- Badak jawa [Rhinoceros sondaicus] merupakan satwa langka dilindungi berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
- Populasi badak jawa saat ini memang terkonsentrasi di Taman Nasional Ujung Kulon [TNUK]. International Union for Conservation of Nature [IUCN], menetapkan badak jawa dalam status Kritis [Critically Endangered/CR]atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar.
- Lembaga swadaya masyarakat Auriga Nusantara melakukan penelusuran terkait populasi badak jawa di TNUK, Banten. Berdasarkan laporan yang mereka rilis, diperkirakan 15 individu badak tidak terekam dalam tiga tahun terakhir.
- Terkait laporan investigasi Auriga, Kepala Biro Humas KLHK, Nunu Anugrah, mengatakan tidak terekamnya 15 badak jawa bukan berarti bisa langsung disimpulkan mati atau hilang. Apalagi, belum ada temuan bukti kematian. Diduga, badak tersebut menghindar dari gangguan yang terjadi di kawasan sehingga mencari jalur lebih aman.
Badak jawa [Rhinoceros sondaicus] merupakan satwa langka dilindungi berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
International Union for Conservation of Nature [IUCN], menetapkan badak jawa dalam status Kritis [Critically Endangered/CR] atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar.
Populasi badak jawa saat ini memang terkonsentrasi di Taman Nasional Ujung Kulon [TNUK]. Berdasarkan keterangan YABI, individu badak jawa tersebar di bagian selatan kawasan Semenanjung Ujung Kulon, yaitu daerah-daerah aliran sungai Cibandawoh, Cikeusik, Citadahan dan Cibunar.
Bila dilihat catatan persebarannya, dahulu satwa bercula satu ini ada di India, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaysia, Jawa, dan Sumatera.
Populasi badak jawa dilaporkan bertambah di tahun 2022. Seperti yang telah diberitakan Mongabay sebelumnya, hal ini ditandai dengan tiga kelahiran di habitat alaminya, Taman Nasional Ujung Kulon [TNUK].
Pada 20 Februari 2022, seekor badak muda terekam kemera jebak. Badak itu diberi nama Merdekasari dari induk bernama Siti. Berikutnya, pada 2 September 2022 lahir anak badak betina dan pada 18 September 2022 terekam anak badak jantan.
“Kelahiran dua anak badak membuktikan KLHK terus berupaya meningkatkan populasi badak jawa dan memastikan tidak akan punah,” terang Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melalui keterangan tertulis, Sabtu [17/12/2022].
Mengutip Kumparan, Humas Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Andri Firmansyah menyatakan, total populasi badak jawa di TNUK menjadi 79 individu, jantan [40 individu] dan betina [39 individu].
“Kami akan meningkatkan patroli rutin untuk menjaga keberlangsungan hidup badak jawa di habitatnya,” jelasnya.
Baca: Catatan Akhir Tahun: Badak Jawa, dari Kelahiran hingga Maskot Piala Dunia U-20
Investigasi Auriga
Lembaga swadaya masyarakat Auriga Nusantara melakukan penelusuran terkait populasi badak jawa di TNUK, Banten. Berdasarkan laporan yang mereka rilis, diperkirakan 15 individu badak tidak terekam dalam tiga tahun terakhir.
Ini selain jumlah 3 individu yang mati pada 2020-2021. Badak betina Febri, ditemukan mati tahun 2020 dan Puspa [2021]. Sedangkan badak jantan Wira, ditemukan mati tahun 2021.
Riszki Is Hardianto, peneliti Auriga Nusantara, menjelaskan diperkirakan 15 badak itu hilang dari pantauan.
“Dari jumlah itu, tujuh ekor adalah betina dan delapan dewasa,” kata Rizki dalam konferensi pers daring, Selasa [11/04/2023].
Namun, kata Riszki, 15 badak jawa yang tidak terekam ini tidak dipublikasikan dan masih dianggap hidup. Sebab, berbagai pihak tidak menemukan bukti kematian ataupun tulang belulangnya.
“Tidak semua kejadian kematian itu bisa ditemukan, baik di media maupun rilis kementerian. Ini adalah sinyal tanda bahaya bagi populasi badak jawa di Ujung Kulon.”
Hilangnya badak jawa diperkirakan terjadi akibat peningkatan perburuan ilegal. Satu indikasinya, ditemukan bangkai badak jantan Samson pada 2018, saat ditelisik ada lubang di tengkorak kepalanya. Indikasi lain, dibuktikan dengan ditemukan jerat yang penggunaannya mengarah ke badak atau mamalia besar.
“Dari analis dan rekaman yang dimiliki Auriga, terdeteksi orang-orang yang masuk secara ilegal dan bersenjata api di TN Ujung Kulon,” jelasnya.
Perbedaan data jumlah populasi badak di Ujung Kulon yang diumumkan KLHK dan hasil deteksi kamera pemantauan juga menjadi perhatian Auriga Nusantara.
Pada 2013, jumlah populasi badak jawa yang diumumkan sebanyak 55 individu, sedangkan hasil deteksi kamera sebanyak 54 individu. Tahun 2014, angka dari KLHK dan hasil deteksi sama, sebanyak 55 individu. Namun tahun 2015 kembali berbeda data, KLHK mengumumkan 63 individu, sedangkan deteksi kamera tetap diangka 55 individu.
Perbedaan terbesar pada 2020, jumlah populasi badak jawa yang diumumkan KLHK mencapai 73 individu, tapi jumlah badak yang terdeteksi kamera hanya 34 individu. Tahun 2021, KLHK melaporkan 76 individu sedangkan hasil deteksi kamera 56 individu.
“Jangan sampai badak jawa punah,” kata Riszki.
Baca: Total 74 Individu, Populasi Badak Jawa di Ujung Kulon Meningkat
Laporan banyak pihak
Direktur Auriga Nusantara, Timer Manurung, menjelaskan yang mendasari investigasi terkait tidak diketahuinya belasan badak jawa adalah laporan langsung tentang kondisi konservasi badak jawa dari pihak TN Ujung Kulon, KLHK, konservasionis, akademisi, dan masyarakat.
Laporan tersebut disusun berdasarkan informasi berbagai sumber sepanjang September 2022 hingga Maret 2023 serta pengamatan langsung di lokasi. Untuk memperkuat analisis, Auriga mendapatkan rekaman kamera deteksi di TN Ujung Kulon.
Timer menyayangkan banyak rentetan kematian badak jawa di TNUK yang tidak diusut tuntas. Ini terkait kematian 11 individu badak sejak 2012, namun hanya 3 individu yang diumumkan ke publik.
Timer berharap KLHK terbuka soal kematian ini. Seperti pada Februari 1982, ada 5 kematian badak yang diduga disebabkan oleh antraks. Pada 2010, ada 3 kematian badak yang terdapat parasit darah Trypanosoma.
“Kejadian ini harus diusut tuntas untuk mencegah terjadinya kematian tidak wajar,” jelasnya.
Timer juga menilai, pengelolaan TN Ujung Kulon tidak fokus dalam beberapa tahun terakhir. Sebab, anggaran tidak memprioritaskan konservasi badak. Dalam empat tahun terakhir hampir separuh anggaran habis ke Javan Rhino Study and Conservation Area [JRSCA].
Auriga Nusantara mendorong perbaikan menyeluruh terkait proteksi badak jawa. Alasannya penambahan habitat kedua lebih penting ketimbang meneruskan program JRSCA.
Video Langka: Badak Jawa “Musofa” Asik Berkubang di Ujung Kulon
Jawaban KLHK
Terkait laporan investigasi Auriga, Kepala Biro Humas KLHK, Nunu Anugrah, dikutip dari Kompas.id, mengatakan tidak terekamnya 15 badak jawa bukan berarti bisa langsung disimpulkan mati atau hilang. Apalagi, belum ada temuan bukti kematian.
Dia menduga, badak tersebut menghindar dari gangguan yang terjadi di kawasan sehingga mencari jalur lebih aman.
“Terlalu dini untuk menyimpulkan badak hilang akibat perburuan ilegal,” kata Nunu, Selasa [11/04/2023].
Nunu juga menegaskan, KLHK telah mengidentifikasi tiga badak jawa yang ditemukan mati. Juga dua individu yang ditemukan mati pada 2018-2019, yaitu bernama Samson dan Manggala.
Hasil nekropsi menunjukkan, keduanya mati karena pencernaan dan usia, bukan akibat perburuan. Sedangkan badak mati tahun 2020 dan 2021 telah menjadi rangka. Perlu pemeriksaan DNA untuk menyimpulkan penyebab kematian.
“Paling penting, bagian tubuh badak ini masih lengkap. Artinya bukan akibat perburuan,” jelasnya.
Nunu menegaskan, KLHK selama tahun 2021 telah melakukan pemantauan populasi badak melalui pemasangan 123 unit kamera penjebak. Hasilnya, teidentifikasi sebanyak 61 ekor dari total 76 badak jawa yang terdata di Taman Nasional Ujung Kulon. Angka ini juga menunjukkan selisih 15 individu.
Bagitu juga tahun 2022, KLHK memasang 185 unit kamera penjebak di wilayah Resor Kalejetan, Handeuleum, Peucang, Karangranjang, dan Cibunar. Hasilnya teridentifikasi dua badak jawa yang terekam kembali dari total 15 badak jawa yang sebelumnya tidak terekam pada 2021.
“Adapun dua badak itu adalah Melati dengan ID 060.2013 bersama anaknya, dan Silva dengan ID.041.2012.”
Baca juga: Perluasan Habitat, Upaya Nyata Menyelamatkan Badak Jawa dari Kepunahan
JRSCA dan pengawasan kawasan
Kepala Balai TN Ujung Kulon Anggodo saat diwawancarai ahli konservasi Indonesia, Prof. Hadi Alikodra, mengatakan keberadaan badak jawa hanya ada di Semenanjung Ujung Kulon, seluas 30 ribu hektar.
“Kondisi ini membuatnya terdesak, terkurung, tapi sekaligus terlindungi.”
Penjagaan full protected dilakukan petugas Balai TNUK dibantu masyarakat yang telah bekerja sama dengan pihak balai taman, bahu-membahu melindungi kelestarian badak jawa.
“Sudah terbentuk RPU [Rhino Protection Units] yang tidak hanya bertugas mengamankan kehidupan badak jawa dari segala ancaman di daratan maupun perairan, tetapi juga melakukan observasi keberadaannya di habitatnya,” jelasnya, Jumat [10 Maret 2023].
Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia [YABI] Jansen Manungsang kepada Prof. Alikodra, di acara yang sama menjelaskan, JRSCA dibangun dengan semangat seperti Sumatran Rhino Sanctuary atau Suaka Rhino Sumatera [SRS] di Way Kambas, Lampung.
JRSCA yang merupakan kawasan alami, diharapkan dapat membuat badak berkembang biak, serta berperan sebagai pusat operasi perlindungan badak in-situ.
“Tujuannya untuk memelihara badak-badak yang di-rescue, lalu dikembangbiakkan. Wilayah ini juga difungsikan sebagai tempat riset dengan penerapan pengembangan tekknologi tinggi,” jelas Jansen.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdasarkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak Indonesia, Peraturan Menhut No 43/2007, telah menetapkan wilayah seluas 5.100 hektar dalam kawasan TNUK sebagai perluasan habitat badak jawa.
Areal yang secara geografis berada di luar Semenanjung Ujung Kulon ini, dipisahkan Tanah Genting Laban – Karang Ranjang, merupakan lokasi yang dinamakan Javan Rhino Study and Conservation Area [JRSCA]. Wilayah ini diperkirakan relatif aman dari ancaman erupsi Gunung Anak Krakatau dan juga terjangan tsunami.
Dengan pembinaan habitat intensif disertai pembukaan koridor dari Semenanjung Ujung Kulon, diharapkan individu-individu badak bergerak masuk ke areal JRSCA. Individu-individu tersebut, [bersama individu-individu asli di JRSCA], nantinya akan menjadi sub-populasi badak jawa yang dikelola dengan teknik pengembangbiakan relevan [tepat]. Proses ini tentu saja tidak bisa berlangsung cepat, butuh waktu.