- PSDKP KKP melakukan penyegelan terhadap PT SLA di Kabil, Batam. Perusahaan ini kedapatan melakukan impor ikan dari Malaysia tanpa dokumen perizinan.
- Total terdapat 4 ton ikan yang ditemukan dalam gudang perusahaan, terdiri dari ikan jenis selar dan tongkol.
- Perusahaan mengaku baru kali ini melakukan impor dari Malaysia, ikan beku ini akan diedarkan di pasar yang ada di Batam.
- Nelayan Batam minta pemerintah untuk tegas, bahkan harus melakukan razia gabungan untuk memeriksa semua perusahaan importir ikan di Batam. Pasalnya kejadian ini modus untuk importir mencari keuntungan besar, sedangkan mengancam kehidupan nelayan tradisional.
Dugaan nelayan Natuna, Kepulauan Riau, perihal murahnya harga ikan karena marak impor ilegal sepertinya tidak terbantahkan. Hal itu dibuktikan oleh jajaran Pangkalan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membongkar praktek impor ikan ilegal di Batam pada Jumat (31/5/2024).
Setidaknya hasil penyelidikan PSDKP KKP menemukan sebanyak 4 ton ikan impor ilegal di gudang cold storage milik PT SLA. Ikan dengan jenis tongkol dan sellar itu siap diedarkan di pasar-pasar yang ada di Batam.
Gudang perusahaan ini berada di kawasan industri galangan kapal Kabil, Kecamatan Nongsa, Kota Batam. Gudang cold storage berada di antara kawasan industri lainnya, tidak nampak jelas perusahaan ini adalah importir ikan.
Kepala Gudang PT SLA Gunawan mengatakan, PT SLA sudah beroperasi belasan tahun, namun baru kali ini melakukan impor ikan dari Malaysia. Biasanya ikan yang diedarkan di pasar Batam berasal dari daerah Tarempa Kabupaten Anambas, dan Kabupaten Natuna. “Baru kali ini mengambil dari luar negeri,” kata Gunawan yang dihadirkan dalam konferensi pers PSDKP KKP, di Gudang PT SLA, Jumat, (31/5/2024).
Menurutnya, harga ikan dari Malaysia lebih murah daripada ikan yang berasal dari nelayan di Natuna dan Anambas. “(Kalau kualitas) ikan Natuna lebih bagus, karena ini (ikan Malaysia) murah saja,” katanya.
Baca : Harga Ikan Murah, Nelayan Natuna Banting Setir Ganti Profesi. Bagaimana Solusinya?
Sebanyak 4 ton ikan impor dari Malaysia ini kata Gunawan sudah berada di cold storage lebih kurang tiga bulan. Ia menjelaskan, ikan tidak diedarkan ke pasar Batam untuk sementara waktu karena pasar ikan sedang dibanjiri ikan dari Natuna. “Ditahan (untuk tidak diedarkan) karena ikan dari Natuna lagi banjir,” katanya.
Satu kilogram ikan impor dari Malaysia jenis sellar akan dijual di pasar Batam seharga Rp20 ribu, dan Rp28 ribu untuk ikan selar. “Kalau ikan selar dari Natuna harganya Rp40 ribu,” katanya.
Gunawan tidak mengetahui harga beli ikan di Malaysia. Ia mengaku hanya bertugas sebagai kepala gudang. “Kami hanya karyawan, disuruh ambil ikan di pelabuhan Batu Ampar kami ambil,” katanya.
Ikan impor ini disimpan dalam kardus berukuran kecil dengan nama fresh choice. Ikan dilapisi kantong plastik putih.
Setelah dicurigai ilegal PSDKP KKP langsung melakukan penyegelan terhadap 4 ton ikan tersebut. “Ikan ini tidak boleh keluar, hingga hasil tindak lanjut setelah pengembangan kasus ini selesai,” kata Kepala Pangkalan PSDKP Batam Turman Hardianto Maha saat melakukan pemasangan penyegelan.
Turman mengatakan, PT SLA disinyalir tidak memiliki dokumen perizinan impor ikan dari Malaysia masuk ke Indonesia. Sehingga pihaknya langsung melakukan pencegahan sebelum ikan impor beredar ke pasar di Batam. “Jadi memasukan ikan dari manapun harus sesuai aturan hukum,” katanya.
Setelah ini penyidik PSDKP Batam melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap perusahaan PT SLA. Perusahaan bisa menerima sanksi pidana hingga administratif. “Tentunya sanksi kita punya dua, pidana dan administrasi, sesuai UU Cipta Kerja, dikenakan sanksi administrasi itu yang dikedepankan,” katanya.
Turman menjelaskan, impor ilegal dari Malaysia ini berbeda dengan kejadian impor ilegal dari Cina beberapa bulan lalu. Impor ikan Cina ke Indonesia, modusnya akan dijadikan pindang, tetapi ikan impor Malaysia ini akan diedarkan di pasar Batam.
Kata Turman, jika satu kilogram ikan dihargai Rp20.000 dikalikan 4 ton total kerugian negara bisa mencapai Rp32 miliar. “Apakah hanya 4 ton, atau ada yang lain?, ini masih pengembangan,” katanya.
Baca juga : KKP Segel 4 Ton Ikan Impor Ilegal Asal Tingkok dan Malaysia
Razia Perusahaan Impor Ilegal
Saat ini nelayan tradisional di Natuna mengeluhkan harga ikan yang murah. Ikan hasil tangkapan nelayan tidak terserap dengan baik. Bahkan beberapa nelayan terpaksa banting setir jadi kuli bangunan, kerja di kebun orang dan beralih pekerjaan lainnya.
Turman memastikan salah satu aktivitas merusak harga pasar ikan nelayan adalah impor ikan ilegal. Apalagi impor ikan ilegal dari Malaysia ini merupakan jenis ikan yang menjadi tangkapan nelayan Indonesia. “Nelayan kita ambil ikan berkeringat dingin, karena ini nelayan kita yang akhirnya menjerit,” katanya.
Beredarnya ikan impor ilegal ini akan berdampak kepada nelayan di Indonesia, terutama Kepulauan Riau. Pasalnya, ikan impor ilegal akan membanjiri pasar ikan sehingga harga ikan menjadi murah. “Apalagi ikan impor dari Malaysia lebih murah daripada ikan Indonesia, akhirnya nelayan kita tidak bisa berkompetisi,” katanya.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANNA) Hendri menanggapi kejadian pengungkapan praktik impor ilegal dari Malaysia di Batam. Menurut Hendri, impor ikan dilakukan bukan lagi mengatasi kelangkaan lagi, tetapi sudah menjadi permainan para importir untuk mencari untung lebih besar.
“Tidak hanya di Batam atau Kepri, secara nasional juga terjadi, seperti di daerah Jakarta, Jawa, Bali dan lainnya,” kata Hendri kepada Mongabay, Jumat (31/5/2024).
Impor ikan ilegal juga tergantung daerah. Dia menemukan kalau di Jakarta sedang banyak impor ikan salem. Padahal, nelayan di Natuna sedang panen ikan layang yang sejenis dengan ikan salem itu.
Jika dibandingkan memang harga ikan impor lebih murah daripada ikan hasil tangkapan nelayan lokal Indonesia. Salah satu penyebab ikan impor murah kata Hendri karena proses penangkapannya dilakukan skala besar, dengan alat tangkap canggih.
“Jadi hasil ikan ditangkap banyak, sehingga mereka bisa jual dengan harga lebih murah, sementara nelayan kita menangkap ikan dengan biaya mahal, hasil tidak seberapa,” katanya.
Sehingga mau tidak mau untuk mengimbangi harga ikan impor, harga ikan secara nasional jadi turun. Seperti ikan layang, tahun 2022 di tingkat nelayan Natuna dibeli dengan harga Rp10-12 ribu/kg, dijual ke Jakarta menjadi Rp18-22 ribu.kg. “Tetapi sekarang harga di Jakarta sudah Rp10 ribu/kg, mau tidak mau harga yang dibeli nelayan menjadi Rp5 ribu, itupun pengusaha lokal tidak mengambil untung,” katanya.
Baca juga : Nasib Nelayan Natuna: Terusir Dari Laut Sendiri, Ditangkap di Laut Malaysia
Tidak hanya selayang, ikan jenis lain juga polanya sama kata Hendri, termasuk ikan tongkol dan selar yang diimpor secara ilegal di Batam. “Misalnya tongkol rata-rata Rp 25 ribu per kilogram, harga impor Malaysia bisa di kisaran Rp20 ribu per kilogram atau bahkan di bawah itu,” katanya.
Hendri berharap, pemerintah melalui dinas perikanan daerah, karantina perikanan hingga bea cukai proaktif melakukan razia di perusahaan-perusahaan importir yang ada di Kepri dan Batam. “Kalau mau razia ini gampang, tinggal datang ke cold storage, ikan impor pasti disimpan disitu,” katanya.
Manajer Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional Parid Ridwanuddin mengapresiasi penyegelan ikan impor ilegal yang berasal dari Malaysia itu. Namun, menurutnya kedepan pemerintah harus mencari solusi jangka panjang agar praktik ini tidak terus terjadi dan merugikan nelayan lokal.
“Impor ilegal ini terjadi, karena ada sistem logistik yang tidak bagus, pemerintah kami lihat belum bisa memastikan ikan tangkapan nelayan bisa terserap dengan baik,” kata Parid kepada Mongabay.
Dalam UU No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, katanya, ada dua mandat penting yang harus dilakukan pemerintah untuk nelayan.
“Dalam undang-undang itu pasal 12 ada point pengendalian impor perikanan, artinya tidak bisa kita mengimpor ikan yang mana merupakan ikan tangkapan nelayan lokal,” katanya.
Kecuali impor dilakukan karena ikan tersebut tidak ada di Indonesia dan menjadi kebutuhan masyarakat. “Itupun jumlahnya harus dibatasi. Kalau bisa impor ikan jangan dilakukan, kita ini kaya ikan,” pungkasnya. (***)