- Monyet togean [Macaca tonkeana] atau dikenal juga monyet malenge, merupakan primata yang hidup ditemukan di Pulau Malenge, Kepulauan Togean, Sulawesi.
- Pulau Malenge luasnya 12,21 kilometer persegi. Jika mengelilinginya menggunakan perahu mesin ketinting, hanya butuh waktu maksimal 60 menit.
- Ancaman jerat dan terganggunya habitat merupakan ancaman nyata kehidupan primata ini.
- Berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P 106 Tahun 2018 tentang tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, Macaca tonkeana merupakan jenis dilindungi.
Monyet togean [Macaca tonkeana] atau dikenal juga monyet malenge, merupakan primata yang hidup di Kepulauan Togean, Sulawesi.
Kepulauan Togean merupakan gugusan pulau di tengah Teluk Tomini, berbatasan antara Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Gorontalo. Kepulauan ini berstatus Taman Nasional. Sementara monyet togean, hanya ditemukan di Pulau Malenge, pulau yang ada di gugusan Kepulauan Togean.
Menurut para ahli, terdapat tujuh spesies monyet atau macaca di Pulau Sulawesi. Ada Macaca maura di Sulawesi Selatan, Macaca tonkeana di Sulawesi Tengah, Macaca hecki di Sulawesi Tengah dan Utara, Macaca nigrescens dekat Gorontalo-Kotamobagu, Macaca nigra di Sulawesi Utara, Macaca ochreata di Sulawesi Tenggara, dan Macaca brunnescens di Pulau Muna dan Buton.
Monyet togean sering digabungkan menjadi macaca tonkeana togeanus, karena dianggap sebagai spesies introduksi. Namun, belum diketahui pasti sejak kapan primata ini ada di Kepulauan Togean.
Pulau Malenge sendiri luasnya 12,21 kilometer persegi. Jika mengelilinginya menggunakan perahu mesin ketinting, hanya butuh waktu maksimal 60 menit.
Di pulau ini terdapat dua desa, Malenge dan Kadoda. Masyarakat memanfaatkan hutan Malenge sebagai wilayah perkebunan mereka.
“Akibatnya, Macaca tonkeana dianggap hama,” kata Ating Solihin kepada Mongabay medio Januari 2023.
Baca: Kisah Sepasang Suami Istri di Togean Bersahabat dengan Babirusa
Ating Solihin adalah mantan dokter yang memiliki perhatian serius pada konservasi satwa liar, tinggal di utara Pulau Malenge bersama istrinya sejak 2014. Dia memasang kamera jebak [camera trap] untuk memantau populasi berbagai jenis satwa di Pulau Malenge, tidak terkecuali monyet togean.
“Dari hasil pemantauan saya di Pulau Malenge, satwa ini masih ini masih terlihat. Namun, jika tidak segera dilakukan upaya perlindungan, dikhawatirkan jumlahnya akan berkurang,” ungkapnya.
Hampir setiap hari Ating menelusuri hutan Malenge yang tidak jauh dari rumahnya. Dia beberapa kali menemukan jerat yang dipasang di kebun untuk menangkap monyet togean.
“Dari pemantauan saya, ancamannya selalu ada ditambah lagi habitatnya yang mulai terganggu,” ujarnya prihatin.
Baca juga: Dampak Negatif, Memberi Makanan pada Kawanan Monyet Endemik Sulawesi
Habitat hutan
Abdul Haris Mustari, peneliti dan juga dosen pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB), membahas Macaca togeanus dalam bukunya berjudul “Manual Identifikasi dan Bio Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi” tahun 2020.
Dijelaskan bahwa panjang tubuhnya 502-584 mm, panjang ekor 40-50 mm, berat jantan dan betina hampir sama, yakni 10-12 kg.
“Bagian kaki dan tangannya putih, kepala berjambul, warna kulit hitam, rambut yang tumbuh di sisi muka berwarna hitam kecokelatan. Sementara, rambut di bawah leher berwarna abu-abu terang hingga keputihan,” ungkapnya.
Dalam buku itu, Haris mengungkapkan berdasarkan penelitian di Pulau Malenge, teritorial monyet togean tumpang tindih dengan kelompok lain, dengan rata-rata wilayah jelajah sekitar 12 hektar dengan jelajah harian dapat mencapai 500-1000 m.
Untuk penyebaran alami, terbatas di Pulau Malenge, Kepulauan Togean, dan sebagian Sulawesi Tengah bagian timur laut.
“Habitat utamanya hutan primer dan sekunder dari pantai hingga perbukitan. Tidak jarang terlihat juga di kebun dan ladang,” tulisnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P 106 Tahun 2018 tentang tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, Macaca tonkeana merupakan jenis dilindungi.
Selamat Hari Primata Indonesia, 30 Januari 2023.