- Pemerintah Indonesia terus berusaha wewujudkan Visi Ekonomi Biru 2045 melalui berbagai upaya. Target bertujuan untuk menyeimbangkan kegiatan ekonomi dan ekologi secara bersamaan
- Target tersebut mencakup perlindungan 30 persen keanekagaraman hayati laut, meningkatkan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 15 persen, dan menyumbang 12 persen lapangan kerja
- Agar bisa mewujudkan target itu, Pemerintah Indonesia harus bisa menegakkan keamanan maritim secara kontinu. Tugas tersebut sangat berat, karena ada banyak sekali tantangan yang harus dihadapi dan memecahkan banyak persoalan yang harus dicarikan solusi
- Salah satu persoalan yang harus diselesaikan terlebih dahulu, adalah tumpang tindih peraturan dan pelaksana tugas di lapangan. Saat ini terdapat 24 peraturan dan enam kementerian dan lembaga (K/L) yang terlibat dalam pengelolaan keamanan maritim
Perayaan hari kemerdekaan ke-100 Republik Indonesia akan menjadi momen penting bagi banyak hal dan aspek. Peringatan hari yang akan jatuh pada 17 Agustus 2045 itu, akan menjadi saksi keberhasilan banyak target yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia.
Di antara target itu, adalah Visi Ekonomi Biru 2045 yang tugas utamanya untuk menyeimbangkan kebutuhan ekologi dan sosial dengan kebutuhan ekonomi pada sektor kelautan dan perikanan. Ada tiga target yang diharapkan bisa tercapai dalam sisa waktu 21 tahun dari sekarang.
Ketiganya adalah melaksanakan perlindungan 30 persen keanekagaraman hayati laut, meningkatkan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sektor maritim sebesar 15 persen, dan sektor maritim menyumbang 12 persen lapangan kerja.
Agar ketiga target bisa terwujud, pemerintah saat ini semakin gencar untuk melakukan berbagai upaya melalui lintas sektor. Namun, paling penting yang harus dilakukan adalah bagaimana menciptakan keamanan maritim yang bagus dan kuat untuk bisa mendukung banyak program kerja di laut.
Memperkuat keamanan maritim menjadi sangat penting, karena ada tujuan yang harus dicapai. Selain mempertahankan kedaulatan negara, juga bisa menjamin perlindungan lingkungan laut, keselamatan dan keamanan manusia, dan stabilitas pembangunan ekonomi.
Dirjen Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Perikanan Tangkap KKP Tb Haeru Rahayu mengungkapkan bahwa konsep ekonomi biru memang sedang dijalankan Indonesia saat ini.
Konsep ekonomi biru yang sedang diterapkan itu, adalah perluasan kawasan konservasi laut, pengendalian penangkapan ikan, penguatan budi daya perikanan yang berperan sebagai pemasok protein bagi manusia, pengelolaan pulau-pulau kecil, dan lautan bebas sampah.
Menurutnya, saat laut sebagai ekologi berhasil lestari, maka banyak manfaat yang akan diperoleh manusia. Selain manfaat sebagai penyuplai protein bagi makhluk hidup, laut juga akan menjalankan tugasnya sebagai panglima yang bisa melindungi dari banyak ancaman kerusakan.
“Generasi berikutnya juga dapat bertahan,” katanya dalam seminar bertajuk “Maritime Security for Sustainable Economy” yang digelar bersama oleh Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) dengan Kedutaan Besar Norwegia untuk Indonesia, di Jakarta, akhir April lalu.
Baca : Cara Indonesia Membangun Kekuatan Maritim di Wilayah Laut

Untuk itu, agar tujuan menjaga keberlanjutan ekosistem yang ada di laut dan pesisir bisa berjalan baik melalui penerapan konsep ekonomi biru, pemerintah juga mengimplementasikan sejumlah instrumen. Termasuk, monitoring dan penegakan hukum.
Deputi Bidang Operasi dan Latihan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Andi Abdul Azis menilai kalau keamanan maritim menjadi hal yang sangat penting untuk terus ditingkatkan kekuatannya. Hal itu bisa berdampak positif pada tata kelola ekonomi kelautan yang berkelanjutan.
Namun, diperlukan strategi tata kelola agar bisa mendapatkan hasil yang sesuai harapan. Pertama, optimalisasi peraturan perundangan yang mengatur tata kelola dan implementasi pemanfaatan teknologi.
Kedua, sistem informasi maritim nasional yang terintegrasi, dan pertukaran informasi untuk big data warehouse. Ketiga, membangun struktur dan tata kelola keamanan maritim secara kolaboratif yang didukung teknologi tinggi.
Dia menyebut ada permasalahan keamanan maritim yang sedang dihadapi Indonesia sekarang. Di antaranya, karena wilayah laut Indonesia diatur dengan 24 undang-undang (UU) penindakan hukum, dengan melibatkan enam kementerian dan lembaga (K/L) yang masing-masing memiliki armada laut.
Banyaknya peraturan dan pelaksana hukum di lapangan, memicu banyak hal yang dirasakan para pihak, terutama mereka para pelaku usaha. Termasuk, adanya pemeriksaan keamanan atau dokumen lebih dari sekali karena ada lebih dari satu K/L yang datang.
Atau, saat petugas dari K/L memeriksa kapal dan ditemukan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku di Indonesia, namun kemudian itu tidak dilakukan penindakan. Seringnya, karena K/L yang menemukan pelanggaran tersebut tidak memiliki kewenangan untuk menindak.
Atau juga, petugas dari K/L melakukan penangkapan terhadap kapal karena ditemukan pelanggaran, dan kemudian diserahkan kepada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Tapi, setelah diproses oleh PPNS, kapal yang sudah ditangkap kemudian justru dibebaskan.
Terakhir, persoalan yang juga sering muncul adalah adanya oknum pelaku usaha yang memanfaatkan situasi saat kapal atau usahanya diketahui melakukan pelanggaran hukum. Oknum seperti itu biasanya akan melancarkan usahanya tanpa dikenakan pelanggaran.
Baca juga : Studi: Saat Ikan Ilegal Turun, Pembajakan di Laut Meningkat

Penjaga Laut
Semua persoalan itu sebenarnya bisa teratasi jika peran dan fungsi Bakamla sebagai Indonesian Coast Guard bisa berjalan sepenuhnya. Saat ini, Pemerintah Indonesia tengah memproses revisi UU No.32/2014 tentang Kelautan.
Saat UU tersebut disahkan, Bakamla juga menjadi sah sebagai Indonesian Coast Guard yang bertugas untuk melakukan patroli penuh di wilayah laut dan melindungi dari berbagai bentuk ancaman hukum. Penetapan tersebut dikuatkan oleh Peraturan Presiden No.178/2014 tentang Bakamla.
Andi mengatakan Bakamla memiliki peran sesuai amanah UU No.32/2014 dan Peraturan Pemerintah No.13/2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia.
Peran yang dimaksud, adalah menyusun kebijakan keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum (KKPH), melaksanakan koordinasi untuk patroli nasional pada wilayah perairan laut Indonesia, dan melakukan integrasi sistem informasi maritim.
Meski demikian, dalam menjalankan peran KKPH tersebut, Bakamla RI tidak bisa melakukannya sendirian. Mengingat wilayah laut yang sangat luas, maka diperlukan kolaborasi dengan para pihak lain yang terkait agar patroli berjalan maksimal.
Pada momen yang sama, Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Mohamad Rahmat Mulianda menyebut kalau keamanan maritim sudah menjadi prasyarat pembangunan maritim berkelanjutan.
“Keamanan maritim yang kuat turut mengurangi ancaman terhadap proteksi sumber daya laut,” ungkapnya.
Baca juga : Pantau Stok dan Pergerakan Kapal Ikan, Indonesia Segera Luncurkan Satelit Maritim

Mengingat pentingnya peran dari keamanan maritim untuk menjaga wilayah perairan laut nasional tetap berdaulat, maka diperlukan aksi nyata untuk mewujudkannya. Keamanan maritim menjadi ukuran wilayah laut tetap berkelanjutan dan lestari.
Saat keamanan laut bisa berjalan baik, maka ada manfaat yang hadir, yaitu melaksanakan perlindungan terhadap berbagai ancaman melalui penegakan hukum dan regulasi kemaritiman. Memastikan adanya pengawasan yang efektif di wilayah perbatasan laut dan manajemen imigrasi sebagai titik masuk maritim.
Berikutnya, keamanan laut juga bisa mencegah kecelakaan dan memperkuat kemampuan untuk melakukan pencarian dan penyelaman (SAR). Juga, dalam waktu yang sama akan melindungi ekosistem laut dan melestarikan keanekaragaman hayati di dalamnya.
Keamanan laut juga akan melindungi infrastruktur laut seperti pelabuhan perikanan, pelabuhan umum, sarana dan prasarana yang ada di laut lepas, dan alur pelayaran yang bisa menjaga rantai pasok kemaritiman yang sangat penting.
“Meningkatkan kolaborasi untuk mengatasi tantangan maritim bersama dan meningkatkan keselamatan dan keamanan maritim secara global,” jelasnya.
Tegasnya, dia menilai kalau keamanan maritim tidak dapat ditangani dari perspektif pertahanan dan keamanan saja, namun harus mencakup upaya lain seperti konservasi lingkungan dan sumber daya alam, serta pembangunan dan ketahanan sosio-ekonomi.
“Untuk itu diperlukan sinergi multipihak dan multisektor mulai dari perencanaan hingga pelaksanaannya,” tuturnya.
Baca juga : Indonesia Perlu Tata Kelola dan Kebijakan Maritim yang Tepat

Batasan Ruang Laut
CEO IOJI Mas Achmad Santosa pada kesempatan tersebut mengutarakan bahwa ruang hidup yang aman bagi umat manusia saat ini berada dalam kondisi kritis. Menyitir kajian ilmuwan Johan Rockström, Mas dia menyatakan bumi telah melampaui enam dari sembilan batasan planet (planetary boundaries).
Enam pelampauan batas itu adalah perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, aliran nitrogen dan fosfor ke ekosistem alami, alih fungsi lahan, polusi kimia sintetis, dan perubahan air tawar. Selain itu, Laporan Global Stocktake for the Paris Agreement yang diluncurkan pada COP-28 di Dubai pada Desember 2023 juga menyebutkan bumi sudah keluar jalur dari target 1,5 derajat celcius.
“Jika kita terlambat mengambil tindakan, maka akan terjadi gangguan yang tidak dapat diubah sekaligus tak terhindarkan,” tegasnya.
Pada kesempatan lain sebelumnya, dia juga mengungkapkan kalau penyelamatan ekosistem laut dan segala sumber dayanya mutlak harus dilakukan umat manusia. Salah satunya, melalui pembangunan keamanan laut yang tepat dan efisien.
Dia yakin, sistem keamanan laut yang tangguh dan responsif akan menjadi prasyarat pembangunan berkelanjutan Indonesia. Namun, sistem tersebut harus mencakup aspek keamanan manusia (human security), keamanan nasional (national security), lingkungan hidup/ekosistem laut (marine environment), dan pembangunan ekonomi (economic development).
“Keempatnya dapat menopang pertahanan dan keamanan bangsa,” ungkapnya.
Berkaitan dengan penegakan hukum di laut, IOJI juga pernah menerbitkan rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia dan para pihak terkait. Pertama, harus ada kemampuan melakukan deteksi aktivitas di laut yang cepat dan akurat, dengan teknologi pemantauan multi-sumber data, serta informasi yang terintegrasi antarkementerian dan lembaga.
Baca juga : Maraknya Illegal dan Destructive Fishing, Pengawasan Laut Butuh Perhatian Serius

Tegasnya, Indonesia harus memiliki ability to detect jika ingin menegakkan keamanan di laut. Kedua, ability to respond. Itu adalah kemampuan merespons dan/atau menindak tegas pelanggaran yang terjadi.
Ketiga, ability to punish. Itu adalah kemampuan menjatuhi sanksi dan/atau hukuman yang memberikan efek jera terhadap pelaku ancaman keamanan laut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional.
Keempat, ability to cooperate with international community. Itu adalah kemampuan untuk mengatasi ancaman keamanan laut melalui kerja sama internasional, baik dengan pemerintah negara lain mau pun dengan lembaga internasional yang secara khusus menangani isu ancaman laut terkait.
Keamanan Maritim dan Kesejahteraan Masyarakat
Tentang keamanan laut, Panglima Komando Armada TNI AL Laksmana Madya Denih Hendrata juga memiliki penjelasan sendiri. Dia mengingatkan ada kaitan antara keamanan maritim dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung dari laut selama ini.
“Ibarat dua sisi koin, keamanan maritim sangat penting dan vital lantaran terkait erat dengan kesejahteraan. Dan sebaliknya, kesejahteraan sangat erat dengan keamanan,” katanya.
Ia mengingatkan perspektif keamanan maritim tak dapat dilihat hanya keamanannya saja, melainkan juga lingkungan laut itu sendiri yang harus sehat, aman, dan bersih. Laut harus terlindungi dan dikonservasi, baik yang hidup ataupun tidak.
Menurut dia, laut indonesia masih belum dikelola secara optimal, dan itu mengakibatkan kekayaan sumber daya alam di laut tidak bisa dimanfaatkan dengan baik. Kelangkaan pangan dan energi yang akan terjadi nanti, menjadi jawaban dari semua itu.
Kemudian, koordinasi intensif dan sinergitas K/L juga sangat dibutuhkan untuk mewujudkan keamanan maritim yang bisa mendukung ekonomi kelautan yang berkelanjutan. Kerja sama internasional, baik bilateral maupun multilateral dibutuhkan untuk mewujudkan laut yang aman dan damai.
Baca juga : Koordinator Pengawasan Laut, Bakamla: Kita Concern IUU Fishing

Keamanan Maritim memang diyakini bisa menjadi kunci tercapainya target ekonomi laut berkelanjutan. Tidak hanya berlaku untuk Indonesia, hal itu juga berlaku untuk Norwegia, negara yang sudah memainkan peran penting dalam aksi global menuju ekonomi laut berkelanjutan.
Kedua negara memiliki kepentingan yang sama dan memiliki target yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi. Untuk itu, mewujudkan keamanan maritim yang tangguh menjadi bagian penting yang tak terpisahkan.
Kedua negara ini juga merupakan anggota pertama dari Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Kelautan Berkelanjutan (High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy) yang secara aktif mengadvokasi tindakan kolektif mengelola 100 persen wilayah laut masing-masing negara secara berkelanjutan.
Praktik pengelolaan laut yang berkelanjutan sudah dilakukan Indonesia dan Norwegia, kemudian dikuatkan melalui kerja sama di berbagai bidang terkait keamanan maritim dan ekonomi biru, seperti pengelolaan berkelanjutan, pengelolaan laut, dan pengawasan (surveillance).
Wakil Menteri Luar Negeri Norwegia Andreas Kravik mengingatkan bahwa laut masih belum bisa lepas dari aktivitas penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak sesuai regulasi (IUUF) dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang terindikasi sebagai kejahatan transnasional.
“Kita membutuhkan pengaman yang lebih baik bagi orang-orang yang menggantungkan hidup dari laut dan demi kesehatan laut itu sendiri,” tambahnya. (***)