- Koridor CA Dolok Sibualbuali dan Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat, merupakan habitatnya satwa liar dan juga sebagai wilayah jelajah orangutan tapanuli.
- Fungsi koridor tidak akan berjalan jika areal penyangga tidak mendukung hal tersebut. Untuk itu, perlu adanya inti koridor berbasis sungai dan area sekitar.
- Ekosistem Batang Toru merupakan hutan tropis dataran rendah, berbukit, yang merupakan rumahnya 20 spesies mamalia dan 51 spesies burung dilindungi.
- Permasalahan yang terjadi di Batang Toru saat ini adalah perambahan untuk kebun sawit dan pembangunan infrastruktur seperti jalan dan bendungan. Alih fungsi hutan menjadi area pertambangan serta perburuan juga masih terjadi.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Utara [Walhi Sumut] merilis hasil kajian terbaru mereka. Topiknya terkait “Pentingnya Perlindungan Areal Penggunaan Lain [APL] Bernilai Konservasi Tinggi Sebagai Koridor Hutan yang Menghubungkan CA Dolok Sibualbuali dan Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat”.
Rianda Purba, Direktur Eksekutif Walhi Sumut, menjelaskan kajian ini menekankan pentingnya koridor CA Dolok Sibualbuali dan Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat sebagai habitat satwa liar dan wilayah jelajah orangutan tapanuli.
“Namun, di sisi lain terdapat pemanfaatan kayu alami oleh pemegang hak atas tanah. Dengan begitu, riset ini bisa dijadikan pertimbangan terhadap pengelolaan sistem informasi penatausahaan hasil hutan [SIPUHH],” jelasnya, Sabtu [1/6/2024].
Berdasarkan hasil kamera jebak yang dipasang di areal tersebut, terdapat keberadaan satwa dilindungi lainnya, yaitu harimau sumatera dan tapir [Tapirus indicus].
“Walhi menemukan fakta adanya penebangan dan perambahan di luar koridor dengan alasan pembangunan jalan. Pembukaan lahan berdampak pada berkurangnya tutupan hutan dan terganggunya habitat satwa yang berpotensi terjadinya konflik.”
Menurut Rianda, fungsi koridor tidak akan berjalan jika areal penyangga tidak mendukung hal tersebut. Untuk itu, perlu adanya inti koridor berbasis sungai dan area sekitar. Program kesepakatan konservasi masyarakat juga perlu ditawarkan, tentunya setelah melalui tahapan konsultasi para pihak yang berkepentingan dengan isu konservasi ekosistem Batang Toru.
“Semua harus mengikuti prinsip Free Prior Informed Consent [FPIC], guna menghormati hak masyarakat lokal,” ungkapnya.
Walhi berharap, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memperhatikan pemberian akses SIPUHH terhadap kegiatan di ekosistem Batang Toru, khususnya koridor satwa.
“Pada rentang Februari 2022 hingga Maret 2024, terdapat 33 temuan satwa, baik itu bertemu langsung, maupun hasil kamera jebak yang dipasang oleh Sumatran Reinforest Institute [SRI]. Untuk itu, strategi yang tepat diperlukan untuk menjaga koridor tersebut,” jelasnya.
Permasalahan di Batang Toru
Tarsudi dari Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara [Bappelitbang Sumut] menjelaskan ekosistem Batang Toru merupakan hutan tropis dataran rendah, berbukit, yang merupakan rumahnya 20 spesies mamalia dan 51 spesies burung dilindungi.
Secara administrasi, wilayahnya masuk empat kota/kabupaten yaitu Kota Padang Sidempuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.
“Spesies pentingnya adalah harimau sumatera, orangutan tapanuli, beruang madu, siamang [Symphalangus syndactylus], serta 688 spesies tumbuhan tercatat di sini,” terangnya, awal Juni 2024.
Permasalahan yang terjadi di Batang Toru saat ini adalah perambahan untuk kebun sawit dan pembangunan infrastruktur seperti jalan dan bendungan. Alih fungsi hutan menjadi area pertambangan serta perburuan juga masih terjadi.
“Harimau sumatera, menjadi target perburuan liar untuk perdagangan ilegal.”
Menurut Tarsudi, isu menjadikan Batang Toru sebagai kawasan strategis nasional [KSN] akan membuat status perlindungannya lebih kuat. Namun, perlu dipertimbangkan mekanisme pengelolaan efektif yang melibatkan sejumlah pemangku kepentingan.
“Untuk itu, kajian lingkungan hidup menyeluruh harus dilakukan. Isu penting bagaimana memberdayakan masyarakat agar berpartisipasi aktif menjaga hutan dan mendapatkan manfaat ekonomi berkelanjutan harus ada.”
Arah kebijakan ekosistem Batang Toru adalah mengintegrasikan pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan budidaya. Lalu, merumuskan rencana tata ruang kawasan [RTRK] yang mengintegrasikan kebutuhan pembangunan dan pelestarian. Selanjutnya, pemulihan habitat dan koridor hijau, meliputi merehabilitasi kawasan hutan yang terdegradasi akibat perambahan dan kebakaran hutan.
“Hal utama adalah menghubungkan habitat terfragmentasi, khususnya yang menjadi wilayah jelajah orangutan tapanuli. Program ini dapat melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan penanaman pohon dan perawatan hutan.”
Pihak provinsi, kabupaten, dan kota yang tengah melakukan revisi RTRW, diharapkan mengintegrasikan substansi Kawasan Strategis Ekosistem Batang Toru dengan memperhatikan muatan teknis Kawasan Strategis Provinsi atau kajian lainnya.
“Saat ini sudah ada dua rencana detail tata ruang [RDTR] pada wilayah perencanaan kawasan strategis Batang Toru, yaitu RDTR Kawasan Perkotaan Batang Toru dan RDTR Sipaholon–Tarutung- Siatas Barita,” pungkasnya.
Berbagai Ancaman Dihadapi, Apakah Orangutan Tapanuli Mampu Bertahan?