- Setiap akhir dan awal tahun nelayan Kepulauan Riau (Kepri) harus mencari nafkah selain melaut. Pasalnya nelayan tidak berani melaut karena cuaca buruk pada musim angin utara melanda daerah itu.
- Nelayan terpaksa menjadi kuli bangunan, ataupun pekerjaan lainnya. Sekarang nelayan beralih profesi menjadi nelayan pemanen rumput laut atau rengkam.
- Rengkam dulunya hanya sampah laut. Sekarang diburu para investor untuk di ekspor ke Vietnam dan China.
- Meskipun cuaca akan teduh, nelayan berpikir panen rengkam bisa menjadi pekerjaan sampingan. Apalagi saat kondisi ikan di laut sudah mulai berkurang.
Cuaca buruk pada musim angin utara melanda Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) beberapa bulan belakangan. Mulai dari gelombang tinggi, angin kencang dan hujan lebat terjadi di beberapa daerah. Begitu juga cuaca buruk menyebabkan bencana banjir, abrasi dan banjir rob.
Buruknya cuaca juga berdampak kepada nelayan di Kepri. Nelayan harus mencari cara menopang kehidupan mereka selain melaut. Jika terus melaut, resiko maut akan menghadang. Cuaca buruk bahkan diprediksi terjadi sampai empat bulan lamanya. Bagaimana nelayan di Kepri bertahan hidup disaat tidak bisa melaut karena cuaca buruk?
Rumput Laut Penyelamat
Satu persatu rumput laut yang sudah kering mulai diturunkan Salim (40 tahun) dari tiang penjemuran. Kemudian ditumpuk membentuk gunung di dekat penjemuran di Kampung Rambutan pesisir Pulau Bintan, Kepri. Begitu juga yang dilakukan dua rekannya yang lain.
Salim bercerita hampir di sepanjang pantai di pesisir Bintan nelayan beralih profesi mencari rumput laut untuk dijual saat cuaca buruk demi menutupi kebutuhan keluarga. Rumput laut yang diambil merupakan jenis rengkam atau sargassum. Sebelum dijual rumput laut dijemur sampai kering.
Informasi aktivitas memungut rumput laut itu didapatkan Salim dari nelayan lain. Selama satu bulan terakhir ia aktif bekerja sebagai nelayan yang mencari rumput laut liar untuk dijual.
baca : Selain Ekonomis, Ternyata Rumput Laut Penyerap Karbon Tinggi
Rumput laut kering dijemput langsung oleh tauke satu kali dua hari dari Kampung Rambutan, Kabupaten Bintan ke Batam. Dalam satu kali panen setidaknya Salim bisa mengumpulkan 300 kilogram rengkam yang sudah kering, satu bulan bisa mencapai 3 ton. Rata-rata satu kilogram rengkam dijual Rp1.500-Rp2.000. Salim bisa meraup pendapatan kotor sekitar Rp500 ribu setiap hari.
Proses pengambilan rengkam ini tidak begitu sulit. Salim tinggal mendayung sampan di pesisir Pulau Bintan, satu per satu rumput rengkam diambil dan dinaikan ke atas kapal kayunya. Bahkan rengkam ditemukan berceceran disepanjang pantai di Pulau Bintan.
Setelah itu, ia menjemurnya di tiang-tiang yang sudah disiapkan di pesisir pantai. Proses penjemuran hanya butuh setengah hari. Setelah kering rengkam dimasukan Salim ke dalam karung dan siap untuk dijual. “Kendalanya kalau hujan saja, kita tidak bisa menjemur,” ujar Salim.
Sebelumnya Salim mencari ikan diperairan laut lepas di Bintan. Ia menggunakan kapal kayu (pompong) dengan alat tangkap jaring. Target ikan yang diambil Salim bermacam-macam, salah satunya ikan selar. “Sekarang apa yang dapat ajalah, ikan juga sudah mulai kurang,” katanya.
baca juga : Pariwisata Mati, Rumput Laut Hidup Lagi (bagian 1)
Ikan di Laut Mulai Berkurang
Begitu juga yang terjadi di Pulau Pasir Panjang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Warga pesisir banting stir dari nelayan ikan menjadi nelayan pemanen rengkam. Alasannya sama seperti yang disampaikan Salim, angin utara membuat mereka tidak bisa melaut.
Rumput laut biasa hidup di batu-batu karang disepanjang pesisir Pulau Pasir Panjang. Tumbuhan satu ini juga sering ditemukan masyarakat pesisir Pasir Panjang, terbawa ombak angin kencang.
Salah satu warga Pasir Panjang, Rio (40 tahun) bercerita rengkam ini nantinya akan dibeli oleh taoke di daerah Jembatan 2 Barelang. Warga mengumpulkan setidaknya 1 ton rumput laut dalam keadaan kering sebelum dijual ke penampung.
Rio bisa menjual rengkam dalam satu hari bisa mencapai 500 kilogram. “Lumayanlah buat menambah pemasukan,” kata Oyo, sapaan akrabnya, Minggu, 5 Februari 2022.
Meskipun cuaca sudah mulai teduh, Oyo tetap mencari rengkam sebagai sampingan. “Apalagi rengkam ini dua sampai tiga bulan setelah panen, dia tumbuh lagi,” katanya.
Rio menyadari akan keberlangsungan rengkam ini, ia memanen rengkam yang sudah tua. Sedangkan yang masih muda dibiarkan untuk tumbuh. “Kita berharap rengkam terus ada,” katanya.
menarik dibaca : Anggur Laut, Makanan Kaya Gizi yang Terabaikan Masyarakat Batam
Panen rengkam tidak hanya dilakukan oleh pria, tetapi juga ibu-ibu di pesisir Pasir Panjang Batam. Seperti yang dilakukan, Nisah. Ia membantu pendapatan suaminya dengan cara mencari rengkam. “”Kalau lagi banyak pernah sampai 800 kilo satu minggu,” katanya.
Nisah bahkan sudah melakoni pekerjaan ini sejak 7 tahun yang lalu. Saat itu satu kilo rengkam masih dihargai Rp1.200. “Dulu sempat mahal satu kilo Rp2.000, sekarang turun jadi Rp1.700,” pungkasnya.