- Pudak, begitu nama makanan khas Kabupaten Gresik, Jawa Timur ini. Konon, makanan ini sudah ada sejak dulu kala. Bahkan, laman Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) menyebutnya sejak 10 abad silam.
- Jajanan khas Gresik yang lain ada jenang jebung. Makanan ini terbuat dari ketan hitam, tersaji dalam bentuk kecil-kecil seukuran uang koin. Taburan wijen di atas memberi kesan tersendiri jenang khas Gresik ini.
- Pudak dan jenang jubung, sama-sama dibungkus denganwadah ramah lingkungan, dari daun pinang di Gresik disebut ope.
- Para pembuat kue merasakan pelepah pinang mulai sulit tersedia di Gresik. Untuk penuhi bungkus jajanan khas Gresik seperti pudak dan jelang jubung ini, pembuat kue beli ope dari Jember.
Pudak, begitu nama makanan khas Kabupaten Gresik, Jawa Timur ini. Konon, makanan ini sudah ada sejak dulu kala. Bahkan, laman Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) menyebutnya sejak 10 abad silam.
Makanan ini cukup unik lantaran bentuk dan kemasannya. Kue yang biasa dibeli sebagai oleh-oleh ini tidak dibungkus plastik tetapi dari bahan ramah lingkungan, yakni pelepah daun pinang (Areca catechu), masyarakat setempat menyebutnya ope. Pelepah daun pinang harus disamak diambil kulit bagian dalam.
Menariknya, kendati hanya dibungkus pelepah daun pinang, kue ini bisa bertahan hingga beberapa hari. “Bisa bertahan dua sampai tiga hari untuk konsumsi,” kata Ahmad, penjual pudak di bilangan Pasar Gresik, April lalu.
Ahmad, merupakan satu dari puluhan pelaku UKM yang menggeluti usaha menjual pudak. Dia tak tahu pasti sudah berapa usaha bernama “Dua Kelapa” itu jalankan. Seingatnya, saat masih kecil, usaha itu sudah dilakoni kakeknya.
“Kalau dari mbah, berarti saya sudah generasi ketiga,” katanya.
Pudak, begitu lekat dengan Gresik. Riset Intan Alfionita Anggaeni, Dkk (2022), menyebutkan, sedikitnya ada 47 industri rumah tangga di Gresik bikin pudak.
Dari rumah-rumah produksi ini, pudak-pudak terdistribusi ke lapak-lapak atau pusat penjualan oleh-oleh khas Gresik, seperti di sekitar Pasar Gresik tadi. Atau di Jalan Veteran, tepat di depan Wisma Semen Gresik.
Selain pudak, ada juga beberapa menu khas Gresik tersaji di lokasi ini, antara lain, jenang jebung, madumongso, hingga ragam olahan ikan. Semua kulineran itu dikemas dari bahan ramah lingkungan, seperti daun pelepah pinang, daun pisang, hingga kulit jagung.
Khoiriyah, pedagang lain mengatakan, penggunaan pelepah pinang untuk bungkus kue itu sudah berlangsung sejak dulu. Bahkan, disebut-sebut sejak masa Sunan Giri, beberapa ratus tahun silam.
Pudak lahir, katanya, tak lepas dari kebiasaan masyarakat Gresik bepergian jauh untuk berdagang . Bahan terbuat dari tepung beras dinilai kaya kalori pengganti nasi. Apalagi, makanan ini juga bisa bertahan hingga beberapa hari.
“Pudak ini bekal masyarakat ketika merantau. Dulu kan belum ada plastik. Jadi, cukup makan pudak gitu sudah kenyang, awet juga,” kata Khoiriyah.
Dia bilang, pudak yang dibuat tanpa campuran atau bahan pengawet apapun dan bisa tetap bertahan lama. “Kalau nogosari tidak bisa tahan lama karena kan ada pisangnya.”
Nogosari, sama berbahan tepung beras seperti pudak, namun nogosari berisikan pisang. Nogosari dibungkus daun pisang, pudak pakai ope.
Sayangnya, pertumbuhan penduduk Gresik diikuti perluasan permukiman membuat pohon pinang kian sulit. Bahkan, untuk meneruskan usaha pudak itu, Khoiriyah harus mendatangkan daun pinang dari Jember.
Fahmi, pedagang pudak membenarkan itu. Dulu, katanya, pelepah pinang didapat dengan mudah dari kebun-kebun warga di Gresik. “Sekarang susah, kami ambil dari Jember.”
Setiap dua bulan sekali, dia dapat kiriman 1.000 lembar ope. Ope lembaran itu dijahit untuk jadi kantong.
Dari sini pembuatan pudak dimulai. Adonan pudak masuk dalam kantong ope lalu dikukus selama setengah hingga satu jam.
Setelah masak, pudak diangkat untuk ditiriskan beberapa saat. Baru setelah itu masing-masing pudak diikat menjadi satu bendel. Setiap satu bendel 10 buah pudak dijual Rp30.000.
Selama libur Lebaran, omzet penjualan pudak meningkat drastis. Bila hari-hari biasa hanya menjual 100-an bendel, kini lebih 300 bendel.
Untuk menggaet minat pembeli, dia menyediakan banyak varian rasa. Mulai dari original (pudak putih), cokelat, hingga pudak hijau yang kental aroma daun pandan.
Jajanan khas Gresik yang lain ada jenang jubung juga berbungkus pelepah daun pinang. Ia terbuat dari ketan hitam, tersaji dalam bentuk kecil-kecil seukuran uang koin. Taburan wijen di atas memberi kesan tersendiri jenang khas Gresik ini.
Dikutip dari disparekrafbudpora.gresikkab.go.id, perlu 24 jam untuk membuat jenang dengan warna hitam kecokelatan ini. Durasi itu untuk merendam, menggiling memasak hingga memasukkan dalam kemasan.
Menurut Khoiriyah, proses pembuatan jenang mulai dengan merendam beras ketan hitam lebih 12 jam. Perendaman biasa pada malam hari. Esok hari, beras ketan yang telah direndam digiling sampai halus.
Bahan lain adalah kelapa. Setelah kelapa diparut untuk ambil santan, kemudian dimasak dengan wajan hingga kental. Selanjutnya, perlahan, tepung ketan dimasukkan ke wajan dan diaduk hingga rata.
Proses memasak adonan ini paling lama. Untuk menghasilkan jubung terbaik, perlu enam jam hingga adonan benar-benar kental.
Juru masak yang menjaga di depan perapian kebanyakan laki-laki. Adonan jubung harus di aduk terus menerus. Setelah kental, adonan ditambah gula secukupnya.
Ciri khas bungkusan jubung adalah daun pinang muda yang dibuat melingkar dengan tinggi sekitar dua sentimeter. Setelah siap disajikan, jenang kemudian dimasukkan ke ope yang telah disiapkan.