- Perburuan penyu masih terjadi di pantai selatan Pulau Solor, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, NTT.
- Perahu penangkap penyu merupakan perahu lampara siang dan hanya dimiliki nelayan Lamakera, Solor Timur dan Baopukang, Sementara, lampara malam yang beroperasi di perairan Bubuatagamu, dimiliki nelayan Lamahala dan Terong di Adonara Timur, Pulau Adonara.
- Patroli aparat berwenang di perairan Solor Selatan sangat minim, sehingga masih ada aktivitas perburuan penyu dan pengeboman ikan.
- Yayasan Tanah Ile Boleng [YTIB] melakukan konservasi laut melalui program Kebang Lewa Lolon [lumbung ikan] di Desa Bubuatagamu dan Sulengwaseng sejak 2021. Hasilnya, disepakati luas wilayah lumbung ikan sekitar 61,971 ha. Rinciannya, zona inti [20,407 ha], zona penyangga [13,055 ha], zona pemanfaatan [26,704 ha], serta zona wisata dan edukasi anak [1,805 ha].
Dua perahu terlihat melepas pukat hela di pantai selatan Pulau Solor. Tepatnya, di Desa Bubuatagamu, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, NTT, Minggu [2/6/2024].
Sekitar pukul 17.00 WITA, saat pukat ditarik, terlihat seekor penyu terjaring. Penyu diangkat, lalu dimasukkan ke salah satu perahu dan ditutup terpal.
Sam August dari Burung Indonesia, mengatakan pemandangan tersebut didapat saat dia bersama masyarakat setempat dan Yayasan Tanah Ile Boleng [YTIB] tengah menerbangkan drone. Saat itu, mereka hendak mendokumentasikan pelepasan pelampung sebagai penanda wilayah perlindungan laut.
“Kami kaget melihat kejadian itu,” ujarnya, Jumat [14/6/2024].
Sam melaporkan peristiwa tersebut ke Kepala Desa Bubuatagamu. Ini dikarenakan, masyarakat berusaha keras melindungi biota laut, namun ada pihak lain yang justru merusak.
“Perlindungan dengan hukum adat saja tidak cukup, sebab hanya berlaku bagi masyarakat di Bubuatagamu. Sementara, masyarakat desa lain tidak terikat, sehingga butuh aturan lebih kuat,” jelasnya.

Kepala Desa Bubuatagamu, Benediktus Basan Jawan, menegaskan para pelaku bukan dari desanya. Sebab, sejak 2016 pihaknya bersama YTIB menjalankan program konservasi laut.
“Dua tahun terakhir, aktivitas pengeboman ikan di perairan kami sudah tidak terjadi,” jelasnya, Sabtu [15/6/2024].
Menurut Benediktus, perahu penangkap penyu merupakan perahu lampara siang dan hanya dimiliki nelayan Lamakera, Solor Timur dan Baopukang, Lembata. Sementara, lampara malam yang beroperasi di perairan Bubuatagamu, dimiliki nelayan Lamahala dan Terong di Adonara Timur, Pulau Adonara.
“Saya menduga, pelakunya berasal dari Lamakera dan ini sudah banyak diketahui masyarakat,” ungkapnya.
Vero Lamahoda, Direktur YTIB, membenarkan bahwa setelah kejadian itu nelayan Lamakera menghubungi nelayan Lemanu yang perahu motornya mereka sewa.
“Patroli aparat berwenang di perairan Solor Selatan sangat minim, sehingga masih ada aktivitas perburuan penyu dan pengeboman ikan,” paparnya, Sabtu [15/6/2024].

Lindungi lumbung ikan
Benediktus menjelaskan, perairan Bubuatagamu merupakan tempatnya penyu kawin, sedangkan bertelurnya di pantai Sulengwaseng.
“Penyu sering muncul di laut dan masyarakat tidak lagi menangkapnya. Ikan kakatua juga banyak di perairan kami, karena terumbu karangnya bagus,” ungkapnya.
Vero menambahkan, YTIB melakukan konservasi laut melalui program Kebang Lewa Lolon [lumbung ikan] di Desa Bubuatagamu dan Desa Lewograran, Kecamatan Solor Selatan, sejak 2021.
Hasilnya, disepakati luas wilayah lumbung ikan sekitar 61,971 ha. Rinciannya, zona inti [20,407 ha], zona penyangga [13,055 ha], zona pemanfaatan [26,704 ha], serta zona wisata dan edukasi anak [1,805 ha].
Kesepakatan ini tertuang dalam berita acara yang ditandatangani pemerintah desa, tuan tanah, dan YTIB.
“Lumbung merupakan tempat nyaman ikan berkembang biak dan wilayah hidupnya biota laut.”
YTIB dan pemerintah Desa Bubuatagamu melakukan penanaman ulang terumbu karang yang hancur.
“Hasilnya, terumbu karang mulai tumbuh dan ikan semakin banyak. Penangkapan ikan menggunakan bom dan racun sudah tidak terjadi. Masyarakat mulai sadar dan terlibat menjaga laut,” paparnya.

Patroli laut
Kepala Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan [DKP] Provinsi NTT Wilayah Kabupaten Lembata, Flores Timur dan Sikka, Andi Amuntoda, kepada Mongabay menjelaskan pihaknya melakukan patroli bersama Polairud Polda NTT dan Satwas SDKP Flores Timur.
“Patroli tidak setiap hari, bisa saja sebulan sekali. Tergantung ketersediaan anggaran. Terkadang, ketika patroli rutin dilakukan, pelaku illegal fishing tidak beraksi,” ungkapnya, Jumat [28/6/2024].
Menurut Andi, banyak kapal ikan yang terjaring karena melanggar administrasi. Mereka memiliki surat izin penangkapan ikan [SIPI] dan tanda daftar perusahaan [TDP].
“Kami juga mengamankan nelayan yang menangkap penyu di perairan Flores Timur. Pelakunya sedang diproses hukum,” paparnya.
Di Pulau Solor, Bom Ikan Berganti Lumbung Ikan Desa, Bagaimana Hasilnya?