- Untuk mengatasi krisis air di masa mendatang, Desa Menang Raya, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan, merevitalisasi Lebak Petai Kecik
- Lebak Petai Kecik dibagi tiga zonasi yaitu kawasan bebas tangkap, budidaya ikan, dan konservasi.
- Banyak kawasan lebak berubah fungsi atau tidak dirawat masyarakat dikarenakan tidak memiliki manfaat ekonomi. Sebab, kawasan tersebut menjadi lokasi lelang lebak lebung.
- Lelang lebak lebung sebaiknya dihentikan, sebab selain meningkatkan pendapatan masyarakat, lebak juga akan dirawat sehingga tidak berubah fungsi, dan berdampak terjaganya air.
Baca sebelumnya:
Hujan Terus Turun, Ribuan Hektar Sawah di Sumatera Selatan Terancam Gagal Tanam
Menderitanya Petani Rawa Lebak di Sumatera Selatan Akibat Perubahan Iklim
Lahan Basah Sungai Musi Berubah, Peneliti: Harus Dikembalikan Fungsinya
**
Desa Menang Raya, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan, berada di lahan basah. Rusaknya sejumlah kawasan rawa gambut menyebabkan desa ini mengalami krisis air setiap kali musim kemarau, termasuk terjadinya kebakaran lahan.
“Krisis air itu bukan hanya berdampak buruk pada kebutuhan hidup warga seperti untuk air minum, mandi dan mencuci, juga terhadap pertanian khususnya persawahan,” kata Rian Syaputra, Kepala Desa Menang, kepada Mongabay Indonesia, pertengahan Mei 2024.
Perubahan iklim yang kami rasakan beberapa tahun terakhir, kian memperparah kondisi tersebut.
“Kalau tidak segera ditata, mungkin tiga tahun ke depan Menang Raya kehilangan air saat kemarau,” jelasnya.
Guna menjamin keberadaan air di desa yang luasnya mencapai 2.000 hektar, pemerintah Menang Raya akan merevitalisasi atau mengembalikan fungsi Lebak Petai Kecik.
Lebak Petai Kecik adalah kawasan rawa atau lebak yang luasnya mencapai 66 hektar, yang berada di sekitar perkebunan karet dan permukiman masyarakat.
“Kita akan menatanya sebagai sumber ekonomi dan air. Sumber ekonomi berasal dari ikan dan purun danau [Lepironia articulata], yaitu bahan baku kerajinan anyaman,” terangnya.
Lebak Petai dibagi tiga zonasi. Pertama, kawasan bebas tangkap ikan oleh masyarakat. Wilayah ini berada di rawa dalam atau lebung. Kedua, zona budidaya ikan yang akan dikelola Bumdes [Badan Usaha Desa]. Ketiga, zona konservasi yakni kawasan rawa yang dipenuhi tanaman purun danau.
“Dengan berfungsinya lebak sebagai sumber ekonomi, maka masyarakat akan menjaga keberadaannya sehingga tidak berubah fungsi sebagai perkebunan,” kata Rian, yang pernah aktif di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Sumatera Selatan.
Air di Lebak Petai Kecik bukan hanya sumber air permukaan tanah. Juga, sebagai sumber air bawah tanah untuk memenuhi air sumur warga.
“Di desa ini belum ada PAM [Perusahaan Air Minum]. Semua warga memanfaatkan air sumur dan sungai sebagai air bersih,” jelas Rian.
Jumlah penduduk Desa Menang Raya sekitar 15 ribu jiwa atau 3.800 kepala keluarga [KK].
Sekitar 320 KK yang bersawah padi menetap di Dusun 4, yakni 200 KK hidup dari mencari ikan [Dusun 1 dan 2] dan pengrajin anyaman tikar purun sebanyak 480 KK di Dusun 2.
Kendala
Selain merevitalisasi Lebak Petai, pemerintah Desa Menang Raya juga menetapkan persawahan lebak seluas 188 hektar sebagai lokasi persawahan. Kebijakan ini ditetapkan melalui Peraturan Desa [Perdes] Menang Raya Tahun 2023.
“Kendalanya masih masuk lokasi lelang lebak lebung Kabupaten OKI. Kami sudah berupaya mengeluarkannya, tapi belum berhasil.”
Tapi, upaya revitalisasi Lebak Petai Kecik perlahan dapat dijalankan, sebab pemenang lelang lebak lebung diserahkan kepada Desa Menang Raya.
“Jadi, kami dapat menetapkan kawasan tangkap ikan yang bebas dilakukan masyarakat. Kalau pemenang lelang bukan pemerintah desa atau pengemin [pemenang lelang], maka masyarakat dilarang menangkap ikan. Saat ini pemasukan untuk pemerintah desa melalui budidaya ikan lokal, seperti pembesaran ikan gabus, toman, tembakang, dan lainnya,” jelas Rian.
Jimi [48], warga Dusun 2, Desa Menang Raya, sangat berharap Lebak Petai Kecik bebas dari kawasan lelang. Dijelaskan dia, penyebab warga tidak berkeinginan menjadikan Lebak Petai Kecik sebagai lahan perkebunan dikarenakan selama ini manfaat ekonominya tidak banyak bagi masyarakat.
“Hal ini dikarenakan adanya lelang lebak lebung. Lelang itu hanya menguntungkan pengemin, bukan masyarakat.”
“Warga di sini sudah lama menginginkan Lebak Petai Kecik bebas dari lelang. Saat saya kecil, setiap warga bebas menangkul atau memancing ikan. Setelah adanya lelang, warga takut melakukan kegiatan tersebut, sebab dianggap melanggar hukum,” kata Bulat Jawa [66], seorang maestro Incang-Incang yaitu sastra tutur masyarakat Pedamaran.
Hentikan lelang lebak lebung
Ryllian Chandra, akademisi di FISIP UIN Raden Fatah Palembang, menjelaskan bahwa sudah saatnya pemerintah di Sumatera Selatan membebaskan kawasan lebak lebung dari pelelangan.
Lelang hanya menguntungkan secara ekonomi, yakni memberikan pendapatan bagi pemerintah daerah.
“Jika dibebaskan, kegunaannya lebih banyak. Selain meningkatkan pendapatan masyarakat, juga menjaga kawasan lahan basah, khususnya rawa dan sungai, dari kerusakan atau alih fungsi yang berdampak pada tata kelola air,” kata Ryllian yang tengah meneliti politik air di Sumatera Selatan.
Perubahaan iklim global yang terjadi, menyebabkan masyarakat dunia terancam mengalami krisis air.
”Jika masyarakat di Sumatera Selatan mengalaminya, kerugiaannya jauh lebih besar dibandingkan keuntungan yang didapat selama ini, seperti dari lelang lebak lebung tersebut. Jadi, menghapuskan lelang lebak lebung merupakan upaya mitigasi menghadapi ancaman krisis air.”
Lelang lebak lebung sudah dijalankan sejak masa pemerintahan Kesultanan Palembang. Lelang ini diatur dalam kitab “Simbur Cahaya”. Kitab yang dijadikan pranata hukum masyarakat Sumatera Selatan ini ditulis Ratu Sinuhun, isteri Pangeran Sido Ing Kenayan, yang berkuasa di Palembang pada 1636-1642 Masehi.
Aturan adatnya tetap berlaku saat dilakukan lelang lebak lebung di masa pemerintahan Hindia Belanda. Di masa pemerintahan Kesultanan Palembang, Hindia Belanda, maupun Indonesia [Orde Lama] yang menyelenggarakan lelang adalah pemerintahan marga [desa].
Setelah Pemerintahan Orde Baru melahirkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, yang diganti Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, yang membubarkan pemerintahan marga [adat], pendapatan lelang lebak lebung yang sebelumnya menjadi pendapatan pemerintahan marga, beralih menjadi pendapatan pemerintahan kabupaten.