster di perairan Kota Batam. Satu kapal yang ditangkap KKP baru-baru ini, pelaku membawa 300 ribu benih lobster. “Begitu banyaknya, kita mendapatkan informasi penyelundupan BBL ini bisa 3 kapal berangkat setiap harinya,” kata Ipung.
Ia melaporkan, saat ini negara tidak mendapat apapun setiap penangkapan BBL. Pasalnya BBL dilepasliarkan setelah ditangkap. “Seandainya pemerintah membuat aturan untuk BBL hasil tangkapan ini, bagaimana sebaiknya, kita siap mengawal sehingga negara mendapatkan BNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari penangkapan BBL,” katanya.
Kesulitannya kata Ipung, Singapura masih menerima secara resmi BBL yang berasal dari Indonesia. Kondisi tersebut membuat proses penangkapan di perbatasan mengalami kendala. “Kita pernah mau menangkap penyelundup ke Singapura, dilarang, ini kendalanya,” katanya.
baca juga : Diintimidasi Kapal Penjaga Pantai China, Nelayan Natuna Teriak NKRI Harga Mati
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri Tengku Said Arif Fadillah menyampaikan beberapa masalah kelautan yang terjadi di Kepri. Arif mengatakan, Kepri memiliki 96 persen laut dari total luas daerah, sedangkan daratan hanya 4 persen. “Kami (punya) 2408 pulau dengan total penduduk 2.200.000 jiwa,” katanya.
Namun, kata Arif, pemerintah provinsi hanya punya kewenangan mengurusi 12 mill laut ke bawah, dengan hasil pendapatan diserahkan semuanya ke pemerintah pusat. “Ini yang kita minta, pendapatan kalau bisa dibagi agar pemda juga mendapatkan hasilnya, seperti dulu lagi, sebelum UU Cipta Kerja keluar,” katanya.
Kemudian, dalam aturan perikanan terukur Provinsi Kepri akan mendapatkan empat jatah pembangunan pelabuhan pasca produksi yaitu di Anambas, Natuna dan dua di Kota Batam. Arif meminta pelabuhan pasca produksi ini dibangun di setiap kabupaten dan kota, karena Kepri merupakan daerah kepulauan berbeda dengan Jawa.
Arif juga mengatakan, praktek illegal fishing memang marak terjadi di Kepri. Nelayan juga mengeluhkan kenaikan harga BBM. Biasanya dalam sebulan mereka bisa melaut 4 kali, sekarang terpaksa menjadi 1 kali. “Kami duduk bersama nelayan, mereka selalu menyampaikan keluhan-keluhan itu, yang kemudian kita sampaikan juga ke KKP,” katanya.
Sudin menerima semua masalah yang disampaikan pejabat di Kepulauan Riau. Ia mengatakan, dalam waktu dekat akan melakukan rapat dengan KKP untuk mencari solusi setiap masalah tersebut.
Salah satunya kata Sudin, terkait minimnya anggaran di dalam pengawasan laut yang sangat luas. “Kapal yang membawa kita tadi katanya itu minyak terakhir yang dimiliki PSDKP, ini sangat kecil sekali anggarannya,” katanya.
Begitu juga masalah BBL, kata Sudin, ketika lobster hasil penyelundupan dilepasliarkan kemungkinan besar sebagai akan mati karena stres. “Ini harus dibicarakan lagi,” katanya.
baca juga : Patroli Bersama Belum Jangkau Laut Natuna Utara. Kenapa?
Solusi Patroli yang Minim Anggaran
Keterbatasan anggaran memang menjadi kendala patroli laut di Indonesia, terutama di Laut Natuna Utara. Apalagi perairan Natuna ini berada cukup jauh dari pangkalan yang terdapat di Kota Batam. Keterbatasan anggaran selama ini menjadi alasan PSDKP, Bakamla dalam melakukan patroli Laut Natuna Utara.
Sudin mengatakan, akan membawa masalah ini dalam rapat kerja bersama KKP. Ia meminta automatic adjustment (pencadangan anggaran) dibuka untuk kebutuhan operasional pangkalan. Ia juga sudah menerima keluhan terkait minim anggaran ini dari Dirjen PSDKP hingga ABK kapal patroli. ” Kalau anggaran tidak cukup, gimana mau patroli, anggaran sedikit, laut besar. Saya berharap Kemenkeu bisa membuka automatic adjustment itu,” katanya.
Begitu juga yang disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI Alien Mus. Menurutnya, minimnya anggaran pengawasan laut bukti kurangnya perhatian pemerintah terhadap memberantas illegal fishing. “Kalau menjadi atensi anggaran akan semakin besar,” katanya. Alien juga menyinggung sebagian besar wilayah Kepri ini adalah laut, potensi itu harus bisa dimanfaatkan oleh pemerintah.
Terpisah, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan, alasan minimnya anggaran adalah alasan klasik sejak beberapa tahun belakangan. Ia sangat menyayangkan pemerintah masih beralasan permasalahan illegal fishing tidak teratasi secara maksimal karena keterbatasan anggaran.
“Sudah berganti menteri beberapa kali, masalah anggaran tidak bisa diselesaikan, artinya negara ini nggak belajar bertahun-tahun, untuk mengatasi masalah ini,” kata Susan belum lama ini.
Susan menawarkan masalah anggaran dengan solusi melakukan pemberdayaan nelayan untuk menjaga laut, seperti permintaan nelayan-nelayan Natuna Utara belakangan ini. “Masalah ini tidak bisa diselesaikan seperti menghadapi kebakaran, kalau ada api baru sibuk,” katanya.
Tidak hanya melakukan kunjungan kerja ke PSDKP Kota Batam, Komisi IV DPR RI juga turun melakukan penyegelan lokasi bekas tambang bauksit di Kabupaten Bintan. Setidaknya penyegelan dilakukan di 12 titik dengan total luasan lokasi tambang 300 hektar. Sudin minta pemerintah terkait untuk memperbaiki kawasan bekas tambang tersebut. Agar tidak mengakibatkan longsor atau dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Beberapa organisasi lokal juga melaporkan masalah kerusakan lingkungan, salah satunya NGO Akar Bhumi yang berbasis di Kota Batam. Dalam kunjungan kerja itu, Akar Bhumi memberikan laporan kerusakan lingkungan yang terjadi di Batam. Setidaknya terdapat 20 laporan kejadian. Mulai dari penimbunan mangrove, reklamasi ilegal, hingga cut and fill yang marak terjadi di Kota Batam.