- Melingkarkan ekor pada batang pohon vertikal mungkin menjadi perilaku komunikasi unik yang dilakukan macan dahan sunda [Neofelis diardi]. Teknik meninggalkan bau ini mungkin tidak ditemukan pada hewan manapun.
- Allen dkk. [2016] mendokumentasikan perilaku komunikasi berbeda macan dahan. Temuan penelitian seperti ini penting sebagai masukan ekologi dan konservasi macan dahan yang kurang diteliti.
- Penelitian Wilting dkk. [2011] membagi spesies macan dahan sunda menjadi dua sub spesies, yaitu yaitu Neofelis diardi diardi [Sumatera] dan Neofelis diardi borneensis [Kalimantan]. Pemisahan ini mungkin terkait dengan naik turunnya permukaan laut, hingga letusan gunung api Toba.
- Kamera jebak di Taman Nasional Tanjung Puting, di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, berhasil merekam tiga individu macan dahan yang terdiri dari satu induk dan dua anak. Di video yang diunggah akun instagram Kementerian LHK pada 24 Mei 2024 itu, terlihat keluarga macan dahan sedang menjelajah serasah hutan.
Macan dahan sunda [Neofelis diardi] punya cara unik berkomunikasi di alam liar. Teknik meninggalkan bau atau membungkus ekor, yaitu melingkarkan ekor pada batang pohon vertikal, mungkin tidak ditemukan pada hewan manapun, menurut penelitian Allen dkk. [2016].
“Melingkarkan ekor, tampaknya belum pernah dijelaskan sebelumnya dalam literatur untuk spesies kucing lain. Mungkin hanya terjadi pada macan dahan,” tulis penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature tersebut.
Seperti namanya, Sunda Clouded Leopard terkenal dengan perilaku arboreal, termasuk bergelantungan di dahan pohon menggunakan cakar dan ekornya yang panjang untuk keseimbangan.
“Melingkarkan ekornya di sekitar benda di jalan setapak mungkin ada hubungannya dengan hal ini, atau mungkin digunakan dengan sengaja untuk meninggalkan bau, seperti bentuk gesekan tubuh lainnya,” jelas riset itu.
Para peneliti membagi perilaku komunikasi macan dahan menjadi beberapa kelompok, yaitu penandaan aroma, menggosok tubuh, bersuara, dan menyelidiki. Penciuman, gesekan, dan gesekan pipi merupakan perilaku komunikasi yang paling sering tercatat.
Selain itu, penelitian yang dilakukan di Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat tersebut juga menemukan informasi bahwa pejantan yang sama atau berbeda, sering berulang mengecek apakah area yang mereka tandai mendapat respon dari individu lain yang melewati wilayah itu.
Kesetiaan macan dahan terhadap area penandaan aroma ini berpotensi untuk mengatasi keterbatasan dalam mempelajari ekologinya, salah satu spesies paling misterius dan jarang diteliti.
Potensi ini termasuk membantu meningkatkan akurasi perkiraan populasi dengan menggunakan kamera jarak jauh non-invasif, serta meningkatkan keberhasilan menangkap dan memasangkan kalung telemetri.
“Studi semacam ini sangat diperlukan untuk mengembangkan strategi konservasi yang efektif bagi karnivora terancam punah di Kalimantan.”
Hewan penyendiri seperti kebanyakan mamalia, diketahui mengandalkan aroma untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan berinteraksi sosial. Peran fungsional penandaan aroma sedikit berbeda di antara felidae. Sebagian besar digunakan untuk menandai dan mempertahankan wilayah, ada juga untuk mempromosikan diri serta memilih pasangan.
Khusus pada macan dahan, para peneliti menyoroti kesamaan luar biasa dalam perilaku komunikasi di antara felidae dalam garis keturunan Panthera, dan secara keseluruhan yang tampak paling mirip adalah dengan macan tutul [Panthera pardus] atau macan tutul salju.
Macan dahan juga tampak serupa dalam hal organisasi sosial, dengan jantan yang saling tumpang tindih dan [mungkin] berkompetisi di area penanda aroma, sementara betina jarang tumpang tindih.
“Secara khusus, penandaan aroma macan dahan kemungkinan besar digunakan untuk komunikasi intraspesifik, dengan fungsi termasuk penandaan teritorial serta pencarian dan pemilihan pasangan. Temuan ini akan memberikan informasi ekologi dan konservasi kucing pada skala lokal dan global,” papar penelitian tersebut.
Macan dahan di Tanjung Puting
Macan dahan adalah spesies kucing dilindungi dengan status Rentan [Vulnarable/VU] dalam Daftar Merah IUCN. Perkiraan populasi di alam tersisa 4.500 individu dengan tren menurun.
Penilaian IUCN tersebut berangkat dari analisis penurunan kumulatif pada area okupasi dan jumlah populasi sebagai akibat terdegradasinya habitat dan perburuan liar.
Baru-baru ini, kamera jebak di Taman Nasional Tanjung Puting, di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, berhasil merekam tiga individu macan dahan yang terdiri dari satu induk dan dua anak.
Di video yang diunggah akun Instagram Kementerian LHK pada 24 Mei 2024 itu, terlihat keluarga macan dahan sedang menjelajah serasah hutan.
Sebelumnya, satu individu macan dahan juga berhasil terekam kamera jebak tim Smart Patrol Hutan Desa Yayasan Palung [YP], saat melakukan pengecekan dan pemasangan alat di Kawasan Hutan Desa Padu Banjar, Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, 17 Februari lalu.
Meskipun terkenal dengan perilaku arborealnya, macan dahan diketahui banyak menghabiskan hidupnya di lantai hutan. Dalam penelitian Sunderland-Groves dkk. [2021], selain bergerak siang hari, macan dahan juga aktif malam hari.
Di Kalimantan, perilaku semacam ini diperkirakan karena tidak adanya harimau sebagai predator pesaing mereka. Dengan berat rata-rata 11-23 kilogram, panjang tubuh sekitar 2 meter, serta ekor dengan panjang yang sama, macan dahan memburu mangsa berukuran sama atau lebih kecil darinya.
Ini termasuk burung darat, hewan berkuku, primata, hewan pengerat, hewan peliharaan, dan terkadang ikan dan ular. Namun, mereka juga diketahui memburu spesies yang lebih besar seperti rusa sambar [30–35 kilogram] dan babi berjanggut [20–25 kilogram].
Masih penelitian yang sama, di Sabah, Malaysia, macan dahan bahkan tercatat melakukan perburuan di pepohonan dan memangsa bekantan. Hal ini juga menguatkan dugaan kalau macan dahan berupaya memangsa dua orangutan kalimantan yang baru saja dilepasliarkan di Hutan Lindung Bukit Batikap, Kalimantan Tengah. Beruntung, serangan ini tidak berujung fatal.
“Sejak kejadian yang dijelaskan di sini, baik Olbert maupun Olivia [orangutan] telah melampaui tonggak sejarah 2 tahun mereka di hutan, dan mungkin lebih berpengalaman dan lebih bijaksana,” tulis penelitian tersebut.
View this post on Instagram
Sejarah evolusi
Sejak 2006, macan dahan yang hanya ada di Sumatera dan Kalimantan, mungkin juga di Kepulauan Batu [sebelah barat Sumatera], dianggap sebagai spesies terpisah dari Neofelis nebulosa yang tersebar di daratan Asia Tenggara [Bangladesh; Bhutan; Cambodia; China; India; Lao People’s Democratic Republic; Malaysia [Peninsular Malaysia]; Myanmar; Nepal; Thailand].
Penelitian Wilting dkk. [2011] lalu memisahkan spesies macan dahan di Kalimantan dan Sumatera menjadi dua subspesies berbeda, yaitu Neofelis diardi diardi [Sumatera] dan Neofelis diardi borneensis [Kalimantan].
“Analisis molekuler [lokus mtDNA dan mikrosatelit], kraniomandibular, dan gigi sangat mendukung pembedaan macan dahan kalimantan dan sumatera,” tulis para peneliti.
Namun, karakteristik bulu tidak mendukung pemisahan itu secara menyeluruh. Para peneliti menduga hal ini dikarenakan ukuran sampel yang kecil, serta pengaruh kemiripan habitat di antara keduanya.
Penelitian yang sama juga menjelaskan sejarah evolusi terpisahnya dua subspesies macan dahan. Dalam skenario para peneliti, awalnya macan dahan kalimantan menghuni Pulau Sumatera selama periode permukaan air laut rendah pada masa Pleistosen, lalu terpisah dari populasi karena naiknya permukaan air laut.
Selama 100.000 tahun dalam 250.000 tahun terakhir, permukaan air laut setidaknya 40 meter lebih rendah dibandingkan saat ini. Hal ini memungkinkan adanya jembatan darat antara Kalimantan dan Sumatera [yang mungkin digunakan populasi macan dahan kalimantan untuk pergi ke Pulau Sumatera].
“Berdasarkan data mtDNA, kami memperkirakan bahwa dua subspesies macan dahan terpisah secara genetik pada Pleistosen Tengah hingga Akhir, antara 400 dan 100 kyr [ribu tahun] tergantung pada metode yang diterapkan,” kata penelitian tersebut.
Dengan mempertimbangkan interval kepercayaan di sekitar perkiraan waktu divergensi, perpecahan dua subspesies N. diardi berhubungan dengan bencana “letusan super” gunung berapi Toba di Sumatera sekitar 73,5 ribu tahun lalu.
Skenario yang mungkin terjadi adalah Pulau Sumatera yang kosong akibat letusan gunung berapi, seiring dengan pulihnya vegetasi, dihuni kembali oleh populasi macan dahan yang terus bertambah dan selamat dari peristiwa bencana tersebut di sebuah tempat pengungsian.
“Dengan demikian, kedatangan N. nebulosa di Semenanjung Malaysia mungkin terjadi dalam 10 ribu tahun terakhir, setelah jembatan darat antara benua tersebut dan Sumatera kembali terendam,” tegas riset tersebut.
Referensi:
Allen, M. L., Wittmer, H. U., Setiawan, E., Jaffe, S., & Marshall, A. J. (2016). Scent marking in Sunda clouded leopards (Neofelis diardi): novel observations close a key gap in understanding felid communication behaviours. Scientific Reports, 6(1), 35433. https://doi.org/10.1038/srep35433
Sunderland-Groves, J. L., Tandang, M. V, Patispathika, F. H., Marzec, A., Knox, A., Nurcahyo, A., Husson, S. J., & Sihite, J. (2021). Suspected Sunda clouded leopard (Neofelis diardi) predation attempts on two reintroduced Bornean orangutans (Pongo pygmaeus wurmbii) in Bukit Batikap Protection Forest, Central Kalimantan, Indonesia. Primates, 62(1), 41–49. https://doi.org/10.1007/s10329-020-00842-1
Wilting, A., Christiansen, P., Kitchener, A. C., Kemp, Y. J. M., Ambu, L., & Fickel, J. (2011). Geographical variation in and evolutionary history of the Sunda clouded leopard (Neofelis diardi) (Mammalia: Carnivora: Felidae) with the description of a new subspecies from Borneo. Molecular Phylogenetics and Evolution, 58(2), 317–328. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ympev.2010.11.007