- Hutan di Pulau Batam, Kepulauan Riau, terus tergerus mengancam keberadaan satwa-satwa yang hidup di dalamnya. Data perwakilan BBKSDA Riau di Batam mencatat, setidaknya 220 satwa ada di Kota Batam mulai dari amphibi, reptil, aves dan mamalia.
- Ada sekitar 40 jenis satwa di Pulau Batam, dilindungi, seperti lutung, elang, dugong dan lain-lain. Satwa-satwa ini sudah jarang ditemui. Rempang dan Galang, jadi rumah terakhir mereka.
- Decky Hendra Prasetya, Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Batam Balai Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Batam mengatakan, perubahan tutupan hutan di Kota Batam membuat satwa seperti lutung, susah mencari tempat tinggal.
- BKSDA, belum tahu populasi pasti setiap jenis satwa di Batam. Keberadaan satwa-satwa itu baru dalam pengamatan lapangan maupun berdasarkan informasi masyarakat.
Hutan di Pulau Batam, Kepulauan Riau, terus tergerus mengancam keberadaan satwa-satwa yang hidup di dalamnya. Data perwakilan BBKSDA Riau di Batam mencatat, setidaknya 220 satwa ada di Kota Batam mulai dari amphibi, reptil, aves dan mamalia.
Ada sekitar 40 jenis satwa dilindungi, seperti lutung, elang, dugong dan lain-lain. Satwa-satwa ini sudah jarang ditemui. Rempang dan Galang, jadi rumah terakhir mereka.
Decky Hendra Prasetya, Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Batam Balai Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Batam mengatakan, perubahan tutupan hutan di Kota Batam membuat lutung, misal, susah mencari tempat tinggal.
“Kalau tidak ada pohon lagi, tidak bisa hidup,” katanya 23 Februari lalu.
Kota Batam, dulu pulau dengan hutan bertutupan. Sejak 1960, kota yang terdiri dari pulau-pulau besar seperti Pulau Batam, Rempang, dan Galang mulai ada pembangunan. Pulau Batam, pun sekarang jadi pusat perkotaan. Secara beriringan, tutupan hutan pun tergerus ganggu kehidupan satwa.
Baca juga: Bagaimana Menyelamatkan Hutan Mangrove Pulau Batam?
Beberapa kali BKSDA menemukan rombongan lutung berada di Hutan Sekupang Batam. Hewan satu ini hidup bergerombolan, ketika dijumpai mereka bisa 10 sampai 20 ekor.
“Satwa-satwa ini berada di hutan-hutan yang masih terjaga, kalau ke arah daerah (permukiman) Bengkong sudah tidak ada lagi ditemukan satwa-satwa itu,” katanya.
Begitu juga elang di Kota Batam. Saat ini, elang paling banyak dijumpai adalah elang bondol, elang dada putih sudah sangat jarang.
“Elang dada putih terakhir dilihat ketika dilepas liarkan oleh Bapak Joko Widodo dalam acara penanaman mangrove di Setokok Batam, beberapa kali elang ini juga ditemui di hutan Duriangkang dan Muka Kuning,” kata Rozi, Pengendali Ekosistem Hutan BBKSDA Riau, di Batam.
Selain elang dada putih, di Batam juga terdapat jenis elang brontok. Saat ini, elang itu juga sudah jarang dijumpai. “Saya hanya satu kali jumpai elang brontok di Bandara Hang Nadim Batam,” katanya.
Di Batam juga ada kancil, hewan ini masih banyak di Taman Wisata Alam (TWA) Muka Kuning dan Pulau Rempang. Kancil sangat sensitif dan pemalu hingga susah terlihat.
Baca juga: Nasib Nelayan Pesisir Batam Kala Hutan Mangrove Terkikis
BKSDA juga mencatat dugong mulai terancam di Kota Batam. Beberapa tahun belakangan dugong hampir tidak pernah ditemukan. Hanya saja, pada 2021, warga menemukan dugong di perairan Punggur Batam sudah mati. Dugong mengapung dengan luka robek badan.
BKSDA Batam menyatakan, kemungkinan luka itu karena tabrakan dengan kapal. Dugong langka di Batam, juga karena minim padang lamun di pesisir. Dugong, katanya, sangat bergantung padang lamun karena sebagai makanan utama mereka.
BKSDA, katanya, belum tahu populasi pasti setiap jenis satwa di Batam. Keberadaan satwa-satwa itu baru dalam pengamatan lapangan maupun berdasarkan informasi masyarakat.
Decky mengatakan, satwa di Batam cukup beragam mulai dari elang laut, buaya, penyu, dugong, kancil atau pelanduk, kuda laut, belangkas dan masih banyak lagi.
Satwa-satwa di Batam, serupa yang terdapat di Sumatera. “Kalau yang berukuran besar seperti gajah, harimau, tapir itu tidak ada di Batam,” kata Rozi.
Dia bilang, tanggung jawab BKSDA di Batam di Taman Wisata di Pulau Batam seluas 900 hektar, dan hutan taman buru di Pulau Rempang 2.000 hektar.
Baca juga: Pesan Presiden: Rawan Mangrove buat Jaga Pesisir, Ekonomi Masyarakat sampai Serap Emisi Karbon
Dulunya, Pulau Rempang merupakan hutan taman buru 16.000 hektar. Pada 2013, dievaluasi, sebagian jadi hutan lindung, sebagian lain jadi hutan produksi konversi (HPK) yang diserahkan kepada BP Batam, sebagian kecil masih hutan buru.
“Taman buru itu bermanfaat untuk perburuan hewan, seperti buru babi, tetapi dengan syarat memang populasi mereka melimpah,” katanya.
Selain taman wisata dan taman buru, BKSDA di Batam juga memiliki tiga Kawasan hutan di Bintan sekitar 1.170 hektar. Kondisi di sana, katanya, tidak bisa dikatakan hutan lagi, sudah berganti menjadi kampung warga dan perkebunan sawit.
“Proyeksinya mau dilepas, maka kita tidak konsen ke sana lagi,” kata Decky.
******
