- Pulau Tanjung Sauh masuk kawasan ekonomi khusus (KEK) dan berlabel proyek strategis nasional (PSN). Di sana antara lain akan dibangun peabuhan kontainer.
- Masyarakat di Tanjung Sauh yang terdampak pengembangan KEK dan sudah penandaan rumah yang akan relokasi. Ada sekitar 46 unit.
- Warga sudah diberitahu rencana relokasi pada 2023. Mereka akan mendapatkan rumah baru di Pulau Ngenang lengkap dengan sertifikat. Warga juga dapatkan uang paku untuk satu rumah Rp5 juta.
- Warga sempat menolak pindah karena rumah relokasi tidak sesuai keinginan. Rumah relokasi di Pulau Ngenang berada di darat yang jauh dari pesisir. Warga pun akan kesulitan melabuhkan perahu untuk melaut.
Hampir tiap rumah panggung Masyarakat Suku Laut Air Mas, Pulau Tanjung Sauh, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau, dapat ‘cat merah’ bagian depannya. Cat itu sebagai penanda kalau penghuni rumah ‘siap’ relokasi. Ada sekitar 46 rumah.
Pada Januari lalu, belum ada tanda ini. “Baru beberapa minggu ini ditulis perusahaan, karena kami mau dipindahkan,” kata Lisa, warga Suku Laut Air Mas, Lisa, 17 Juni lalu.
Tak hanya rumah bernomor, plang pemberitahuan bertuliskan “Proyek Strategis Nasional” juga sudah terpasang di beberapa titik bagian pulau.
Tak hanya Kampung Suku Laut Air Mas yang akan relokasi. Dua kampung lain di pulau itu juga akan relokasi, dua merupakan kampung Suku Laut.
Relokasi itu lantaran Tanjung Sauh masuk proyek strategis nasional (PSN). Pulau dengan ukuran hanya lebih kurang 800 hektar itu akan disulap jadi kawasan industri.
Tanjung Sauh, berada di utara pulau utama Batam. Dari Pelabuhan Telaga Punggur, Batam, hanya perlu penyebrangan dengan kapal sekitar 15 menit. Lokasi relokasi warga terdampak PSN Pulau Tanjung Sauh ini berada di Pulau Ngenang. Saat ini, sebagian rumah relokasi sudah dibangun.
Relokasi
Tak ada aktivitas berarti di rumah Kaca, warga Suku Laut Air Mas hari itu. Kontak-kontak penyimpanan ikan juga kosong. “Tidak ada musim ikan hari ini, cuma musim gamat atau teripang,” kata lelaki 53 tahun yang sedang duduk di kursi pelantar rumahnya.
Kaca bercerita sejarah panjang suku mereka. Masa kecil, dia hidup nomaden di atas kapal. Sejak umur delapan tahun, dia menetap di Pulau Tanjung Sauh. “Awalnya, kami tinggal disini dikasih penghulu di Pulau Ngenang. Ketika itu tidak ada surat menyurat,” katanya.
Saat ke sana, sebagian besar warga tidak berada di rumah. Mereka sedang tinggal di atas kapal beberapa bulan ke depan, biasa disebut “berkajang” “berkelam” atau “merantau.”
Kaca mengatakan, warga sudah diberitahu rencana relokasi pada 2023. Mereka akan mendapatkan rumah baru di Pulau Ngenang lengkap dengan sertifikat. Warga juga dapatkan uang paku untuk satu rumah Rp5 juta. “Kebanyakan warga tidak mau, karena disini lebih nyaman,” kata Kaca.
Warga sempat menolak pindah karena rumah relokasi tidak sesuai keinginan. “Tetapi gimana lagi, harus pindah, mau tak mau, harus pindah.”
Rumah relokasi di Pulau Ngenang berada di darat yang jauh dari pesisir. Warga pun akan kesulitan melabuhkan perahu untuk melaut. “Kalau tetap dipindahkan ke darat, palingan saya akan tinggal di laut saja, kalau di pesisir bisa letak barang (kapal) di laut, sesekali saja nanti ke darat.”
Sampai saat ini sebagian rumah sudah mendapat uang paku. Warga mulai dipindahkan setelah pengerjaan proyek. “Sekarang alat berat sudah mulai berdatangan,” katanya.
Kaca berharap, tidak hanya diberi rumah dan uang paku, perusahaan juga menganti beberapa keramba warga.
Beberapa warga lain juga menolak pindah, tetapi mereka tidak punya kekuatan untuk bertahan. “Gimana lagi, mau tidak mau, harus pindah, gimana lagi duduk sudah duduk dalam duri,” katanya yang tidak mau nama disebutkan.
Dia juga menekankan perusahaan agar memberikan tempat bagi warga untuk menaruh kapal. Pasalnya, belakangan ini banyak mesin kapal nelayan di sekitar pulau relokasi hilang.
PSN Tanjung Sauh akan dikelola Panbil Group, melalui beberapa anak perusahaan. Johanes Kennedy Aritonang, Chairman Panbil Group, mengatakan, nilai investari PSN Tanjung Sauh sekitar Rp180-Rp190 an triliun dalam waktu 10-20 tahun.
Untuk mencapai target investasi sebesar itu, beberapa perusahaan asing sudah menyatakan keinginan berinvestasi, paling besar dari Tiongkok, ada Singapura dan Jepang.
Setelah mendapat status PSN Tanjung Sauh, pada 28 Mei 2024, katanya, pemerintah juga memberikan status kawasan ekonomi khusus (KEK) untuk Tanjung Sauh.
“Segala aturan sudah kita urus, termasuk izin amdal (analisa mengenai dampak lingkungan), izin lahan dan lain-lain,” katanya kepada Mongabay, 19 Juni lalu.
Terkait warga terdampak, Johanes memastikan komunikasi perusahaan dengan warga berlangsung baik. Warga terdampak sekitar 200 keluarga menerima dengan rencana ini.
Proses pemindahan warga terdampak PSN Tanjung Sauh, katanya, bertahap. Nanti, warga terdampak bisa mengambil peran saat pembangunan berjalan. “Kami harapkan mereka (warga terdampak) jangan pindah dulu supaya sekaligus membantu kegiatan,” kata Johanes.
Dia klaim, rumah relokasi tak hanya di darat, tetapi warga bisa memilih lokasi terbaik untuk mereka. “Kami sedang menyiapkan tempat buat mereka, yang mereka tunjuk sendiri, hingga yang nelayan tetap nelayan. Anak-anaknya nanti bisa bekerja di (PSN) Tanjung Sauh,” katanya.
Johanes bilang, pembangunan Pulau Tanjung Sauh tidak akan ganggu area tangkap nelayan. Alasan dia, selama ini di sekitar pulau sudah jadi labuh jangkar kapal bukan fishing ground nelayan.
“Karena nelayan ke arah selatan, kitakan paling utara, jadi nelayan juga tidak akan terganggu karena yang kita pakai selama ini bukan area untuk memancing atau membuat keramba,” katanya.
Muhammad Rudi, Kepala BP Batam sekaligus Walikota Batam mengatakan, rencana awal KEK Tanjung Sauh akan jadi kawasan industri, antara lain, dibangun pelabuhan kontainer. Potensi pasar menjanjikan setelah Pelabuhan Batu Ampar Batam terus dikembangkan.
“Sekarang kita siapkan dulu, jangan terantuk, baru ternadah,” kata Rudi.
Saat ini, katanya, ada upaya relokasi warga di Tanjung Sauh. “Tinggal satu (kampung) saja, PT pembeli lahan yang akan mengurus, lahan sudah milik PT itu,” katanya singkat.
******
Kisah Pilu Suku Laut Batam: Kalah di Lautan, Dirundung di Daratan