- Rumah Tambi adalah rumah tradisional pada masyarakat etnis Lore di kawasan Lembah Bada, Sulawesi Tengah.
- Rumah tradisional tambi merupakan warisan leluhur sejak prasejarah atau masa megalitik dan merupakan bentuk adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
- Untuk menyambungkan setiap bagian rumah tambi, warga Lore tidak menggunakan paku atau pasak, namun memakai sistem ikat dengan tali ijuk dari pohon enau.
- Rumah tradisional tambi harus dilestarikan dan dapat dikelola menjadi wisata budaya berkelanjutan berbasis eco-culture untuk mendukung wisata megalitik yang terkenal di kawasan Lembah Bada.
Kearifan lokal masyarakat di Indonesia tidak hanya berkaitan dengan ritual, makanan, atau kebiasaan positif merespon lingkungan. Tapi juga, berhubungan dengan konstruksi rumah.
Salah satunya, rumah tradisional tambi milik Suku Lore yang menghuni kawasan Lembah Bada, di Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, yang tak begitu jauh dari Taman Nasional Lore Lindu di Desa Gintu,
Menurut Hari Suroto, Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, rumah tradisional tersebut merupakan warisan leluhur sejak prasejarah atau masa megalitik. Rumah ini sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan, terlihat dari bentuk dan bahan-bahannya yang mudah diperoleh dari sekitar.
“Secara teknis, konstruksi rumah ini tidak menggunakan paku, hanya pakai sistem ikat tali. Pola ini, sangat fleksibel dan tidak kaku, sehingga saat ada gempa bumi, rumah dapat menyesuaikan pergerakan tanah,” ungkap Hari kepada Mongabay Indonesia.
Provinsi Sulawesi Tengah merupakan daerah rawan gempa, ada sesar Palu-Koro yang aktif. Meski demikian, saat ini rumah-rumah di kawasan Lembah Bada pada umumnya sudah moderen, berdinding permanen dengan atap seng. Sementara, pembangunan rumah tradisional tambi mulai banyak ditinggalkan.
Baca: Mengenal Rayap yang Membangun “Katedral” di Merauke
Jenis rumah panggung
Hari menjelaskan, rumah tambi termasuk rumah panggung yang beralaskan umpak batu. Tiang penyangganya terbuat dari kayu bonati. Bubungan atap menggunakan bambu.
Uniknya, untuk menyambungkan setiap bagian rumah, masyarakat tidak menggunakan paku atau pasak, namun memakai tali ijuk dari pohon enau. Denah rumah berbentuk segi empat dengan atap tinggi yang terbuat dari daun ijuk atau rumbia.
Atap rumah berfungsi ganda, sebagai pelindung hujan dan dinding. Rumah ini hanya memiliki satu pintu dan tangga terbuat dari kayu berbentuk bulat yang bisa dilepas, serta biasanya anak tangga berjumlah ganjil, tiga atau lima.
“Setiap rumah tambi juga memiliki rumah tradisional berukuran lebih kecil terpisah. Rumah ini disebut buho, berukuran sekitar 3 x 3 meter. Atap rumah buho berbentuk segi tiga piramida, berbahan rumbia. Fungsinya sebagai lumbung padi,” ujarnya.
Baca: Mengintip Rumah Bambu ala Masyarakat Ngada
Menurut Hari, berdasarkan fungsi, ruang-ruang dalam rumah tradisional tambi memiliki tiga bagian, yakni lobona atau ruang tengah yang berfungsi sebagai menerima tamu. Lalu asari sebagai tempat tidur, juga untuk menyimpan benda pusaka yang letaknya di sekeliling lobona.
Serta ada rapu atau tungku, terletak di bagian tengah bangunan, yang berukuran sekitar 1 x 1 meter. Selain digunakan sebagai tempat memasak, rapu juga untuk perapian yang menerangi dan menghangatkan ruangan malam hari.
“Rumah tradisional tambi harus dilestarikan dengan pendekatan riset dan pendokumentasian. Rumah ini juga dapat dikelola menjadi wisata budaya berkelanjutan berbasis eco-culture untuk mendukung wisata megalitik yang terkenal di kawasan Lembah Bada,” ungkapnya.
Dijelaskannya lagi, dengan dikelola menjadi wisata budaya, masyarakat etnis Lore akan mendapatkan keuntungan ekonomi yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan dalam melestarikan budaya.
Alternatif lain dalam pelestarian rumah tradisional tambi dan buho yaitu dengan mengembangkan sebuah kawasan yang luas dalam bentuk museum terbuka. Dengan begitu, rumah tradisional ini dapat dirawat dengan baik, selain juga untuk mengekspresikan budaya.
Baca juga: Unik, Buah Kelapa Dapat Dijadikan Mahar Perkawinan
Sebuah publikasi ilmiah mengenai rumah tradisional tambi ditulis oleh Citra Iqliyah Darojah, dengan judul “Corak Budaya Austronesia Pada Rumah Tradisional Lembah Bada, Sulawesi Tengah dan Rumah Tradisional Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur”. Menurut penelitian tersebut, ada beberapa faktor yang mempengaruhi ciri rumah tradisional tambi, yakni historis, religi, lingkungan alam, dan keamanan.
Faktor historis berhubungan dengan mitos dan asal usul nenek moyang. Faktor religi berhubungan dengan kepercayaan tradisional masyarakat atau pemujaan nenek moyang. Faktor lingkungan antara lain terkait jenis tanah, curah hujan, iklim, dan kontur lahan. Faktor keamanan terkait ancaman dari binatang maupun manusia.
“Keseluruhan faktor ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan,” ujar Citra dalam penelitiannya.