- Penyakit lumpy skin disease [LSD] merebak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, sejak pertengahan Juli 2023 hingga awal Juni 2024.
- LSD merupakan penyakit kulit yang disebabkan virus bermateri genetik DNA dari genus Capripoxvirusdan famili Poxviridae. Sifatnya, non–zoonosis.
- Penyakit lumpy skin disease [LSD] tidak dapat menginfeksi manusia. Hewan yang rentan terhadap LSD spesifik adalah sapi [Bos indicus dan Bos Taurus] serta kerbau air [Bubalus bubalis].
- LSD pertama kali teridentifikasi di Zambia tahun 1929. Selanjutnya, menyebar ke seluruh daratan Afrika, Timur Tengah, tenggara Eropa, dan Asia Tengah, sedangkan penyebarannya ke Asia Selatan, China, dan Asia Tenggara baru beberapa tahun terakhir.
Penyakit lumpy skin disease [LSD] mewabah di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, sejak pertengahan Juli 2023 hingga awal Juni 2024. Sejauh ini, terdapat 6.089 kasus yang menyebabkan kematian 7 ekor sapi.
LSD merupakan penyakit kulit yang disebabkan virus bermateri genetik DNA dari genus Capripoxvirus dan famili Poxviridae. Sifatnya, non-zoonosis.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian [DKPP] Kabupaten Sumenep Zulfah, mengatakan bisa jadi data di lapangan lebih besar dari yang dilaporkan. Terkadang, peternak langsung memotong sapinya ketika terdeteksi penyakit LSD untuk mengurangi kerugian.
“Sapi yang dijual ke luar daerah sudah divaksin, sebagai pencegahan,” terangnya, Senin [10/6/2024].
Pemerintah Sumenep menyediakan 25 ribu vaksin gratis untuk LSD, bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Para peternak diharapkan menjaga kebersihan kandang dan memberikan pakan yang cukup agar sapi selalu sehat.
“Kasus LSD di Sumenep tidak menular sebagaimana penyakit mulut dan kuku [PMK] pada sapi. Namun begitu, jika dalam satu kandang ada satu sapi menderita LSD, maka seekor lagi belum tentu kena. Tentunya, LSD tidak menular ke manusia,” jelasnya.

Sugiono, peternak di Sumenep, mengatakan sapinya yang berumur tujuh bulan mati dalam waktu dua minggu setelah perpapar LSD. Sekujur tubuhnya ada benjolan dan di mulutnya terdapat borok, sehingga tidak mau makan. Sapi itu mati kendati sudah disuntik vaksin oleh petugas medis.
“Ini penyakit baru, saya belum pernah mendengarnya,” terangnya, Senin [17/6/2024].
Menurut Sugiono, sapi tetangganya juga ada yang terkena LSD. Warga setempat menyebutnya penyakit latto-latto, karena terdapat benjolan pada tubuh sapi yang menyerupai permainan ini.
“Salah satu penyebab merebaknya penyakit ini adalah faktor cuaca yang tidak menentu,” paparnya.

Manusia tidak tertular
Maulid Dio Suhendro, medik veteriner sekaligus dosen di Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat, mengungkapkan bahwa tingkat kematian penyakit LSD pada sapi di bawah 10 persen. Sementara, tingkat kesakitannya [morbidity] 5-45 persen.
Penyakit ini merupakan virus DNA akut. LSD pertama kali teridentifikasi di Zambia tahun 1929. Selanjutnya, menyebar ke seluruh daratan Afrika, Timur Tengah, tenggara Eropa, dan Asia Tengah, sedangkan penyebarannya ke Asia Selatan, China, dan Asia Tenggara baru beberapa tahun terakhir.
“Hewan yang rentan terhadap LSD spesifik adalah sapi [Bos indicus dan Bos Taurus] serta kerbau air [Bubalus bubalis],” jelasnya, Selasa [11/6/2024].
Penularan virus LSD secara mekanik melalui vektor [hewan avertebrata yang bertindak sebagai penular penyakit] antropoda. Namun, Dio menegaskan sejauh ini tidak ada jenis vektor antropoda spesifik yang menularkan LSD.
Beberapa vektor yang berperan adalah nyamuk [Culex mirificens dan Aedes natrionus], lalat penggigit [Stomoxys calcitrans dan Biomyia fasciata], dan caplak jantan [Riphicephalus appendiculatus dan Amblyomma hebraeum].
“LSD tidak dapat menginfeksi manusia,” jelas Dio.
Lalu lintas hewan merupakan faktor utama penyebaran LSD secara tidak langsung atau jarak jauh,
“Sedangkan penyebaran bersifat lokal, melalui gigitan vektor artropoda,” lanjutnya.
Pencegahan dan penanganan kasus LSD, dapat dilakukan dengan membersihkan kandang, mengkarantina ternak, serta mengendalikan vektor untuk meminimalisir penularan virus.
“Tidak ada pengobatan efektif untuk penyakit virus, hanya bersifat mengurangi rasa sakit dengan terapi berdasarkan tanda yang tampak. Atau, pemberian obat simtomatik seperti antiradang agar hewan tetap memiliki nafsu makan. Dalam kasus tertentu, antibiotik dapat diberikan jika telah teridentifikasi infeksi sekunder bakteri,” ujarnya.

Wabah LSD sering terjadi pada musim panas, saat pergerakan artropoda paling aktif, sehingga kemunculannya dimungkinkan terkait perubahan iklim. Anak sapi yang lahir dari induk yang pernah terinfeksi LSD akan resisten terhadap penyakit ini kurang lebih enam bulan karena antibodi induknya.
Organisasi Kesehatan Hewan Dunia [World Organisation of Animal Health/WOAH] menjadikan LSD sebagai penyakit yang wajib dilaporkan, demi kepentingan klinis dan ekonomi.
Berdasarkan artikel ilmiah yang ditulis Fatemeh Namazi dan Azizollah Khodakaram Tafti, wabah penyakit LSD menyebabkan banyak kerugian ekonomi di beberapa negara, yang menyebabkan penurunan produksi susu hingga 85 persen.
Di Turki misalnya, berdasarkan survei terhadap 393 kelompok ternak, total kerugian mereka mencapai £822.940,7. Di Ethiopia, diperkirakan kerugiannya sebesar US$6,43 dan US$58 USD untuk zebu lokal dan sapi holstein [Holstein friesian].