- Selain sampah plastik adanya busa yang mencemari sungai juga menambah beban pencemaran sungai di Indonesia.
- Bukan hanya di hilir, pencemaran juga terjadi di sungai di dalam perkotaan, salah satunya seperti yang terjadi di Sungai Kali Krukut, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, DKI Jakarta.
- Adanya busa yang mencemari sungai tersebut biasanya berasal dari usaha rumah tangga yang menggunakan deterjen, seperti usaha loundry maupun usaha cucian kendaraan. Ada kemungkinan pencemaran itu juga berasal dari limbah pabrik.
- Efek busa yang mencemari sungai itu menyebabkan kadar fosfat menjadi tinggi, bisa mencapai 50 miligram per liter. Sehingga bisa memicu perkembangan tumbuhan air seperti alga. Selain itu juga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Keberadaan sungai yang mestinya memiliki berbagai manfaat untuk kebutuhan manusia maupun makhluk hidup lain dibeberapa daerah kondisinya sudah memprihatinkan. Selain sampah plastik adanya busa yang mencemari sungai juga menambah beban pencemaran sungai di Indonesia.
Bukan hanya di bagian hilir, pencemaran juga terjadi di sungai di dalam perkotaan, salah satunya seperti yang terjadi di Sungai Kali Krukut, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, DKI Jakarta.
Ketika air surut busa-busa itu mengalir mencemari sungai yang lokasinya tidak jauh dari Museum Bahari Jakarta. Sukardi (60), warga setempat mengatakan, adanya buih-buih berwarna putih layaknya salju tersebut terjadi sudah dua bulan lebih.
Hanya kemunculannya tidak setiap waktu. Dibandingkan siang, menurut Sukardi, saat pagi busanya bisa lebih banyak. Ia menduga adanya busa yang mencemari sungai dengan panjang kurang dari 40 kilometer itu berasal dari pabrik yang ada di kawasan itu.
“Bagi saya tidak mengganggu, tapi ikan-ikan pada mati. Padahal disini banyak digunakan untuk mancing,” ujar bapak dua anak yang bekerja sebagai kuli panggul di Pelabuhan Sunda Kelapa, belum lama ini di Jakarta.
baca : Kondisi Sungai Ciliwung Memprihatinkan, Peran Pemerintah Dipertanyakan
Asep Kuswanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, mengatakan, adanya busa yang mencemari sungai tersebut biasanya berasal dari usaha rumah tangga yang menggunakan deterjen, seperti usaha laundry maupun usaha cucian kendaraan.
Selain itu, karena padatnya pemukiman penduduk disepanjang bantaran sungai bisa jadi busanya berasal dari limbah rumah tangga. Bisa bekas orang mandi, cuci baju maupun cuci piring. Ia juga tidak menampik ada kemungkinan pencemaran itu juga berasal dari limbah pabrik.
Dia bilang, meski begitu busa yang mencemari sungai tersebut tidak akan berlangsung lama. “Biasanya kalau ada limpasan air besar atau air sungai deras busanya pasti akan hilang,” ujar pria jebolan pasca sarjana Universitas Gajah Mada, Senin (10/10/2020).
Terjadi Dibeberapa Titik
Bukan hanya di Kali Kerukut, air berbusa yang mencemari sungai juga terjadi di beberapa titik di Sungai Banjir Kanal Timur (BKT). Muhammad Aminullah, Pengkampanye Walhi Jakarta mengatakan, sungai tercemar busa di Provinsi dengan jumlah penduduk kurang lebih 10,56 juta (2022) itu sudah umum terjadi.
Selain terjadi di sungai-sungai besar seperti Sungai BKT, Ciliwung, pencemaran juga terjadi di sungai-sungai kecil seperti Kali Blencong di Marunda dan Kali Adem di Muara Angke. Kondisi kedua sungai di Pesisir Utara Jakarta itu bahkan lebih parah.
baca juga : Darurat Mikroplastik di Sungai Jawa, Aktivis Lingkungan Somasi Para Gubernur
Adanya busa yang mencemari sungai, kata Anca sapaan akrabnya, biasanya memang selalu dikaitkan dengan limbah domestik rumah tangga. Padahal, tidak bisa dipungkiri. Pencemaran itu juga bisa terjadi dari aktivitas limbah pabrik.
Selain busa, warga juga kerapkali melaporkan adanya perubahan warna sungai karena limbah tekstil. “Kalau kami melihat memang sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah yang kurang terorganisir dengan baik. Masih banyak warga yang tinggal di bantaran sungai langsung membuang limbahnya ke sungai,” terang Anca, saat dihubungi, Senin (17/10/2022).
Menurut dia, meski pemerintah sudah memberikan perhatian terhadap pencemaran sungai. Namun, sejauh ini fokusnya hanya di persoalan sampah plastik. Sedangkan untuk limbah cair dari domestik rumah tangga dan industri masih belum banyak diperhatikan.
Mestinya, lanjut dia, adanya limbah cair seperti busa juga perlu perhatian serius. Apalagi jika dilihat dari data pemerintah, tingkat pencemaran sungai di Jakarta itu sudah masuk fase sedang dan berat. Selain itu, pemerintah melalui dinas terkait penting juga untuk menagih laporan industri-industri yang dekat dengan sungai. Datanya kemudia dibuka untuk publik.
“Prihatin banget. Pemerintah ini cenderung menunggu daripada jemput bola. Misalnya kasus yang pernah terjadi di Teluk Jakarta yang terkontaminasi parasetamol, nunggu ramai dulu baru mereka perhatian,” cetus Anca.
baca juga : Sungai-sungai di Jawa Sakit, Ikan Endemik Punah Perlahan
Berbahaya Bagi Kesehatan
Secara garis besar air limbah yang mencemari sungai di Jakarta dapat dibagi menjadi tiga. Selain air limbah domestik yaitu berasal dari buangan rumah tangga, air limbah industri, juga berasal dari air limbah perkantoran dan pertokoan.
Hal itu sebagai akibat masih minimnya fasilitas pengolahan air buangan kota, akhirnya badan-badan sungai jadi tercemar. Bahkan badan sungai yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minumpun telah terpapar.
Peneliti Ecological Observation and Wetlands Conservation atau ECOTON, Alaika Rahmatullah menjelaskan, berdasarkan kajian yang pernah dilakukan lembaganya, efek busa yang mencemari sungai itu menyebabkan kadar fosfat menjadi tinggi, bisa mencapai 50 miligram per liter.
Kondisi ini melebihi baku mutu. Padahal, berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, baku mutu untuk air kelas 2 adalah 0,2 miligram/per liter.
Sedangkan kadar mineral dalam air menurut baku mutu seharusnya 1.000 ppm bisa mencapai 1.470. Ketika senyawa fosfat dengan kadar yang sangat tinggi itu masuk ke dalam air itu bisa memicu perkembangan tumbuhan air seperti alga. Dalam kadar tertentu alga memang diperlukan.
Namun, ketika kapasitasnya melebihi ambang batas tertentu ini bisa membahayakan terhadap makhluk hidup yang ada di sungai.
“Karena sifatnya bisa menutupi cahaya matahari yang masuk ke perairan sungai. Dalam jangka panjang ini bisa menyebabkan kepunahan ikan,” jelas Alex, panggilan akrabnya, Selasa (18/10/2022). Jika air sungai yang tercemar tersebut dipergunakan sebagai sumber air minum maka itu juga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Untuk itu, perlu dilakukan pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah disetiap wilayah penduduk yang bermukim di bantaran sungai, bisa tingkat RW, RT maupun Kelurahan/Desa.