- Pemerintah kembali menghelat kampanye Bulan Cinta Laut di sejumlah daerah di Indonesia. Pada 2024 targetnya adalah 22 lokasi pembersihan, lebih dari 200 ton sampah terakumulasi dapat diambil dari laut, dan 1,760 orang nelayan ikut berpartisipasi.
- Kegiatan ini merupakan 1 dari 5 agenda prioritas sektor kelautan dan perikanan untuk ekonomi biru oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
- Dampak sampah laut ini di area penangkapan ikan adalah habitat ikan tidak sehat, ikan tidak tumbuh subur, malah bisa mati. Akhirnya tangkapan ikan menurun, sedikit. Beberapa lokasi nelayan nyari ikan dapatnya sampah.
- Kegiatan lain seperti sosialisasi dan bimbingan teknis terkait pengelolaan dan pengolahan sampah.
Pemerintah kembali menghelat kampanye Bulan Cinta Laut di sejumlah daerah di Indonesia. Pada 2024 targetnya adalah 22 lokasi pembersihan, lebih dari 200 ton sampah terakumulasi dapat diambil dari laut, dan 1.760 orang nelayan ikut berpartisipasi. Nilai ekonomi dari sampah yang terkumpul dari kegiatan ini diperkirakan lebih dari Rp100 juta selama pelaksanaan kegiatan tiga bulan, Mei-Juli ini.
Kampanye ini adalah implementasi program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berbasis ekonomi biru yaitu pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan atau Bulan Cinta Laut (BCL). Hal ini dipaparkan dalam sosialisasi oleh Badan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan laut (BPSPL) Denpasar pada 29 April 2024 di Denpasar seperti notula yang diterima Mongabay Indonesia.
Getreda Melsina Hehanussa, Kepala BPSPL Denpasar mengatakan sejumlah isu penting saat ini adalah sampah yang cukup banyak masuk ke perairan kelautan sangat mengganggu dan berbahaya. Karena itu dibuatlah pembersihan sampah plastik di laut melalui Gerakan Partisipasi Nelayan atau Bulan Cinta Laut. Kegiatan ini merupakan 1 dari 5 agenda prioritas sektor kelautan dan perikanan untuk ekonomi biru oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
“Dampak sampah laut ini di area penangkapan ikan adalah habitat ikan tidak sehat, ikan tidak tumbuh subur, malah bisa mati. Akhirnya tangkapan ikan menurun, sedikit. Beberapa lokasi nelayan nyari ikan dapatnya sampah,” tambah Getreda ketika dikonfirmasi Mongabay.
Dari hasil monitoring awal, secara umum sumber sampah laut yang dominan adalah muara sungai atau kanal seperti Sungai Badung, Bali. Pihaknya belum memiliki hasil riset terbaru mengenai arus distribusi sampah di laut.
Baca : Menteri KP: Menjaga Ekologi Laut Berarti Menjaga Keberlanjutan Hidup Manusia
BCL sendiri sudah terlaksana sejak 2022 dan hingga sekarang terus berlanjut dengan beberapa target. Pada 2023 dihelat di 18 lokasi melibatkan 1.350 nelayan, dan sampah laut terkumpul lebih dari 171 ton. Tahun ini target ditingkatkan seiring masih tingginya volume sampah laut.
Kegiatan lain seperti sosialisasi dan bimbingan teknis terkait pengelolaan dan pengolahan sampah. Lokasi BCL di tahun 2024 tersebar di 13 Kabupaten dan kota, dan di wilayah kerja BPSPL Denpasar terdapat dua lokasi yaitu di Situbondo dan Denpasar. Sebagai persiapan, dilakukan monitoring sampah dengan tujuan mengetahui komposisi sampah berdasarkan jenis, mengetahui jumlah, berat dan kepadatan sampah pantai. Berikutnya mengetahui komposisi merk dan perusahan kontributor sampah di laut.
Langkah-langkah BCL ini di antaranya pengambilan, pembersihan sampah, pemilahan, penimbangan dan pencatatan, pelaporan data, dan pemberian insentif bagi kelompok nelayan terlibat. Pasca pelaksanaan, akan dilakukan monitoring dikhususkan untuk sampah pantai berukuran makro (2,5 cm – 1 m). Monitoring dilakukan dua kali dalam satu tahun untuk setiap lokasi menyesuaikan angin muson barat (Oktober-April) dan angin muson timur (April-Oktober).
Bentuk kerjasama kegiatan ini di antaranya pemberian insentif kepada nelayan peserta Gernas BCL baik berupa uang tunai ataupun bentuk lain yang disepakati. Sebagai mitra/offtaker pembeli sampah hasil pengumpulan oleh nelayan, pendampingan dan pembinaan pengelolaan sampah laut, dan pemberian materi edukasi kepada nelayan mengenai pengelolaan sampah bernilai ekonomis secara berkelanjutan.
Baca juga : Sampah Laut yang Menyulitkan Nelayan Kedonganan

Putu Sumardiana, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bali menambahkan ancaman sampah yang meningkat perlu didukung regulasi penanganannya dan dukungan dari masyarakat. Beberapa sumber ancaman laut yaitu dari aktivitas daratan yaitu limbah pertanian, pertambangan, industri maupun limbah rumah tangga. Sedangkan sumber dari aktivitas laut seperti transportasi laut, dan limbah buangan perikanan.
Komposisi sampah di Bali dari volume total 2.685 ton/hari didominasi organik hingga 60,3%, plastik 19,7%, kertas 11%, logam 1,8%, kaca 2,2%, dan lain-lain 5%
Timbulan sampah yang tak terolah menyebabkan kerusakan ekosistem laut, TPA yang penuh, sampah pantai, pencemaran di area sungai, mangrove dan rawa, dan pada biota laut dilindungi.
Penanganan sampah di Bali sudah tertuang dalam beberapa peraturan yaitu Peraturan Gubernur Bali No.95 tahun 2018 tentang Kebijakan dan Strategi Daerah dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Berikutnya Peraturan Gubernur Bali No.97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, dan Peraturan Gubernur Bali No.47 tahun 2019 tentang Pembatasan Sampah Berbasis Sumber.
Masyarakat dan pemerintah desa memiliki kewajiban sebagai kewajiban lainnya. Selain BCL, kegiatan rutin adalah kegiatan bersih pantai dan laut, kegiatan edukasi dan penanaman vegetasi pantai, bantuan sarana pengolah sampah dan pengawasan dan monitoring di KKPD Nusa Penida.
Baca juga : Riset Membuktikan Ini Jenis Sampah Laut Terbanyak di Pesisir Bali

Dewa Suteja selaku Pejabat Fungsional di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar mencontohkan, Kota Denpasar memiliki tantangan penanganan sampah. Dengan jumlah penduduk 731.183 jiwa atau 21.53% dari total penduduk Bali sejumlah masalah di antaranya tingginya tumpukan sampah di TPA Suwung, kurangnya pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan sampah, dan minimnya lahan pengolahan sampah di desa.
Padahal Kota Denpasar memiliki regulasi dalam pengelolaan sampah sejak dari produsen, merujuk UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Permen LHK No P.75/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Beberapa strategi yang pernah dicoba adalah pengelolaan sampah plastik menjadi BBM, program kantong plastik tidak gratis pada tahun 2016, pengurangan sampah plastik pada tahun 2018. dan pembangunan Aplikasi SIDARLING (Sistem Sadar dan Peduli Lingkungan).
Ketua Kelompok Usaha Bersama Segara Guna Batu Lumbang I Wayan Kona Antara menyampaikan terkadang terjadi keterlambatan pengambilan sampah oleh DLHK Kota Denpasar. KUB ini sudah melaksanakan kegiatan bersih laut sejak 2005 dan memohon bantuan berupa sarana dan prasarana untuk menunjang pengolahan sampah di pesisir dan laut.
DLHK Kota Denpasar menyarankan agar KUB Segara Guna Batu Lumbang melakukan koordinasi dengan Kepala Desa Pemogan atau TPS3R Desa Pemogan untuk penanganan pengambilan sampah kepada masyarakat dan pembayaran gaji petugas pengambil sampah. BPSPL Denpasar akan memberikan sarana prasarana penunjang Bulan Cinta Laut dan akan memfasilitasi pemberian bantuan pemerintah kepada KUB Segara Guna Batu Lumbang.
Sementara itu, jasa layanan pengelolaan sampah Eco Bali menyampaikan akan menerima semua jenis sampah plastik, salah satunya kantong plastik (kresek) karena itu perlu kesepakatan bersama dengan nelayan terkait teknis pembersihan sampah plastik. Untuk menindaklanjuti tawaran ini, BPSPL Denpasar akan memberikan bimtek pemilahan sampah dan pembersihan sampah yang dikumpulkan oleh nelayan sehingga sampah yang terkumpul dapat diterima Eco Bali selaku offtaker memberikan nilai ekonomi kepada masyarakat. (***)
Upaya Penanganan Sampah Laut: dari Plastik hingga Mikroplastik