- Data Coremap menyebutkan 74,26% terumbu karang di perairan Pulau Bontosua Kabupaten Pangkep rusak, padahal merupakan kawasan konservasi perairan. Oleh karena itu Yayasan Maero bersama banyak pihak telah melakukan rehabilitasi terumbu karang di Pulau Bontosua, Pangkep, Sulsel.
- Kolaborasi sangat penting dalam konservasi sumber daya alam, melalui keterlibatan pemerintah, NGO, komunitas dan masyarakat lokal.
- Aksi rehabilitasi terumbu karang di Pulau Bontosua melalui transplantasi karang menggunakan metode Vertical Artificial Reef (VAR). Transplantasi dilakukan dengan menurunkan11 unit modul VAR, total ada 396 fragmen karang, di mana setiap modul terdapat 36 bibit.
- Pelibatan masyarakat lokal dalam konservasi terumbu karang sangat penting karena mereka memiliki kepentingan langsung dalam menjaga laut tetap lestari.
Terumbu karang dengan segala macam manfaatnya, saat ini mengalami banyak tekanan, baik dari kondisi alam maupun dari aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya kerusakan terumbu karang di beberapa tempat.
Di perairan Pulau Bontosua, Desa Mattiro Bone, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, kerusakan terumbu karang terutama disebabkan oleh aktivitas bom dan bius, serta penggunaan alat tangkap trawl.
Data Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap) menyebutkan perairan Kabupaten Pangkep telah mengalami kerusakan terumbu karang hingga mencapai 74,26%.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk perbaikan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, NGO, komunitas dan masyarakat dan generasi muda yang bermukim di sekitar pulau.
Salah satu upaya rehabilitasi terumbu karang dilakukan oleh Yayasan Masyarakat Ekologi dan Reaksi Konservasi (Maero), yang melakukan berbagai kegiatan perbaikan terumbu karang pada awal Juni 2024 bertema “collaborated to conservation”.
Aksi ini dilakukan Yayasan Maero berkolaborasi dengan Deco Dive Indonesia (Deconesia), Kudu-Kudu Diving Club Universitas Cokroaminoto Makassar (KKDC UCM), Bontosua Diving Club (BDC), Karang Taruna Ikatan Pemuda Pemudi Bontosua (IPPB), serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan.
Baca : Cerita Membangun ‘Surga Karang’ di Pulau Bontosua

Menurut Rudi Rahmat, Direktur Eksekutif Yayasan Maero, upaya perbaikan terumbu karang tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, namun harus berkolaborasi dengan seluruh pihak.
“Kolaborasi sangat penting dalam konservasi sumber daya alam, melalui keterlibatan pemerintah, NGO, komunitas dan masyarakat lokal. Masyarakat lokal sangat penting dilibatkan karena memiliki pengetahuan tradisional yang berharga tentang laut, termasuk cara berkelana di lautan, membaca tanda-tanda alam, dan cara menjaga keseimbangan ekosistem,” katanya.
Menurutnya, banyak program rehabilitasi gagal karena tidak melibatkan masyarakat lokal. Padahal kunci keberhasilan justru ada di masyarakat lokal. Mereka sering kali menjadi penjaga area konservasi yang efektif karena mereka memiliki kepentingan langsung dalam menjaga laut tetap lestari.
Aksi rehabilitasi terumbu karang di Pulau Bontosua melalui transplantasi karang menggunakan metode vertical artificial reef (VAR). Transplantasi dilakukan dengan menurunkan 11 unit modul VAR, total ada 396 fragmen karang, di mana setiap modul terdapat 36 bibit.
Metode VAR sendiri menggunakan pipa-pipa kecil yang dibentuk vertikal, yang disilang dengan pipa lainnya dan bercabang mirip antena. Pipa yang melintang dilubangi lalu diikat dengan tali pancing sebagai tempat menggantungnya terumbu karang. Posisi VAR di bawah laut melayang dengan ujung bagian bawahnya diikat tali yang menyambung hingga ke pemberat. Bagian atasnya diikat juga dengan pelampung.
Selain aksi transplantasi karang, kegiatan ini juga melakukan pengumpulan data kondisi terkini seperti kualitas perairan melalui parameter fisika, ekosistem berupa terumbu karang, padang lamun, ikan karang, hydro oseanografi dengan melihat kontur dan pasang surut serta pemetaan GIS dengan flow model. Selain itu dilakukan pengenalan dasar-dasar penyelaman kepada kelompok pemuda Bontosua yang diharapkan nantinya menjadi pengelola kawasan konservasi.
Baca juga : Begini Dedikasi Noel Janetski untuk Rehabilitasi Terumbu Karang Pulau Badi

Menurut Rudi, pihaknya berkomitmen untuk menambah jumlah karang yang ditanam di lokasi dengan harapan keberadaan terumbu karang ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas baik itu untuk kegiatan penelitian, perikanan, pariwisata dan sebagainya.
Rudi berharap kegiatan rehabilitasi bisa terus dilakukan di berbagai tempat, khususnya di Kepulauan Spermonde dengan kondisi terumbu karang yang masih terus mengalami tekanan.
Pulau Bontosua sendiri merupakan bagian dari kawasan konservasi perairan daerah Kabupaten Pangkep dengan dasar hukum penetapannya melalui Surat Keputusan Bupati Pangkajene dan Kepulauan Nomor 290 Tahun 2015 yang diterbitkan pada tanggal 2 Maret 2015.
Upaya rehabilitasi terumbu karang di Pulau Bontosua sudah sering dilakukan, termasuk yang dilakukan oleh PT Mars, melalui proyek yang disebut sebagai Sheba Hope Grows Coral Reefs. Sejak 2011, di pulau ini dan Pulau Badi yang berada di lokasi berdekatan, Mars telah melakukan restorasi di area seluas 4,5 hektar dengan 35.939 reef stars yang sudah dipasang, ditambah 2.000 reef stars yang dipasang pada kegiatan kali ini.
Bahkan pada tahun 2023 silam, Mars melakukan penanaman 30.000 fragmen terumbu karang dilakukan dengan menggunakan 2.000 reef stars atau biasa dikenal dengan nama spider, melalui proyek yang disebut The Big Build. Proyek ini menempatkan pulau tersebut sebagai salah satu pusat penelitian terumbu karang terbesar di dunia. (***)
The Big Build: Upaya Restorasi Terumbu Karang Terbesar Dunia di Bontosua, Pangkep