- Pulau Batam jadi jalur transit aksi penyelundupan satwa dilindungi. Pengiriman ilegal ini kerap gunakan transportasi laut, dalam negeri maupun antar negara.
- Belum lama ini, Polda Kepri mengungkap tiga kasus kejahatan konservasi dan perikanan di Kota Batam akhir Mei 2024.
- Ada kasus upaya penyelundupan 52 anakan buaya muara. Buaya akan dibawa ke Thailand. Di negara berjuluk gajah putih itu harga anakan buaya muara cukup mahal. Dari pengakuan tersangka, 52 buaya ini bisa dihargai Rp150 juta di Thailand.
- Batam jadi lokasi transit sebelum ke luar negeri, karena perairan dengan garis pantai cukup luas, penyelundupan bisa masuk dari mana saja.
Pulau Batam jadi jalur transit aksi penyelundupan satwa dilindungi. Pengiriman satwa ilegal ini kerap gunakan transportasi laut, dalam negeri maupun antar negara.
Teranyar, jajaran Polda Kepulauan Riau (Kepri) mengungkap upaya penyelundupan satwa langka dan perikanan. Kejahatan ini terungkap saat para pelaku hendak mengirim barang selundupan ke luar negeri.
Kasus pertama, penyelundupan 52 anakan buaya muara (Crocodylus porosus) dari Riau menuju Thailand. Dalam konferensi pers jajaran Polda Kepri menunjukkan puluhan anakan buaya dengan panjang sekitar 30 sentimeter.
“Buaya ini didapatkan pelaku dari Tembilahan, Riau,” kata Komisaris Besar Putu Yudha Prawira, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri, saat konferensi pers di Mapolda Kepri.
Putu mengatakan, penyelundupan ini digagalkan 25 Mei lalu. Saat itu, kedua pelaku sedang berada di pelabuhan tikus di Tanjung Riau, Kota Batam. “Pelaku dua orang, inisial MR dan IR,” katanya.
Barang bukti berhasil disita adalah dua keranjang putih, satu peti kemas, satu mobil, dan dua telepon genggang. Mereka terjerat UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. “Buaya ini akan dititipkan di BKSDA (Badang Konservasi dan Sumber Daya Alam),” kata Putu.
Hasil pemeriksaan awal, katanya, buaya akan dibawa ke Thailand. Di negara berjuluk gajah putih itu harga anakan buaya muara cukup mahal. Dari pengakuan tersangka, 52 buaya ini bisa dihargai Rp150 juta di Thailand.
“Jadi, jalur yang dilintasi pelaku penyelundupan mulai dari Riau, ke Batam, dari Batam ke Malaysia, lanjut ke Thailand,” ujar Putu.
Hasil pemeriksaan semetara, tersangka mengaku baru pertama kali menyelundupkan buaya. Namun, dari pengetahuan mereka soal harga di Thailand, Putu duga, bukan pertama kali.
“Kami akan kembangkan terus.”
Tak hanya buaya, petugas juga mengamankan seorang pembawa benih lobster pasir, inisial HK, pada 28 Mei. Benih lobster sudah diserahkan ke Balai Karantina Perikanan.
Putu bilang, sebanyak 1.500 benih lobster ini akan diselundupkan keluar negeri tetapi tersangka tidak mengetahui negara tujuan lobster itu.
“Diawali pada 28 Mei 2024, tim turun ke di Sekupang Batam, setelah penyelidikan menemukan satu orang mencurigakan yang membawa satu koper warna merah,” kata Putu.
Setelah penggeledahan, ada benih lobster. Dari pemeriksaan awal, lobster dari Pelabuhan Ratu, Sukabumi Jawa Barat. Dari sana, lobster dibawa ke Lampung, Palembang, lalu Tembilahan Riau. “Baru naik speedboat ke Batam, setelah itu akan dibawa dari Pelabuhan Sekupang, ke luar negeri,” katanya.
Perjalanan penyelundupan ini cukup panjang, katanya, mirip sindikat narkoba, yang menyerahkan lain, yang mengangkut lain, yang penerima orang lain.
Tersangka mendapatkan upah Rp3 juta, Rp2 juta sudah diterima di depan, setelah misi pengiriman selesai terima lagi Rp1 juta.
Sedangkan yang memerintahkan HK adalah dari Pelabuhan Ratu berinisial U, sudah masuk daftar pencarian orang (DPO). “HK melanggar Pasal 92 Undang-undang Perikanan, yaitu, setiap pengelolaan perikanan yang tidak memiliki izin dipidana penjara paling lama 8 tahun, denda paling banyak Rp1,5 miliar,” kata Putu.
Dari Pelabuhan Ratu, HK bawa benih sendiri. “Akan kita selidiki siapa yang terlibat, sepertinya di Palembang atau Tembilahan oksigen tempat penyimpanan BBL [benih bening lobster] diisi ulang.”
Menurut Putu, penyelundupan BBL terus saja terjadi, kemungkinan karena harga cukup tinggi di pasaran. “Padahal dibudidaya bisa, tetapi pengen cepat, apalagi harga mahal, satu benih saja Rp100.000, apalagi yang jenis mutiara bisa Rp200.000.”
Batam jadi lokasi transit sebelum ke luar negeri, kata Putu, karena perairan dengan garis pantai cukup luas.
“(Penyelundupan) bisa masuk dari mana saja. Informasi masyarakat sangat berharga bagi kami.”
Selain itu, ada juga sitaan dua binturong di kediaman warga Sekupang Batam, berinisial RS awal Mei lalu. Satwa dititipkan di BKSDA Riau. “RS tidak kami proses, karena pemilik sudah pelihara dari kecil, dia memiliki niat baik memelihara hewan, tetapi RS tidak mengetahui kalau hewan ini dilindungi,” katanya.
Amri, Kepala Bidang BKSDA Wilayah 1 Riau mengatakan, menitipkan dua binturong dan 52 anakan buaya di Lembaga Konservasi di Kepri.
*******
Penyelundupan Anak Komodo di Labuan Bajo Digagalkan, Begini Modusnya