- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru saja merilis data terbaru capaian penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) untuk sektor kelautan dan perikanan. Sepanjang 2022, PNBP berhasil terkumpul sampai Rp1,79 triliun
- Capaian tersebut diklaim KKP sebagai yang terbaik sepanjang sejarah PNBP perikanan ada. Raihan itu berasal dari subsektor yang dikelola KKP, seperti perikanan tangkap, perikanan budi daya, dan pengelolaan ruang laut
- Selain dari sumber daya alam (SDA), PNBP juga dikumpulkan dari non SDA dan badan layanan umum (BLU). Semua subsektor itu saling bantu membantu untuk mendorong peningkatan nilai PNBP sepanjang tahun
- Klaim KKP tersebut mendapat bantahan dari pihak lain, karena merujuk pada data resmi yang lebih detail. Selain itu, jika membandingkan capaian tahun-tahun sebelumnya, raihan PNBP 2022 secara garis besar disimpulkan gagal mencapai target yang sudah ditetapkan sebelumnya
Capaian penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) untuk sektor kelautan dan perikanan tahun buku 2022 diklaim menjadi yang tersukses sepanjang sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berdiri. Sepanjang tahun tersebut, PNBP yang terkumpul mencapai Rp1,79 triliun.
KKP menyatakan bahwa capaian PNBP itu menjadi rekor terbaik sepanjang masa. Itu menunjukkan bahwa kinerja positif sudah dibukukan oleh seluruh tim, baik di lapangan ataupun yang ada di kantor.
Tetapi, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan memberi analisis berbeda dengan capaian yang dilakukan KKP tersebut. Menurut dia, meski dari hitungan angka memang ada peningkatan sangat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun yang terjadi sebenarnya adalah PNBP masih ada di bawah target.
Kepada Mongabay, dia menjelaskan bahwa KKP harus memberikan penjelasan secara detail kepada publik apa yang menjadi penyebab tidak tercapainya target sepanjang 2022. Misalnya saja, kontribusi produk domestik bruto (PDB) perikanan sampai triwulan III-2022 hanya sanggup mencapai angka Rp202,610 miliar.
Kemudian, kontribusi PDB perikanan juga hanya mencatatkan angka 2,54 persen pada 2022 atau turun dari capaian 2021 yang tercatat di angka 2,83 persen. Fakta tersebut menjelaskan ada penurunan ekonomi perikanan, baik dari investasi, ekspor, dan belanja Pemerintah.
Dia juga menyimpulkan kalau capaian PNBP sektor kelautan dan perikanan sepanjang 2022 merupakan capaian positif yang tidak terlalu mengagetkan. Bahkan, tanpa ragu dia menyebut kalau capaian PNBP 2022 senilai Rp1,79 triliun merupakan capaian di bawah target.
baca : KKP : Capaian Semester 1 Catatkan PNBP 111 persen, Tetapi Nelayan Masih ada yang Merana
Ada alasan kenapa capaian PNBP 2022 tidak mencapai target. Pertama, karena peningkatan PNBP menjadi satu dari tiga program prioritas yang ditetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dari 2022 hingga 2024.
Dua program lainnya yang menjadi prioritas, adalah pengembangan perikanan budi daya untuk ekspor, dan pengembangan kampung perikanan. Setelah ditetapkan menjadi prioritas, PNBP ditargetkan bisa mencapai Rp1,6 triliun pada 2022.
“Namun, capaiannya hanya berhasil di angka Rp1,1 triliun atau hanya bisa mencapai 69,98 persen dari target yang sudah ditetapkan,” jelas dia, awal pekan ini di Jakarta.
Alasan kedua kenapa capaian PNBP 2022 masih belum memuaskan, adalah karena ada skenario yang sudah disiapkan oleh KKP dan merujuk pada capaian PNBP 2021. Skenario tersebut menetapkan target PNBP dari subsektor perikanan bisa mencapai puncaknya dengan raihan senilai Rp12 triliun.
Sebelum bisa mencapai puncak pada 2024, PNBP disiapkan untuk bisa meningkat secara perlahan dengan memulainya dari 2022 melalui target senilai Rp6,01 triliun. Jadi, capaian PNBP senilai Rp1,79 triliun pada 2022, merupakan capaian yang dinilai masih jauh dari target, karena nilai dari perikanan tangkap masih rendah.
Alasan ketiga, kenapa capaian akhir PNBP 2022 bisa signifikan nilainya, adalah karena ada kontribusi dari PNBP non sumber daya alam (SDA) yang mengalami peningkatan sangat besar. Ditargetkan bisa meraih Rp208,7 miliar, nyatanya PNBP non SDA bisa meraih Rp611,8 miliar atau mencapai 293,14 persen.
“Artinya ada geliat usaha subsektor lain seperti pengelolaan ruang laut yang rupanya sangat berpotensi untuk dipungut. Subsektor ini sangat baik karena berkaitan dengan pemanfaatan jasa kelautan yang tidak eksploitatif,” terangnya.
baca juga : Ada Aksi Korporasi dalam Regulasi Kelautan dan Perikanan
Walau masih di bawah target, namun Suhufan menilai kalau capaian 2022 seharusnya bisa memberi manfaat kepada masyarakat kelautan dan perikanan dengan penuh keadilan. Dia menilai perlu ada pengembalian manfaat kepada mereka dalam banyak bentuk.
“Artinya, perolehan tersebut mesti dikembalikan untuk mengatasi masalah perikanan, terutama bagi pelaku usaha dan nelayan kecil, agar perbaikan kualitas hidup mereka dapat lebih meningkat,” tambah dia.
Penurunan Perikanan Tangkap
Menimpali pernyataan di atas, Pengamat Kelautan dan Perikanan Suhana juga memberikan analisis yang serupa. Dia mengakui jika capaian PNBP perikanan menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah PNBP perikanan.
Namun, dia memberi catatan bahwa capaian tersebut tidak lebih baik dari capaian pada 2021, di mana saat itu PNBP perikanan bisa mencapai 73,99 persen dari target yang ditetapkan. Capaian 2021 juga bahkan ada di bawah capaian sepanjang 2018 dan 2019 dengan 90,75 persen dan 83,40 persen.
Melihat capaian pada tahun-tahun sebelumnya, seharusnya 2022 menjadi tahun terbaik untuk pengumpulan PNBP perikanan dan nilainya bisa jauh lebih besar karena tarif yang digunakan juga jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Rincinya, karena sebelum 2022 pengumpulan PNBP masih menggunakan Peraturan Pemerintah No.75/2015 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sementara, untuk 2022 sudah menggunakan hitungan tarif sesuai dengan PP No.85/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Suhana menilai dari realisasi PNBP perikanan pada 2022, khususnya yang berasal dari sumber daya alam (SDA), ada kinerja yang tidak maksimal dari pengumpulan pajak. Dia menduga itu terjadi karena masih banyak kapal perikanan yang belum mendapatkan izin perpanjangan.
“Atau dengan kata lain usaha perikanan tangkap lagi mengalami penurunan,” terang dia.
perlu dibaca : 2022, Sektor Kelautan dan Perikanan Ingin Berlari Cepat
Kapal-kapal perikanan yang tertahan karena belum mendapatkan perpanjangan perizinan itu, diduga kuat didominasi oleh kapal yang ukurannya di atas 30 gros ton (GT). Tanpa kapal dengan jumlah banyak di laut maka PNBP akan kesulitan terkumpul sesuai target.
“PNBP kan basisnya izin kapal ikan. Kalau izin kapalnya sama dengan sebelum tahun 2022, harusnya nilai PNBP-nya lebih besar,” tambah dia.
Fakta tersebut juga memberikan sinyal bahwa Menteri KP akan kesulitan untuk mewujudkan target PNBP senilai Rp12 triliun pada 2024 mendatang. Itu berarti, KKP harus segera melakukan rasionalisasi target PNBP perikanan.
PNBP KKP Terbesar
Sebelumnya, menjelang pergantian tahun dari 2022 ke 2023, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memaparkan bahwa capaian PNBP senilai Rp7,9 triliun menunjukkan bahwa kinerja sepanjang 2022 sudah berjalan positif.
Dia merinci, perolehan PNBP sementara sebesar Rp1,79 triliun berasal dari SDA perikanan senilai Rp1,1 triliun, non SDA Rp611,8 miliar, dan badan layanan umum (BLU) senilai Rp44,3 miliar. Capaian tersebut mencetak sejarah sebagai PNBP terbesar KKP sejak berdiri pada 1999.
Sedangkan, volume produksi perikanan sampai triwulan III-2022 mencapai 18,45 juta ton. Terdiri dari hasil tangkapan sebanyak 5,97 juta ton, hasil perikanan budidaya 5,57 ton, dan rumput laut sebanyak 6,9 juta ton.
“Kami mencoba dengan kondisi yang ada, dan melakukan yang terbaik,” ucap dia.
Trenggono memaparkan, ada lima program ekonomi biru yang dijalankan untuk mengelola sektor kelautan dan perikanan di Indonesia. Program itu mencakup pengelolaan dari sejak hulu hingga hilir.
Sebut saja, program perluasan kawasan konservasi, penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan budi daya berkelanjutan, pengelolaan berkelanjutan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta penanganan sampah laut melalui program Bulan Cinta Laut (BCL).
baca juga : Membumikan Ekonomi Biru di Tengah Ancaman Perubahan Iklim
Namun, dia menyebut bahwa belum semua program ekonomi biru bisa berjalan pada 2022. Untuk itu, 2022 menjadi tahun yang ditargetkan bisa melaksanakan semua program ekonomi biru agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, serta menjaga kelestarian ekosistem kelautan dan perikanan.
“Membuat sebuah kebijakan dan menerapkannya karena menyangkut kepentingan masyarakat Indonesia yang begitu luas, tidaklah mudah,” ucap dia.
Peran Subsektor
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini Hanafi pada kesempatan berbeda mengatakan kalau PNBP yang berasal dari perikanan tangkap nilainya mencapai Rp1,26 triliun pada 2022. Nilai tersebut naik 61 persen dari 2021 yang membukukan nilai Rp784 miliar.
“Menjadi catatan rekor tertinggi PNBP subsektor perikanan tangkap,” tutur dia.
Dia mengklaim kalau kenaikan signifikan tersebut bisa terjadi karena ada upaya perbaikan yang dilakukan pihaknya secara bersamaan. Perbaikan tersebut memicu banyak kinerja positif sepanjang tahun yang kemudian menumbuhkan subsektor perikanan tangkap.
Sepanjang 2022, KKP menerbitkan sebanyak 4.347 surat izin usaha perikanan (SIUP), 7.760 perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan/surat izin penangkapan ikan (SIPI), dan 770 perizinan berusaha subsektor pengangkutan ikan/surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI).
Jumlah dokumen di atas, termasuk dari hasil pembenahan perizinan atas kapal yang semula tidak lengkap dokumennya atau sudah kadaluarsa izinnya, juga dari migrasi izin daerah ke izin pusat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Zaini menambahkan, rerata nilai tukar nelayan (NTN) sampai bulan November 2022 juga mengalami kenaikan menjadi 106,56. Jumlah produksi perikanan tangkap hingga triwulan III-2022 tercatat sebesar 5,96 juta ton dengan nilai produksi mencapai Rp182,59 triliun.
Selain itu, sepanjang 2022 juga pihaknya sudah menerbitkan sertifikasi untuk 11.488 awak kapal perikanan (AKP)/nelayan, 12.190 Sertifikat Kelaikan Kapal Perikanan, memfasilitasi sertifikasi hak atas tanah nelayan sebanyak 9.734.
Kemudian, memfasilitasi pendanaan usaha nelayan untuk 2.037 calon debitur dan 925 debitur, fasilitasi 201.735 dokumen perjanjian kerja laut (PKL) bagi AKP, peningkatan kapasitas 2.500 kelompok usaha bersama, memfasilitasi 308.858 AKP menjadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Serta pelaksanaan bakti nelayan di 65 lokasi dengan penyerahan 65.000 paket bantuan perbekalan melaut,” tambah dia.
baca juga : Koral: Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Memperburuk Kehidupan Nelayan
Terkait penangkapan ikan terukur, pihaknya sudah mempersiapkan pengembangan pelabuhan perikanan sebagai sarana tambahan. Para petugas yang andal juga telah disiapkan untuk melaksanakan implementasi PNBP pascaproduksi pada awal 2023.
Kemudian, KKP juga menyiapkan aplikasi penangkapan ikan terukur secara elektronik (e-PIT) untuk memudahkan penghitungan PNBP pungutan hasil perikanan (PHP) pascaproduksi melalui penghitungan mandiri (self assessment).
“e-PIT juga akan mendukung pelaksanaan kebijakan penangkapan ikan terukur secara keseluruhan setelah seluruh peraturan terkaitnya diundangkan,” tandasnya.
Aplikasi tersebut akan memudahkan pelaku usaha yang memiliki perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan dan subsektor pengangkutan ikan yang diterbitkan Menteri Kelautan dan Perikanan karena telah mengintegrasikan berbagai layanan.
Sementara, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Hendra Yusran Siry menjabarkan bahwa subsektor pengelolaan ruang laut berkontribusi senilai Rp335,94 miliar terhadap pengumpulan PNBP perikanan sepanjang 2022.
Jumlah tersebut naik 671 persen dibandingkan 2021 dan berhasil melampaui target sebesar Rp50 miliar yang ditetapkan. Total pendapatan tersebut salah satunya berasal dari persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL) senilai Rp316 miliar.
Kemudian, ada juga pemanfaatan kawasan konservasi senilai Rp1,1 miliar, pemanfaatan jenis ikan senilai Rp18,35 miliar, serta jasa kelautan dan rekomendasi pulau-pulau kecil senilai Rp0,4 miliar. Semua itu menjadi penegas bahwa peningkatan PNBP terus didorong pada semua subsektor.
baca juga : Apakah Tepat Laut Dijadikan Sumber Obligasi untuk Negara?
Selain PNBP, 2022 juga menjadi tahun menyenangkan bagi KKP, karena 35 dokumen rencana zonasi berhasil diselesaikan, dan mendorong pembentukan kawasan konservasi seluas 28,9 juta hektare. Program tersebut menjadi bagian dari upaya perluasan wilayah konservasi 30 persen dari luas wilayah perairan Indonesia.
Perluasan tersebut dilaksanakan dengan tetap mengedepankan kualitas kawasan konservasi, termasuk menetapkan zona konservasi di enam zona penangkapan ikan terukur. Menurutnya, tidak cukup dengan penambahan luasan saja, namun pengelolaan juga penting agar kawasan konservasi bisa berfungsi dengan baik untuk menjaga produktivitas lautnya.
Kemudian, sebagai Management Authority (MA) untuk Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), KKP juga melakukan penguatan upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan 16 jenis ikan yang dilindungi.
Juga, melakukan evaluasi efektivitas pengelolaannya, penyusunan neraca sumber daya laut, dan pemberian bantuan kepada Kelompok Masyarakat Penggerak Konservasi (KOMPAK) yang tersebar di 85 kabupaten/kota di 30 provinsi.
Tidak lupa, KKP juga mengintegrasikan pengelolaan pesisir berbasis wilayah non kawasan konservasi (other effective area – based conservation/OECM) ke dalam rencana pemerintah, penanggulangan pencemaran, rehabilitasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil terluar.
Integrasi juga dilakukan ke dalam mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim, fasilitasi masyarakat hukum adat (MHA) dan masyarakat lokal, kegiatan garam nasional, benda muatan kapal tenggelam (BMKT), pengelolaan wisata bahari, pengelolaan biofarmakologi, reklamasi, serta bangunan dan instalasi laut.
Berkaitan dengan penataan ruang laut untuk perlindungan ekosistem pesisir dan laut, Hendra Yusran Siry menyebutkan bahwa pihaknya harus bisa memastikan seluruh aktivitas yang memanfaatkan ruang laut telah sesuai dengan alokasi ruang laut, daya dukung, dan pencegahan dampaknya. (***)