- Petugas BBKSDA Sumut pasang kendang jebak harimau di Langkat, Sumatera Utara, dengan gunakan anjing sebagai satwa umpan. Aksi umpan gunakan anjing pun mendapat protes pegiat konservasi harimau karena bisa membahayakan satwa langka dilindungi itu.
- Anehnya, harimau masuk kendang tetapi tak menyentuh sama sekali anjing yang jadi umpan. Bahkan, ada satu momen anjing dan harimau tergolek bersama seolah saling berpelukan.
- Ruslan Depari, warga Langkat, mengatakan, saat masuk perkampungan, harimau ini tak menyerang atau memakan ternak warga. Harimau ini hanya bermain dan sempat mengejar satu sapi, tetapi tidak diserang sama sekali, seolah-olah sapi itu hanya diajak main saja setelah itu pergi.
- Sunarto, pakar konservasi satwa liar mengatakan, konflik ini sebetulnya tergantung persepsi manusia. Dia contohkan, kalau suatu kawasan hutan ada harimau dan orang paham tentu akan senang ada satwa itu di sana. Namun, kalau orang sudah punya persepsi buruk tentang harimau tentu akan menganggap itu ancaman.
Lebih satu jam anjing itu tak berhenti menggonggong. Di sebelahnya, seekor harimau Sumatera tergolek santai seolah ingin menerkam sekelompok manusia yang tengah berswafoto di luar kandang. Harimau ini baru masuk kendang jebak yang dipasang petugas BBKSDA Sumatera Utara, pada 21 Desember lalu. Pemandangan ini terlihat agak aneh, harimau yang keluar dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan muncul di pemukiman warga di Aras Napal Kiri, Kecamatan Besitang, Langkat, Sumatera Utara itu, sama sekali tidak menyentuh umpan yang dipasang petugas. Bahkan, ada satu momen anjing dan harimau tergolek bersama seolah saling berpelukan.
Di Kabupaten Simalungun, Padang Lawas Utara dan Tapanuli Utara dari laporan petugas, harimau keluar dari kawasan hutan muncul ke pemukiman menyerang ternak sapi bahkan anjing. Harimau yang masuk kandang jebak ini berbeda, dia tak mengganggu anjing yang jadi umpan dalam kendang jebak itu.
Ruslan Depari, warga Aras mengatakan, harimau yang masuk kandang jebak itu sudah muncul sekitar sebulan ini. Saat harimau masuk kandang jebak, warga datang untuk swafoto. Ada warga yang lapor ke petugas BKSDA Sumut kalau harimau sudah masuk kendang jebak. Tak lama petugas datang.
“Begitu petugas Taman Nasional Gunung Leuser tiba, mereka langsung meminta warga mundur, menjauh agar harimau tidak stres. Mereka pergi dari kandang jebak, ” kata Ruslan.
Saat masuk perkampungan, harimau ini tak menyerang atau memakan ternak warga. Harimau ini hanya bermain dan sempat mengejar satu sapi, tetapi tidak diserang sama sekali, seolah-olah sapi itu hanya diajak main saja setelah itu pergi.
Lokasi tempat harimau sering muncul, katanya, sangat dekat dengan harimau Bestie, yang pernah muncul dan direlokasi belum lama ini. Warga menduga, harimau yang muncul ini saudara Bestie.
“Lokasi dekat Bestie yang masuk kandang jebak juga dilepas ke Aceh (TNGL). Kami berharap harimau ini segera dilepaskan ke hutan Leuser lagi. Kasihan lama-lama dalam kandang sempit itu, ” kata Ruslan.
Lantas bagaimana langkah selanjutnya? BBKSDA Sumut mulai dari harimau masuk kandang jebak hingga 27 Desember lalu masih belum mau memberikan keterangan kepada media.
Mongabay sudah mencoba dua kali menghubungi Rudianto Saragih Napitu, Kepala BBKSDA Sumut, namun belum mau memberikan penjelasan.
Umpan anjing, ceroboh!
Aksi petugas gunakan anjing untuk umpan kandang jebak harimau, mendapat kecaman dari berbagai pihak. Petugas dinilai ceroboh dan bisa membahayakan harimau andai sang anjing bervirus.
Forum investigator Zoo Indonesia menyatakan, memasukkan anjing sebagai umpan memancing harimau merupakan sikap gegabah dan perbuatan ceroboh. Diketahui umum, kalau anjing punya virus CDV yang sangat berbahaya sekali kalau terpapar atau menular ke harimau. Selain virus flu babi Afrika virus ini juga sudah membuat kegundahan bagi dunia konservasi terutama penyelamatan satwa liar terancam punah seperti harimau ini.
Dara Tohpati, Laboran Biologi Forum investigator Zoo Indonesia bilang, mustahil petugas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan takt ahu soal virus berbahaya ini hingga begitu sembrono jadikan anjing sebagai umpan.
Mereka mendesak, otoritas melakukan pemeriksaan laboratorium lengkap dan detail dan tak menganggap enteng virus ini.
Tangani secepatnya
Anhar Lubis, dokter hewan dari Forum Konservasi Leuser (FKL) mengatakan, harus secepatnya pemeriksaan fisik dan medis harimau guna memastikan dalam kondisi baik alias tak terpapar virus atau penyakit yang membahayakan seperti virus canis distemper virus (CDV).
Ada dugaan harimau yang muncul di pemukiman warga ini, saudara dari harimau Bestie. Untuk memastikan, katanya, perlu tes DNA.
Pemantauan perilaku, katanya, juga harus dilakukan. Apabila, semua baik-baik saja dia rekomendasikan segera lepas liar. Kalau perlu observasi lebih lanjut, dia rekomendasikan penitipan ke Suaka Barumun.
Sunarto, pakar konservasi satwa liar mengatakan, konflik ini sebetulnya tergantung persepsi manusia. Dia contohkan, kalau suatu kawasan hutan ada harimau dan orang paham tentu akan senang ada satwa itu di sana. Namun, katanya, kalau orang sudah punya persepsi buruk tentang harimau tentu akan menganggap itu ancaman.
“Persepsi keberadaan harimau di suatu tempat itu dianggap sebagai konflik atau tidak semua tergantung cara berpikir manusia itu sendiri,” katanya.
Berdasarkan kajiannya, ada empat poin penyebab konflik antara satwa dengan manusia khusus harimau. Pertama, sisi manusia. Bagaimana manusia mempunyai pemahaman tentang satwa. Jadi, meskipun satwa baik-baik saja, akan dianggap sebagai konflik kalau tak ada pemahaman.
Kedua, sisi habitat. Untuk ini, biasa ada tempat-tempat yang jadi lintasan dari satwa yang menjelajah. Tempat-tempat seperti itu relatif rawan konflik dibandingkan wilayah lain yang memiliki batas antara hutan dengan pemukiman.
“Misal, kondisi hutan dengan bentang bulat, batasnya itu clear dan di luar tidak ada hutan itu biasanya konflik akan lebih rendah, tetapi ketika banyak hutan sekunder yang telah terganggu, justru menjadi tempat yang paling disukai untuk berburu sebab banyak mangsa buruan di situ. Ini juga bisa jadi salah satu pemicu konflik apalagi manusia juga beraktivitas di situ.”
Ketiga, faktor satwa. Poin ketiga ini, katanya, karena banyak faktor, salah satunya harimau itu terserang virus. Kalau terserang virus CDV harimau tak lagi takut dengan manusia hingga terjadi konflik.
Bisa juga karena demografi. Harimau jantan wilayah jelajah lebih luas, katanya, maka potensi pertemuan dengan manusia akan lebih besar dibandingkan betina. Atau satwa lebih muda yang mencari teritorial baru, bisa lebih jauh berpetualang untuk menemukan tempat-tempat baru hingga berpotensi bertemu manusia.
Keempat, mangsa buruan. Kalau mangsa buruan makin menipis, katanya, bisa jadi harimau mencari tempat lain bahkan keluar kawasan hingga menyebabkan pertemuan dengan manusia.
******