- Sejumlah pasar tradisional di beberapa kota di Indonesia masih berjuang mewujudkan pasar bebas plastik sekali pakai.
- Secara umum ada kemajuan terkait pengurangan penggunaan kresek besar dan kecil, dengan peningkatan pembeli membawa tas belanja sendiri.
- Inovasi oleh pengelola pasar dan penegakan peraturan oleh pemerintah daerah dinilai penting untuk keberlanjutan jangka panjang.
- Di Bali, ada dua pasar yang masih berjibaku minim plastik sekali pakai. Salah satunya yang akan memulai yaitu pasar seni Guwang di Gianyar.
Suasana Pasar Seni Guwang di Sukawati, Gianyar, Bali, masih cukup lengang pada siang hari Kamis 10 November 2022 lalu. Para pedagang duduk berjejer di depan los-los kecil memanjang. Belum terlihat bus besar berisi turis yang memasuki pasar. Hanya pengunjung dalam kelompok kecil.
Hari ini juga ada pengumuman dari pengelola pasar agar pedagang bersiap menyediakan kantong belanja bukan sekali pakai mulai akhir November ini. Pengelola pasar akan menetapkan larangan pemberian kresek plastik. Para pedagang bisa membeli tas-tas belanja ini di pengelola pasar dengan harga dasar untuk biaya mencetak.
Demikian disampaikan Bendesa Adat Guwang Ketut Karben Wardana yang menyampaikan langsung pengumuman ini di tengah pasar. Pasar seni di lahan 22 are milik Pemerintah Kabupaten Gianyar ini dikelola Desa Adat Guwang melalui badan usaha pasar desa adat atau BUPDA. “Kami akan jadi pasar pertama bebas kantong plastik,” harapnya.
Sebelum supermarket oleh-oleh menjamur di Bali, pasar-pasar seni ini sangat ramai dan jadi tujuan membeli suvenir mulai dari pakaian, aksesoris, lukisan, patung, hiasan interior rumah, dan lainnya. Di Sukawati ada dua pasar seni, yakni Pasar Seni Sukawati dan Pasar Seni Guwang. Keduanya berdekatan, hanya berjarak beberapa ratus meter.
Putu Hendra, Plt BUPDA Desa Adat Guwang mengatakan pihaknya menyediakan dua skema dalam menerbitkan peraturan baru pengurangan kresek di pasar seni ini. Pertama, pedagang tidak menyediakan kresek seperti di supermarket, namun menawarkan tas dari bahan spunbond berbagai ukuran, termasuk tas-tas suvenir yang dijual pedagang sebagai dagangan.
Kedua, pengelola pasar menyediakan tas spunbond dengan harga dasar, pedagang bisa beli di pengelola atau tempat lain karena tidak diwajibkan. Saat ini pihaknya sudah mencetak ratusan tas dengan perhitungan rata-rata 10 pcs untuk tiap pedagang yang jumlahnya lebih dari 500 orang. “Per 27 November ini ada peraturan desa adat tidak menggunakan sekali pakai di pasar seni ini,” urai Hendra.
baca : Mengurai Benang Kusut Pasar Bebas Plastik
Pengumuman ini tidak mengejutkan para pedagang karena mereka sudah tahu rencana ini dari beberapa kali penyuluhan. Iluh Sri, salah satu pedagang mengatakan tidak keberatan dengan rencana ini asal semua kompak. Ia takut pembeli menolak diminta tambah biaya tas spunbond, apalagi jika belanja sedikit.
Pengelola pasar juga menyediakan desain tas custom jika pedagang menghendaki berisi nama toko, logo, dan lainnya. Pedagang diminta ganti biaya mencetak.
Selain mengunjungi Pasar Seni Guwang, Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) juga mengajak melihat proses yang sudah berjalan sekitar satu tahun di pasar tradisional, Pasar Sindhu di Sanur, Denpasar. Pasar ini sudah berproses setahun untuk mewujudkan minim kresek, namun masih berjuang.
Para pembeli terlihat sudah ada banyak membawa tas belanja sendiri. Namun pedagang masih membungkus atau mewadahi dagangannya dengan kresek atau kantong plastik.
Catur Yudha Hariani, Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali yang mendampingi proses ini mengatakan tidak mudah mengubah pasar jadi zero waste karena targetnya pedagang dan konsumen. Pemerintah hanya beri imbauan bukan pendampingan. Salah satu strategi yang dicoba adalah membuat komunitas Sobat Pasar agar pendekatan lebih intens.
Gede Riky dari Sobat Pasar mengatakan kresek sudah 40% bisa dikurangi, namun karena di pasar banyak pedagang sangat sulit melarang pemberian kresek. Beda dengan supermarket.
Reken, salah satu perempuan pedagang mengatakan sangat sulit mengganti kantong plastik karena ia berjualan ikan. Apalagi ada kuah ikan yang harus diisi ke kantong plastik sementara pembeli tidak membawa wadah sendiri. “Ini air ikannya panas lagi. Pakai wadah apa kalau berkuah,” tanyanya.
Uji coba pasar percontohan bebas plastik merupakan kolaborasi antara Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) dan mitra lokal, dengan pengelola pasar tradisional di daerah. Kegiatan ini sudah dimulai sejak Desember 2019 di Pasar Tebet Barat, Jakarta. GIDKP juga bagian dari AZWI.
baca juga : Operasi Kantong Plastik di Pasar. Memangnya Efektif?
Program ini bertujuan menciptakan ekosistem pasar tradisional bebas dari plastik sekali pakai secara berkelanjutan dan mendorong pengurangan penggunaan plastik sekali pakai hingga 100% sejalan dengan Peraturan Menteri LHK P.75/2019 di 2030.
Tantangannya adalah stigma bahwa pembeli dan pedagang pasar tradisional masih sulit melepas ketergantungan pada plastik sekali pakai. Sementara diperkirakan ada 416 juta lembar kantong plastik dalam satu tahun dihasilkan oleh pasar rakyat saja. Jumlah ini sekitar 45% dari keseluruhan sumber kantong plastik selain dari pusat perbelanjaan, toko modern, dan restoran.
Selama satu tahun uji coba di Pasar Sindhu, Denpasar, ada temuan menarik. Penggunaan plastik transparan berkurang sebanyak 37%. Namun, penggunaan kantong plastik besar dan kecil meningkat sebanyak 70%.
Uji coba di daerah lain misalnya Pasar Kosambi dan Cihapit, Bandung, Jawa Barat, menunjukkan penggunaan kantong plastik sekali pakai di Pasar Kosambi berkurang sebanyak 11% dan 19% di Pasar Cihapit.
Pembeli yang membawa kantong belanja ramah lingkungan di Pasar Cihapit meningkat sebanyak 33% dan 13% di Pasar Kosambi. Sekitar 289 pedagang mendapatkan edukasi tata cara bertransaksi bebas plastik.
Sementara di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, diadakan di Pasar Pekauman dan Pandu. Diketahui penggunaan kantong plastik sekali pakai di Pasar Pekauman berkurang sebanyak 18% dan 27% di Pasar Pandu.
Pembeli yang membawa kantong belanja ramah lingkungan di Pasar Pandu meningkat sebanyak 21% dan 42% di Pasar Pekauman. Sebanyak 350 pedagang mendapatkan edukasi tata cara bertransaksi bebas plastik.
Di Bogor, Jawa Barat, uji coba di Pasar Baru Bogor yang dikelola oleh perusahaan umum daerah. Penggunaan plastik belanja sekali pakai berukuran kecil berkurang sebanyak 30% dan plastik transparan berkurang sebanyak 34%. Persentase pembeli yang membawa kantong belanja ramah lingkungan saat berbelanja mengalami kenaikan sebesar 17%.
Sedangkan di Jakarta diadakan di Pasar Tebet Barat selama periode 2019-2021. Jumlah konsumen yang membawa kantong belanja ramah lingkungan meningkat secara signifikan sebesar 100%. Juga terjadi penurunan penggunaan kantong plastik besar dan kecil sebesar 6% dan 11%.
baca juga : Teknologi Mudahkan Upaya Pengurangan Sampah Plastik, Seperti Apa?
Untuk Kota Surabaya, Jawa Timur, program ini diujicobakan di Pasar Fresh Market Citraland yang dikelola oleh pihak swasta. Hasil perhitungannya, penggunaan plastik sekali pakai berukuran kecil berkurang sebanyak 19%, besar 23%, dan plastik transparan berkurang sebanyak 35%.
Lutfi Alby, Staf Advokasi GIDKP mencatat sejumlah evaluasi dari program pasar bebas plastik di sejumlah kota. Pertama, observasi dan rekomendasi pemangku kepentingan dapat menentukan tingkat keberhasilan program. Berikutnya perlu dibangun komunikasi antara pedagang dan konsumen untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Perlu kerjasama dengan kios plastik sebagai bagian yang terdampak dengan adanya pelaksanaan program dan adanya insentif untuk pedagang dan konsumen yang bisa mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Program harus melibatkan seluruh elemen pasar selama implementasi program seperti staf kebersihan, keamanan, dan lainnya. Kampanye perlu dilakukan secara masif, menyeluruh dan intensif pada area pasar dan penegakkan peraturan oleh pemerintah daerah melalui pembinaan, penyuluhan, dan lainnya untuk memastikan keberlanjutan program dalam jangka panjang.