- Dalam 2023 ini seakan tak lepas dari bencana terjadi di berbagai daerah. Seperti 4 April ini, banjir bandang menerjang Moyo Hulu, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, sekitar 15 rumah dilaporkan hanyut. Ratusan rumah dan fasilitas umum terendam banjir sampai hewan ternak hilang.
- Muhammad Nurhidayat, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbawa, dalam laporan hasil asesmen sementara mengatakan, banjir bandang dipicu beberapa faktor. Selain intensitas curah hujan tinggi di Sumbawa dan sekitar, juga diduga karena banyak lahan tandus akibat penebangan liar hingga mengurangi cakupan dan intensitas penyerapan air tanah.
- Musmulyadi Yowry, pegiat lingkungan sekaligus pendiri Sahabat Bumi, mengatakan, banjir di Sumbawa sudah jadi langganan setiap tahun. Saat sama belum ada upaya untuk menyelesaikan penyebab banjir. Mitigasi bencana banjir pun belum optimal.
- Sumatera Barat juga banjir dan longsor pada penghujung Maret lalu. Isril Berd, ahli lingkungan dari Universitas Andalas, mengatakan, topografi Pesisir Selatan, merupakan daerah pinggir pantai yang landai. Letak antara Bukit Barisan dengan pantai tak berapa jauh. Kalau hujan di hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) atau lereng-lereng Bukit Barisan, air akan cepat saja sampai memasuki sungai dan terus ke hilir. Tambah parah kala hutan sudah terbuka, badan sungai tak mampu menampung volume aliran, maka terjadi banjir di kiri kanan sungai yang banyak di sana.
Sepanjang 2023 ini seakan tak lepas dari bencana terjadi di berbagai daerah. Seperti 4 April ini, banjir bandang menerjang Moyo Hulu, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, sekitar 15 rumah dilaporkan hanyut. Ratusan rumah dan fasilitas umum terendam banjir sampai hewan ternak hilang. Di Sumatera Barat, banjir dan longsor terjadi pada penghujung Maret lalu menelan korban dua orang tewas.
Di Sumbawa, ada empat rumah warga hanyut di Desa Berang Rea. Di Desa Batu Terin Gada lima rumah hanyut terbawa banjir.
Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbawa melaporkan, sedikitnya ada 829 jiwa dari 208 keluarga tinggal di 13 desa lima kecamatan terdampak bencana ini.
Banjir bandang menghanyutkan satu pabrik penggilingan dan merusak 27 hektar padi siap panen, dan merendam 99 hektar persawahan serta tiga mobil. Di beberapa video, warga histeris melihat rumah hanyut dan menangis melihat padi baru selesai panen terendam banjir.
Muhammad Nurhidayat, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbawa, dalam laporan hasil asesmen sementara mengatakan, banjir bandang dipicu beberapa faktor. Selain intensitas curah hujan tinggi di Sumbawa dan sekitar, juga diduga karena banyak lahan tandus akibat penebangan liar hingga mengurangi cakupan dan intensitas penyerapan air tanah.
“Banyak lahan tandus akibat penebangan liar,” ujar Nurhidayat.
Selain itu, katanya, infrastruktur pengaman tebing dan tanggul di daerah aliran sungai (DAS) tidak maksimal menahan peningkatan debit air dan ditambah dengan sedimentasi sungai parah.
Jembatan Lito juga terlihat keropos oleh banjir. Video yang dikirimkan warga kepada Mongabay, terlihat, salah satu sisi jembatan terpisah dari badan jalan. Luapan air bercampur lumpur membawa material kayu dan bambu. Menghantam badan jembatan dan mengikis sisi kiri kanan jembatan. Akibatnya jembatan tidak aman dilalui kendaraan.
Desa Lito di Kecamatan Moyo Hulu menjadi wilayah terdampak paling parah. Desa Lito ada tiga dusun yang berlokasi tak jauh dari sungai, ada 770 jiwa terdampak, lima rumah hanyut, 50 hektar sawah terendam dan jembatan penghubung menuju Desa Lantung jebol hingga memutus akses.
Selanjutnya, di Desa Brang Rea ada tiga rumah hanyut. Masih ada delapan rumah separuh amblas di terjang banjir bandang dan satu pabrik penggilingan hanyut terbawa banjir bandang.
Kerusakan ekologis
Banjir bandang yang menerjang Sumbawa makin memperkuat bukti kerusakan ekologis Sumbawa. Pembalakan liar, alih fungsi lahan untuk pertanian dan perkebunan, termasuk tambang baik legal maupun ilegal menambah parah kondisi lingkungan.
“Kita tidak bisa menutup mata, sepanjang jalan, gunung-gunung di Sumbawa habis. Gundul semua,’’ kata Sendi Akramullah, Direktur Paradigma Indonesia.
Sendi yang aktif mengkaji kerusakan ekologis di Sumbawa menyebutkan, data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral NTB 2021, konsesi pertambangan mencapai 128.344 hektar, baik izin usaha pertambangan (IUP) maupun izin pertambangan rakyat (IPR).
Untuk Sumbawa dan Sumbawa Barat masing-masing memiliki 43 IUP dan 16 IPR, dengan luas lahan 40.411,92 hektar dan 48.244,79 hektar.
“Saat sama, laju deforestasi di NTB kian meningkat dari tahun ke tahun,’’ katanya.
Banjir saat ini dipicu luapan DAS Moyo. Menurut Sendi, sekitar 17.000 hektar lahan kritis dengan tutupan hutan minim di sepanjang DAS Moyo ini. Kondisi ini berdampak pada pasokan air berkurang ke bendungan, yang secara otomatis mengakibatkan kekeringan pada lahan pertanian.
Pada akhirnya, kondisi ini dapat menyebabkan alam tidak seimbang seperti banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi pada 2023. Pada 2017, ada empat kecamatan di Sumbawa di sepanjang DAS Moyo terdampak banjir yakni Kecamatan Moyo Hilir, Moyo Utara, Unter Iwes, dan Sumbawa dengan masyarakat terdampak 40.291 jiwa.
Pada Oktober 2022, bencana banjir dan longsor terjadi di Kecamatan Lunyuk, salah satu wilayah dalam peta konsesi tambang. Banjir ini terdampak pada 1.345 keluarga atau 4.035 jiwa, dengan ketinggian air mencapai dua meter.
“Beberapa infrastruktur seperti talang saluran irigasi dan jalan rusak parah. Masyarakat akhirnya rugi,’’ katanya.
Agustus 2022, 43 desa tersebar di 17 kecamatan di Sumbawa mengalami krisis air bersih akibat kekeringan. Sebanyak 69.668 penduduk 43 desa itu terhambat aktivitasnya. Seperti mandi, cuci pakaian, cuci piring, minuman ternak, bahkan untuk minum dan masak masyarakat membutuhkan bantuan air bersih dari pemerintah setempat.
“Setiap tahun dua bencana ini terjadi. Krisis air musim kemarau, banjir bandang di saat hujan,’’ kata pria yang juga aktivis Barisan Pemuda Adat Nusantara ini.
Musmulyadi Yowry, pegiat lingkungan sekaligus pendiri Sahabat Bumi, mengatakan, banjir di Sumbawa sudah jadi langganan setiap tahun. Saat sama belum ada upaya untuk menyelesaikan penyebab banjir. Mitigasi bencana banjir pun belum optimal.
“Rumah hanyut, ternak hanyut, kendaraan hanyut dan ribuan korban menjadi bukti lemahnya upaya mitigasi,’’ katanya.
Yowry mengingatkan, banjir di Sumbawa Barat akhir 2022. Kota Taliwang, lumpuh total, dan saat sama terjadi banjir juga di Sumbawa. Mestinya, pemerintah sudah bisa menyiapkan langkah-langkah antisipasi.
“Banjir di Sumbawa ini sudah jadi langganan, sudah tahu jadwalnya. Mestinya dampaknya bisa dikurangi.”
Pemerintah juga terkesan menyalahkan cuaca hujan lebat. Tak pernah terbuka mengakui kalau banjir bandang di Sumbawa dipicu kerusakan hutan.
Yowry bilang, mestinya pemerintah fokus pada upaya jangka panjang memperbaiki kondisi hutan. Dia melihat belum ada upaya memperbaiki kondisi hutan yang kritis. Setiap tahun, katanya, berita hutan kritis makin bertambah, dan saat sama mudah mengeluarkan izin tambang.
“Baru tiga bulan lalu banjir di Taliwang, baru-baru ini pemerintah turun ke sini bukan untuk meninjau langkah antisipasi banjir jangka panjang, tapi meninjau lahan untuk izin tambang,’’katanya.
Salah satu lokasi yang akan dibuka untuk tambang itu tak jauh dari lokasi tempat tinggal Yowry. Kawasan itu berbukit dan ada di tengah permukiman warga. Kalau ada izin tambang, katanya, akan terjadi pembukaan lahan baru. Pohon akan ditebang, material bukit akan dikeruk. Kalau hujan dia prediksi akan terjadi longsor.
“Belum selesai duka masyarakat karena banjir, sekarang datang bahas izin tambang.”
Banjir dan longsor di Sumbar
Di Sumatera Barat, pada penghujung Maret juga alami banjir dan longsor. Ratusan rumah terendam banjir, jalan lintas provinsi terhambat, sarana dan prasarana rusak serta di Kabupaten Agam, dua orang meninggal dunia karena tertimbun longsor.
Dua warga Kampuang Baruah, Jorong Gantiang, Nagari Sungai Landia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat meninggal dunia tertimbun longsor saat berada dalam WC masjid, 25 Maret lalu.
Berselang tiga hari, tepatnya 28 Maret 2023, banjir dan longsor kembali melanda Kabupaten Agam. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Agam, mencatat enam dari 16 kecamatan dilanda banjir, pohon tumbang dan tanah longsor karena curah hujan cukup tinggi melanda daerah itu.
“Tidak ada korban jiwa akibat kejadian namun material longsor menutup badan jalan dan banjir menggenangi salah satu sekolah di Sungai Batang,” kata Bambang Warsito, Kepala Pelaksana BPBD Agam.
Banjir juga melanda Kabupaten Pesisir Selatan. Setidaknya Sembilan kecamatan dari 15 kecamatan di Pesisir Selatan dan sekitar 1.500 rumah warga terdampak akibat bencana hidrologi ini. Daerah yang terparah adalah Sungai Nyalo, Kecamatan Tarusan dengan ketinggian air mencapai 1,5 meter hingga dua meter.
Kepala BPBD Pesisir Selatan Doni Gusrizal mengatakan di Sungai Nyalo sekitar 50 kepala keluarga terpaksa dievakuasi karena air yang merendam rumahnya cukup tinggi sampai 1,5 meter.
Penelitian Lusy Fransiska pada 2017 dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, secara umum kondisi geomorfologis Kabupaten Agam terdiri dari dua wilayah, yakni dataran (35%) dan perbukitan/pegunungan (65%).
Mengingat banyak gunung api di Agam dan sekitar, maka bahan piroklastik (abu vulkanik) mendominasi material permukaan di perbukitan atau pegunungan. Material ini, sebut penelitian itu secara umum membentuk tanah relatif tebal hingga kepekaan tanah vulkanik terhadap proses erosi dan longsor merupakan isu penting bagi pengelolaan lingkungan di Agam.
Isril Berd, ahli lingkungan dari Universitas Andalas, mengatakan, topografi Pesisir Selatan, merupakan daerah pinggir pantai yang landai. Letak antara Bukit Barisan dengan pantai tak berapa jauh.
“Kalau hujan di hutan TNKS atau lereng-lereng Bukit Barisan, air akan cepat saja sampai memasuki sungai dan terus ke hilir.”
Keadaan ini, tambah parah kala hutan sudah terbuka, badan sungai tak mampu menampung volume aliran, maka terjadi banjir di kiri kanan sungai yang banyak di sana.
Jadi, katanya, sekarang harus di data seberapa luas alih fungsi lahan atau perambahan hutan.
Dari informasi lapangan, satu penyebab utama banjir di pesisir selatan ini karena kerusakan hutan. “Kalau itu yang terjadi, artinya ada lahan terbuka, lahan terbuka ketika hujan dengan intensitas tinggi tentu air larian bisa saja terjadi.”
Saat ini, katanya, upaya pencegahan dengan pemulihan kembali hutan gundul dan tindakan struktural pemasangan bronjong atau terasering.
Dia bilang, harus ada penanaman lalu tindakan struktural. Kalau tanam dengan bibit-bibit kecil pun, tanaman belum mampu menahan daya longsor atau daya gelincir dari tanah. Jadi lahan terbuka itu, kata Isril, harus ada modifikasi agar bisa mematahkan aliran permukaan dan longsor.
“Ini harus dilakukan dinas terkait. Juga tindakan struktural dan nonstruktural. Struktural, dengan memperbaiki anak-anak sungai. Non struktural, dengan membuat peraturan.”
Dia menilai, pemerintah daerah lupa menyikapi kalau wilayah itu rawan bencana. Sumbar, katanya, merupakan etalase bencana, seperti banjir, longsor, gunung berapi, patahan, gempa vulkanik, gempa tektonik dan lain-lain.
Hujan sampai Juni
Berdasarkan buletin iklim Sumatera Barat edisi Maret 2023 dari Stasiun Klimatologi Sumatera Barat disebutkan, prakiraan curah hujan Sumbar terus terjadi sampai Juni lalu berganti musim kemarau. Pada April ini, secara umum berada pada kategori menengah. Untuk curah hujan kategori tinggi (>300mm) akan terjadi di Pasaman Barat bagian selatan, sebagian Padang Pariaman dan Solok Selatan bagian selatan.
Sedangkan prakiraan sifat hujan wilayah Sumbar April ini secara umum bawah normal hingga normal.
Fajar Sukma, Kepala bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Sumatera Barat mengatakan, peringatan banjir dan longsor dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah disampaikan dan desiminasikan BPBD Sumbar ke bidang-bidang pencegahan dan kesiapsiagaan (PK) se-provinsi.
Begitupun peringatan dini kemarau di BNPB, katanya, juga sudah dia lanjutkan ke jajaran bidang-bidang pelaksana kerja.
BPBD juga mengimbau, pemerintah kabupaten/kota melakukan upaya mitigasi seperti penanaman mangrove atau cemara udang di sepanjang bibir pantai guna mengantisipasi bahaya abrasi pantai dengan iklim ekstrem.
“Semua tergantung juga kemampuan anggaran daerah. Untuk Kota Padang sudah ada bantuan dari KPUPR untuk antisipasi abrasi pantai.”
Fajar mengimbau, agar tak menggunduli pohon lindung dan pohon yang menyerap air di hulu sungai-sungai. Pola hidup masyarakat pun, katanya, jangan membuang sampah di sepanjang sungai. Tak kalah penting, katanya, RT/RW benahi tata kota terutama penyediaan tanah resapan air, waduk-waduk dan lain-lain.
“Semua berpulang kembali kepada seluruh masyarakat Sumbar bersama-sama menjaga lingkungan agar tidak rusak hingga ekosistem baik”
Dia bilang, penanganan bencana tak semata-mata urusan pemerintah tetapi para pihak termasuk dunia usaha, masyarakat, akademisi dan media.
******