- Kabar duka datang dari Sumaera Barat (Sumbar), sekitar 58 orang meninggal dunia terkena banjir bandang dan longsor Sabtu (11/5/24) dan Minggu (12/5/24). Curah hujan tinggi memicu aliran sungai meluap, yang sebagian berhulu di Gunung Marapi hingga material vulkanik dan lahar dingin dari erupsi Merapi bulan lalu pun menambah parah keadaan.
- Bencana melanda tiga kabupaten dan dua kota, yakni, Kabupaten Agam dan Tanah Datar, Padang Pariaman, Kota Padang Panjang dan Kota Padang. Paling parah terdampak di Kabupaten Agam dan Tanah Datar.
- Menurut catatan Polda Sumbar setidaknya ada 58 orang meninggal dunia, 35 hilang, 33 orang luka-luka. Ada 84 rumah hancur, 16 jembatan rusak, dua fasilitas ibadah terdampak dan 20 hektar sawah rusak.
- Khalid Saifullah, anggota Dewan Pengarah Forum Pengurangan Risiko Bencana mengatakan, ancaman erupsi ataupun banjir lahar dingin belum ditangani optimal, padahal sudah banyak peringatan sejak tahun lalu. Untuk non-struktural, beberapa kebijakan siaga darurat telah diterapkan, seperti sosialisasi dan evakuasi warga pada radius 5 km. Sayangnya, kebijakan siaga darurat tidak didukung penganggaran, hingga upaya siaga darurat erupsi Gunung Marapi kurang optimal.
Bencana datang bertubi, dari banjir, tanah longsor, gempa bumi sampai erupsi gunumg api. Kabar duka juga datang dari Sumaera Barat (Sumbar), sekitar 58 orang meninggal dunia terkena banjir bandang dan longsor Sabtu (11/5/24) dan Minggu (12/5/24).
Curah hujan tinggi memicu aliran sungai meluap, yang sebagian berhulu di Gunung Marapi hingga material vulkanik dan lahar dingin dari erupsi Merapi bulan lalu pun menambah parah keadaan.
Bencana melanda tiga kabupaten dan dua kota, yakni, Kabupaten Agam dan Tanah Datar, Padang Pariaman, Kota Padang Panjang dan Kota Padang. Paling parah terdampak di Kabupaten Agam dan Tanah Datar.
Menurut catatan Polda Sumbar setidaknya ada 58 orang meninggal dunia, 35 hilang, 33 orang luka-luka. Ada 84 rumah hancur, 16 jembatan rusak, dua fasilitas ibadah terdampak dan 20 hektar sawah rusak.Agung, warga Batusangkar, Tanah Datar, mengatakan, sebelum berangkat menuju Padang, aliran lumpur vulkanik (lahar dingin) mengalir deras tidak jauh dari rumahnya. Dia khawatir.
“Dekat rumah sudah ada bau-bau tanah. Lihat sungai ngeri jadinya,” katanya.
Dia tetap berangkat ke Padang Minggu (12/5/24) siang.
Ternyata rute Sitinjau Laut mengalami longsor di beberapa bagian. Dia terpaksa menepi di Rumah Makan Mintuo, berjarak sekitar 800 meter dari titik longsoran di Kelok Sitinjau Lauik, Kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan. Dalam rilis Pusdalops PB BPBD Padang, ada delapan korban dalam dua mobil terseret ke jurang.
Saya bertemu seorang korban selamat dari longsoran. Mobil sudah penuh lumpur. Anak-anak keluar dari mobil itu sambil menangis gemetar.
“Saya kira mobil ini jatuh tadi bang,” katanya minta tolong diantarkan ke atas menyusul temannya.
Agung melihat layar teleponnya. Nagari Bukik Batabuah, tak jauh dari kampungnya muncul di sosial media. Ada korban hilang dan meninggal. Rumah-rumah di Nagari Bukik Batabuah di pinggir sungai luluh lantak, kecuali sebuah mesjid. Di Lembah Anai, Nagari Singgalang, pun porak poranda.
Kondisi ini membuat akses ke Kota Padang melalui Sitinjau Laut, putus sementara, melalui lembah anai juga tak bisa. Jalur melalui Malalak juga beberapa kali longsor.
Jalur yang dapat dilewati cukup jauh untuk ke Padang, melalui kelok 44 lalu ke Lubuk Basung, Tiku dan melewati bandara di Pariaman. Jarak lebih jauh dari semua jalur yang ada.
Langkah penanganan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pun menyiapkan beberapa langkah penanganan bencana banjir lahar dingin dan tanah longsor yang menerjang SUmbar.
Letnan Jenderal TNI Suharyanto, Kepala BNPB melakukan peninjauan pada Selasa (14/5/24) ke Bukikbatabuah, Kabupaten Agam, Pandai Sikek Sepuluh Kota, Lubuk Mata Kuciang, Lembah Anai, Simpang Manunggal, dan Jorong Panti Kabupaten Tanah Datar.
Dalam rilis, Suharyanto mengatakan, pemerintah menargetkan penanganan darurat dapat berjalan optimal dan cepat agar lokasi terdampak segera pulih dan kembali normal.
Selain pengerahan alat berat membantu menormalisasi kondisi dan pembersihan material banjir dan longsor di area permukiman, dia mendorong terus pendataam rumah, yang rusak berat, sedang, dan ringan.
“Lakukan pendataan kerusakan mulai dari rumah, fasos, fasum agar bisa segera ditindaklanjuti diperbaiki dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang,” kata Suharyanto.
Sementara untuk mengoptimalkan pendistribusian bantuan logistik ke enam daerah terdampak, katanya, BNPB bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendorong percepatan perbaikan sejumlah jalan nasional yang terputus dan jembatan rusak.
Bantuan logistik kepada masyarakat dikirimkan melalui jalur udara dengan helikopter BNPB, terutama di Tanah Datar.
BNPB pun bersama BMKG melaksanakan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) guna mendukung evakuasi dan perbaikan sarana dan prasarana. Jadi, katanya, penanganan darurat tak terhambat cuaca buruk yang berpotensi terjadi sesuai prakiraan BMKG di Sumbar.
Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG mengatakan, TMC disiapkan bersama antara BMKG dan BNPB. Mereka memperhitungkan jumlah sortie dengan melihat cuaca yang ada. Operasi, katanya, dilakukan selama tujuh hari ke depan.
Pemerintah juga berencana relokasi rumah terutama yang rusak dan berada di dekat aliran sungai.
“Untuk relokasi kami sedang asesmen, sudah memberikan rekomendasi di tahap transisi rehabilitasi rekonstruksi apakah ada relokasi, kalau ada relokasi maka pemerintah daerah menyiapkan lahan dan pemerintah pusat yang akan bangun. Bila tidak direlokasi, kami akan siapkan opsi lain seperti perbaikan,” kata Suharyanto.
Untuk rumah rusak pun akan dapatkan bantuan pemerintah, sebesar Rp60 juta untuk rusak berat, Rp30 juta rusak sedang, dan Rp15 juta rusak ringan.
Mitigasi mendesak
Khalid Saifullah, anggota Dewan Pengarah Forum Pengurangan Risiko Bencana menyatakan, punya beberapa catatan harus jadi perhatian pasca kejadian.
Dia mengatakan, ancaman erupsi ataupun banjir lahar dingin belum ditangani optimal, padahal sudah banyak peringatan sejak tahun lalu. Untuk non-struktural, beberapa kebijakan siaga darurat telah diterapkan, seperti sosialisasi dan evakuasi warga pada radius 5 km.
“Sayangnya, kebijakan siaga darurat tidak didukung penganggaran, hingga upaya siaga darurat erupsi Gunung Marapi kurang optimal,” katanya.
Dia sebutkan, enam poin yang mendesak dilakukan untuk mengurangi risiko membangun kesiapsiagaan.
- Segera lakukan pengecekan bagian hulu sungai-sungai yang berasal dari Gunung Marapi. Untuk memeriksa potensi tumpukkan material dan bendungan alami pasca banjir lahar dingin kemarin, harus diidentifikasi titik-titik bahaya di kelokan sungai yang terdapat pemukiman atau sarana prasarana, jalan atau jembatan.
- Jika memungkinkan, lakukan pembersihan pada titik-titik potensi sumbatan pada aliran sungai.
- Melakukan identifikasi daerah pemukiman yang dilalui aliran sungai yang berpotensi terjadi aliran lahar dingin.
- Menyiapkan tim kesiap-siagaan di tingkat jorong atau nagari di wilayah aliran sungai yang berpotensi alirkan lahar dingin dan ada pemukiman, serta membangun sistem peringatan dini di tingkat komunitas.
- Menyiapkan tempat evakuasi.
- Ketika ada peringatan dini curah hujan di bagian hulu dari BMKG, masyarakat harus diungsikan atau evakuasi ke tempat pengungsian. Karena itu harus disiapkan tempat pengungsian bagi yang tidak bisa ke tempat keluarganya.
Dia juga menyebutkan beberapa langkah untuk mitigasi non-struktural dan struktural. Pertama, siapkan regulasi atau kebijakan mendukung terlaksananya upaya kesiapsiagaan, termasuk regulasi mendukung upaya mitigasi struktural. Kedua, sosialisasi dan penguatan masyarakat maupun aparat yang terlibat dalam penanganan bencana.
Ketiga, susun perencanaan untuk mitigasi struktural berdasarkan hasil identifikasi kesiapsiagaan poin satu.
Sedangkan untuk mitigasi struktural, katanya, bisa dengan membangun penampung lahar dingin pada titik titik yang gmemungkinkan sebelum memasuki areal perkampungan atau pertanian.
“Membuat atau memperkuat turap pada kelokan sungai yang terdapat pemukiman atau sarana-prasarana dan atau infrastruktur jalan atau jembatan,” katanya.
Langkah lain, dengan menyiapkan dan melengkapi fasilitas atau sarana prasarana di tempat evakuasi.
Tindak tegas
Hal penting lain, kata Khalid, penegakan aturan kalau terjadi pelanggaran peraturan perundangan dilakukan secara tegas. “Seperti illegal logging, illegal mining dan izin mendirikan bangunan di daerah berisiko dan atau ilegal di sepanjang sempadan sungai. Penindakan tegas ini harus segera dilakukan,” katanya.
Selain itu juga harus ada pelibatan aktif masyarakat dalam mitigasi dan kesiapsiagaan. “Masyarakat jangan hanya sebagai obyek dan korban, juga harus dilibatkan karena kadang-kadang mereka memiliki kearifan lokal yang menyelamatkan,” katanya.
Wengki Purwanto, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumbar menekankan pentingnya ketegasan pemerintah soal tata ruang dan kebijakan lingkungan hidup.
“Setelah penanganan dampak bencana, perlu evaluasi dan penataan ulang pemanfaatan-peruntukan ruang kawasan Lembah Anai berbasis kajian lingkungan hidup strategis dan analisis resiko bencana. Kegiatan pemulihan kembali fungsi sempadan sungai penting, termasuk mengaudit dan memulihkan hulu DAS,” katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus bernyali menegakkan regulasi lingkungan hidup, tata ruang dan kebencanaan. “Pelanggaran dan kejahatan lingkungan, tata ruang-kebencanaan tidak boleh ditolerir.”
Tata ruang, katanya, harus jadi instrumen legal menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan, serta memitigasi bencana.
“Paradigma RTRW hanya untuk melegalkan atau mengakomodir investasi harus ditinggalkan. Pengaturan pola ruang yang hanya berfokus pada investasi hanya akan melahirkan bencana. Pendapatan daerah dari investasi dengan nilai kerugian dampak bencana jelas tidak seimbang,” katanya.
Wengki mengatakan, perlu menyadari, secara geografis, Sumbar berada pada kawasan rawan bencana hingga perlu penataan ruang berbasis mitigasi bencana.
“Masyarakat, memerlukan kebijakan konkret, bukan laku gimmick penanggulangan bencana. Kegagalan pemerintah harus ditebus dengan kebijakan konkret. Jangan lagi dipoles dengan gimmick politisasi bencana ekologis,” katanya.
Saat ini, bencana bertubi data sebagai akumulasi krisis ekologis. Ancaman bencana, katanya, akan makin meningkat karena perubahan iklim, alih fungsi lahan dan kerusakan lingkungan. “Termasuk pembangunan atau investsi yang mengabaikan kajian lingkungan hidup strategis dan aspek risiko bencana.”
Selain itu, kata Wengki, pemerintah harus lakukan audit lingkungan, terutama bencana seperti di Lembah Anai. Pemerintah, katanya, harus segera melakukan audit lingkungan menyeluruh, terutama daerah-daerah bencana.
“Audit lingkungan yang kami maksud, tidak hanya pada usaha legal, termasuk dampak usaha ilegal. Audit lingkungan juga jangan sekadar prosedural dan ceklist dokumen, lebih jauh pada aspek hilangnya fungsi lingkungan dan kontribusinya pada bencana.”
Dengan begitu , katanya, kebijakan penanggulangan bencana berbasis data akurat dan akar masalah.
Wengki menyinggung bencana di Lembah Anai semestinya tidak terjadi. Dia menilai, bencana dan banyaknya korban sebagai bentuk kelalaian dan kegagalan pemerintah dalam melindungi dan melestarikan fungsi lingkungan. “Gagal penataan ruang dan gagap dalam urusan penyelenggaraan penanggulangan bencana.”
Risiko bencana ekologis di Lembah Anai, katanya, sering para pihak ingatkan, bahkan rekomendasi-rekomendasi resmi diberikan kepada pemangku kebijakan.
BKSDA Sumbar, juga harus bertanggung jawab atas pengelolaan kawasan TWA Mega Mendung yang ada aktivitas hingga mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan.
Dia juga menyebut, Gubernur Sumbar, dan Bupati Tanah Datar, sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap bencana Lembah Anai.Pemerintah, katanya, gagal memberikan perlindungan kepada masyarakat dari bencana. Sebaliknya, masyarakat ditempatkan pada situasi rawan bencana dan jadi korban.
“Pemerintah harus betul-betul meninggalkan kebijakan yang menempatkan masyarakat dalam situasi rawan bencana, termasuk menghentikan permanen ide dan kebijakan pembangunan plaza di kawasan Lembah Anai yang dimunculkan akhir 2022,” katanya.
******
Banjir dan Longsor di Tengah Musim Kemarau, 5 Warga Meninggal Dunia di Bali