- Sebanyak 26 provinsi di Indonesia endemis rabies, termasuk NTT. Hanya 11 provinsi yang bebas penyakit ini yaitu Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Papua Barat, Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
- Sejak Januari hingga April 2024, terdata 917 warga Kabupaten Sikka digigit anjing penular rabies. Dari kasus tersebut, sebanyak 8 warga meninggal dunia.
- Penjabat Bupati Sikka, Adrianus Firminus Parera, telah mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan surat edaran nomor: Distan.524.3/102/IV/2024, yang ditujukan kepada camat, kepala desa, dan lurah untuk menekan penyebaran rabies. Pemilik anjing yang tidak memenuhi persyaratan vaksinasi atau tidak mengikat anjingnya, maka kepala desa atau lurah diberikan wewenang mengambil tindakan eliminasi.
- Virus rabies masuk ke tubuh manusia melalui gigitan hewan penular rabies dan melakukan replikasi di tempat gigitan tersebut.
Sebanyak 26 provinsi di Indonesia endemis rabies, termasuk NTT. Hanya 11 provinsi yang bebas penyakit ini.
Provinsi tersebut adalah Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Papua Barat, Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
Bagaimana penyebaran rabies di Nusa Tenggara Timur?
Sekertaris Komite Rabies Flores Lembata, dr. Asep Purnama, SpPD, mengatakan rabies di NTT dimulai dari Pulau Flores, tepatnya 1997 di Flores Timur. Rabies lalu menyebar ke Kabupaten Sikka [1998], Ende dan Pulau Lembata [1999], serta Ngada dan Manggarai [2000].
Tahun 2019 jumlah gigitan akibat hewan penular rabies [HPR] sebanyak 12.599 dengan jumlah korban jiwa 15 orang. Pada 2020, ada 11.262 gigitan HPR dengan 5 korban jiwa dan 2021 sebanyak 10.858 gigitan HPR dengan korban 4 orang meninggal.
“Pada 2022, jumlahnya meningkat menjadi 12.721 gigitan HPR dengan jumlah korban jiwa 9 orang,” ungkapnya, Rabu [1/5/2024].
Kasus rabies meningkat drastis di Pulau Timor, tepatnya di Kabupaten Timor Tengah Utara [TTU] dan Timor Tengah Selatan [TTS] pada 2023. Sebanyak 34 warga NTT, tercatat meninggal akibat virus rabies yang ditularkan melalui gigitan anjing, periode ini
“Hingga April 2024, sebanyak 8 warga meninggal yang 5 orang berasal dari Kabupaten Sikka. Sebagai catatan, kasus gigitan dan kematian menurun drastis pada 2020 dan 2021 saat COVID-19, dikarenakan orang lebih banyak berada di rumah,” papar Asep.
Hewan penular rabies dieliminasi
Sejak Januari hingga April 2024, terdata 917 warga Kabupaten Sikka digigit anjing penular rabies.
Margaretha Movaldes Da Maga Bapa, Ketua Tim Penanggulangan Rabies Sikka mengatakan, enam kecamatan masuk zona merah rabies dan keadaan ini ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa [KLB].
“Untuk itu, pemerintah melakukan eliminasi selektif terhadap hewan yang diduga rabies,” jelasnya, Rabu [1/5/2024].
Penjabat Bupati Sikka, Adrianus Firminus Parera, telah mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan surat edaran nomor: Distan.524.3/102/IV/2024, yang ditujukan kepada camat, kepala desa, dan lurah untuk menekan penyebaran rabies.
“Pemilik anjing yang tidak memenuhi persyaratan vaksinasi atau tidak mengikat anjingnya, maka kepala desa atau lurah diberikan wewenang mengambil tindakan eliminasi,” terangnya, akhir April 2024.
Adrianus mengingatkan, pemilik anjing yang menolak hewan peliharaannya dielimnasi wajib menandatangani surat pernyataan. Warga juga dilarang lakukan pemindahan HPR, terutama anjing.
“Anjing yang telah menggigit manusia, segera dieliminasi dan kepalanya diantar ke Laboratorium Veteriner Kesehatan Hewan Dinas Pertanian untuk dilakukan uji laboratorium,” jelasnya.
Data Dinas Pertanian Kabupaten Sikka menunjukkan, populasi anjing di wilayah ini sekitar 45-55 ribu ekor. Sebanyak 7.800 ekor sudah divaksin, namun jumlah anjing yang dieliminasi belum tersedia.
Rabies merusak saraf dan otak
Asep menjelaskan, rabies menjadi ancaman serius di Indonesia karena jumlah korban meninggal bertambah setiap tahunnya. Sejak 2017 hingga 2023, 676 orang meninggal.
Virus rabies masuk ke tubuh manusia melalui gigitan HPR dan melakukan replikasi di tempat gigitan tersebut. Virus menginfeksi saraf [sistem saraf perifer] kemudia bergerak secara retrograde. Virus melakukan replikasi di dorsal root ganglion dan bergerak ke atas melalui spinal cord menuju otak dan menginfeksi otak.
“Virus bergerak dari otak melalui saraf menuju ke beberapa jaringan seperti mata, ginjal, dan kelenjar air liur.”
Pada tahap ini, hewan maupun manusia yang terinfeksi akan menunjukkan gejala sakit seperti takut air dan angin. Pengobatan apapun akan sia-sia, karena virus sudah merusak otak penderita.
“Virus akan keluar melalui air liur dan menular melalui gigitan atau luka terbuka yang terkena air liur hewan yang terinfeksi rabies.”
Asep menuturkan, sifat fisik virus mati pada suhu 60ºC setelah 5 menit serta cepat mati dengan sinar ultra violet dan diluar jaringan hidup.
“Virus cepat mati dengan zat pelarut lemak seperti air sabun dan detergen serta pH3, namun bisa hidup berbulan pada suhu -4°C. Untuk itu, hewan penular rabies dikandangkan dan divaksin setiap tahun,” paparnya.