- Budi daya udang berbasis kawasan (BUBK) berwawasan lingkungan bakal beroperasi pada Februari 2023 di pesisir Kebumen, Jawa Tengah
- Dari 60 ha yang ada sekarang, dikelola oleh 149 petani tambak dan nantinya akan makin diperluas hingga 100 ha
- Jika 100 ha tambak beroperasi, maka perputaran uangnya dapat mencapai Rp400 miliar
- Pakar kelautan mengingatkan kualitas air harus terjaga baik yang masuk ke tambak maupun pembuangannya
Budi daya udang berbasis kawasan (BUBK) yang merupakan daerah tambak udang bakal membentang di pesisir Kebumen, Jawa Tengah. Bahkan, ditargetkan pada Februari mendatang beroperasi. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa BUBK merupakan model tambak udang modern ramah lingkungan terbesar di Indonesia.
Pekan lalu, Jumat (13/1/2023) Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meninjau progres pembangunan tambak BUBK di Kebumen. Menteri menargetkan tambak bakal beroperasi Februari mendatang dan menjadi model tambak udang modern ramah lingkungan terbesar di Indonesia.
“Ini adalah satu model pembangunan tambak udang modern yang kita bangun. Ini akan menjadi model budidaya udang berkelanjutan yang bertanggung jawab pada lingkungan,” jelasnya.
Menurutnya BUBK di Kebumen merupakan tambak yang paling luas. Sebab, luasannya mencapi 60 hektare (ha). Dari luas tersebut, ada 149 petani tambak yang mengelola. Dari 60 ha tambak udang yang telah ada, kini mampu menghasilkan 40 ton setiap ha per tahun. “Dengan hasil tersebut, telah mampu memenuhi best practice tambak udang modern yang berawasan lingkungan,”katanya.
Diakui oleh Menteri, pihaknya bakal memperluas tambak udang yang telah ada. Dari semua 60 ha, nantinya bakal terus diperluas karena potensi lahannya mencapai 100 ha. Dalam membangun tambak dengan model BUBK tersebut, tidak hanya berwawasan lingkungan saja, melainkan juga bakal mengutamakan tenaga kerja lokal.
baca : Potensi Kelautan Bagus, KKP dan Pemkab Kebumen Gagas Shrimp Estate
Menteri Trenggono meyakini bahwa dengan adanya tambak tersebut, maka bakal mendongkrak perekonomian masyarakat. “Jika 100 ha tambak beroperasi, maka perputaran uangnya dapat mencapai Rp400 miliar. Sedangkan tenaga kerja langsung ada sekitar 300-an orang. Itu belum termasuk yang tidak langsung,”paparnya.
Menurutnya, tambak modern BUBK di Kebumen merupakan yang pertama berstandar internasional. “Bisa dibilang, tambak udang modern di Kebumen ini merupakan yang pertama kali berstandar internasional. Dan ini merupakan tambak udang berwawasan lingkungan karena menggunakan sumber kualitas air yang baik. Lalu, air buangan tambak sudah melewati IPAL klaster dan IPAL utama sebelum dibuang ke laut,” katanya.
Ia optimis model tambak udang berbasis kawasan di Kebumen yang akan menjadi contoh pembangunan tambak udang modern di daerah lain di Indonesia dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Pembangunan tambak budi daya udang berbasis kawasan di Kebumen sekaligus untuk mencapai target produksi udang nasional 2 juta ton pada 2024. Sehingga Indonesia berkontribusi lebih banyak lagi pada kebutuhan pasar udang dunia yang nilainya mencapai US$28,3 miliar pada tahun 2021.
Dengan begitu, diharapkan peringkat Indonesia di jajaran negara penghasil udang terbesar dunia bisa merangkak naik melebihi India, Vietnam, Equador, bahkan China. “Saya optimis, Indonesia akan mampu merealisasikannya.”
baca juga : Shrimp Estate Bakal Dibangun di Kebumen, Ahli Kelautan Minta Lingkungan Harus Dijaga
Sementara, Dirjen Perikanan Budidaya KKP Tb Haeru Rahayu mengakui setelah membangun tambak seluas 60 ha, maka ke depannya masih dapat memperluas kembali. Menurut perhitungan, masih dapat dibangun 50-60 petak lagi dengan karena potensi lahan mencapai 100 ha.
“Selain perluasan lahan, produktivitas bisa lebih digenjot. Nantinya, kepadatan tembar benih bisa ditingkatkan menjadi 125 ekor menjadi 250 ekor per m2 di dalam kolam. Pembangunan yang tengah dikebut adalah petak pemeliharaan, tandon klaster, asrama, jalan produksi hingga dinding penahan pematang. Ini kita kebut sehingga bisa segera beroperasi untuk peningkatkan produktivitas udang nasional,”tambahnya.
Pembangunan tambak udang berbasis kawasan di Kebumen menggunakan pertimbangan ekologi dan ekonomi. Sehingga sasarannya tidak hanya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pendapatan asli daerah, tapi juga kelestarian ekosistem.
Untuk menjamin kelestarian ekosistem ini, kata Tebe, tambak udang berbasis kawasan di Kebumen dilengkapi dengan tandon air dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Infrastruktur lainnya berupa water intake, saluran outlet, laboratorium, gudang pakan, bangunan pasca panen, rumah genset, rumah jaga tambak, dan jalan produksi.
“Paling pokok, tambak ramah lingkungan sesuai prinsip blue ekonomi. Tidak merusak mangrove, ada water treatment, IPAL, dan tandon. IPAL ini yang paling pokok, sehingga sisa proses budidaya tidak langsung dibuang ke laut, tapi ada treatment. Kita ingin tetap menjaga kondisi ekologi sesuai dengan standar,” ungkap Tebe.
Bupati Kebumen Arif Sugiyanto mengatakan areal 100 ha yang dijadikan tambak udang BUBK tersebut merupakan milik Pemkab Kebumen. Nantinya, para pekerja juga diutamakan warga lokal. Komitmen awal pemerintah dalam pembangunan BUBK ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Semua tenaga di sini akan menjadi tenaga profesional yang akan dilatih di Jepara. Mereka nantinya akan dipekerjakan untuk ikut dalam pengelolaan ini dengan mengambil tenaga lokal,”tegasnya.
baca juga : Komoditas Udang Nasional, Dikejar Target dengan Konflik Tak Berujung
Pakar kelautan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Isdy Sulistyo mengatakan pada prinsipnya tambak udang dapat dibangun di mana saja. Terutama yang memenuhi syarat lingkungan baik di darat maupun d laut.
Dia mengatakan yang paling penting adalah kualitas lingkungan yang harus dijaga. Jadi mulai dari proses pengambilan airnya sampai pembuangannya. “Prinsipnya adalah kualitas air yang masuk ke tambak itu harus dijaga kualitasnya, demikian juga yang dibuang. Jangan sampai adanya tambak justru terjadi pencemaran. Tidak hanya pencemaran di tambak semata, melainkan juga di sungai atau laut. Inilah pentingnya menjaga lingkungan,” jelas Isdy yang juga staf pengajar S2 Ilmu Kelautan Unsoed tersebut.
Jangan sampai, lanjut Isdy, pengalaman di wilayah pantura Jawa terjadi kembali. Karena pada saat ada budi daya, satu atau dua tahun masih baik, namun kelanjutannya hancur akibat terjadinya wabah penyakit yang disebabkan virus dan bakteri.
Menurut Isdy, teknologi dengan lapisan terpal yang dikembangkan oleh Balai Besar Perikanan Budi Daya Air Payau (BBPBAP) Jepara sangat baik. “Teknologi dengan lapisan terpal yang yang telah dikembangkan oleh BBPBAP Jepara sangat baik. Karena tidak menyimpan benih bakteri atau virus. Sehingga tidak akan menjadi bom waktu. Tinggal nantinya manajemen budi daya. Misalnya saja, selesai panen, sebaiknya ada jeda. Itu untuk memastikan supaya tidak muncul virus atau bakteri,” katanya.
Pada saat jeda, maka dilakukan pembersihan, misalnya dengan menyemprotkan disinfektan. Sehingga tidak muncul bakteri atau virus yang dapat menyerang udang. “Selain itu, perlu ada upaya menjaga kualitas air baik yang masuk maupun pembuangan. Harus ada treatment baik air yang masuk dari laut maupun sungai dengan pembuangan air,”ujarnya.
Isdy mengungkapkan untuk mengantisipasi kemungkinan wabah penyakit budi daya, seharusnya dibudidayakan lebih dari satu spesies atau polikultur. Sebab, kalau monokultur cukup riskan dengan berbagai macam serangan virus atau bakteri. “Tentu masih ingat dengan peristiwa udang windu yang gagal gara-gara monokultur. Ini jangan sampai terulang,”tegasnya. (***)