- BKSDA Sumatera Barat bersama BBKSDA Riau melepasliarkan seekor harimau sumatera berjenis kelamin betina bernama Puti Malabin di landscape Rimbang Baling setelah dievakuasi dan diobservasi di TMSBK Bukittinggi.
- Harimau Puti Malabin berkonflik dengan warga di Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, Sumbar, sejak Juni 2023. Harimau ini berulang kali muncul di perkebunan dan pemukiman mengincar ternak warga.
- Konflik harimau sumatera dengan warga di Sumatera Barat masih terus terjadi. Menurut data BKSDA Sumbar, sejak 2021 sudah empat individu harimau sumatera ditangkap kemudian dilepasliarkan.
- Hariyo T. Wibisono, praktisi konservasi harimau, menyebut tidak ada satupun habitat harimau di Sumatera Barat yang cukup luas untuk mendukung populasi satwa ini hidup dalam ‘rumah’ ideal. Jadi, konflik manusia dengan harimau berpotensi terus terjadi.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat bersama Balai Besar KSDA (BBKSDA) Riau melakukan pelepasliaran seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) berjenis kelamin betina bernama Puti Malabin di landscape Rimbang Baling, Sumatera Barat, pada Jumat (28/6/2024).
BKSDA Sumbar menamakan harimau tersebut Puti Malabin. Puti berarti putri dalam bahasa Minangkabau. Sementara Malabin merupakan kepanjangan dari Malampah, Ladang Panjang, dan Binjai, yaitu nagari-nagari tempat harimau itu muncul. Harimau Sumatera Puti Malabin yang diperkirakan berumur 3-5 tahun ini, merupakan satwa interaksi negatif di Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, yang terjadi pada akhir tahun lalu.
BKSDA Sumbar bersama mitra dan masyarakat berhasil mengevakuasi Puti Malabin pada 04 Februari 2024 dengan menggunakan kandang jebak (boxtrap) yang dipasang di Nagari Binjai. Selanjutnya harimau sumatera tersebut dievakuasi dan diobservasi ke Taman Marga Satwa Budaya Kinantan (TMSBK) Bukittinggi.
Kepala BKSDA Sumatera Barat Lugi Hartanto melalui keterangan pers mengatakan bahwa setelah menjalani serangkaian pemeriksaan kesehatan selama 4,5 bulan, TMSBK menyatakan bahwa Puti Malabin dalam kondisi sehat dengan sifat liar yang masih terjaga sehingga direkomendasikan untuk segera dilakukan pelepasliaran ke habitatnya.
“BKSDA Sumbar telah melakukan kajian lokasi pelepasliaran bersama COP dan Yayasan Sintas Indonesia. Tahapan kajian tersebut meliputi rapid assestment lokasi pelepasliaran, ground check kesesuaian habitat asal, inventarisasi ketersediaan pakan, survey daya dukung dan daya tampung populasi harimau Sumatera, serta potensi ancaman dan gangguan melalui operasi sapu jerat. Rekomendasi dari kajian tersebut menetapkan bahwa landscape Rimbang Baling memenuhi kriteria sebagai lokasi pelepasliaran,” ungkap Lugi dalam keterangan tertulis yang diterima Mongabay, Sabtu (29/6/2024).
Baca : Harimau Sumatera Masuk Pekarangan Masjid di Solok, Diduga Terganggu Aktivitas Penangkap Burung

Selanjutnya, proses pelepasliaran dilaksanakan menggunakan transportasi udara berupa satu helikopter NAS-332 Super Puma dengan pertimbangan bahwa lokasi pelepasliaran tidak dapat ditempuh jalur darat.
Selanjutnya tim gabungan BKSDA Sumbar, COP dan Sintas akan melakukan monitoring pasca pelepasliaran selama satu bulan ke depan.
Konflik dengan manusia
Harimau Puti Malabin berkonflik dengan warga di Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, Sumbar, sejak Juni 2023. Harimau ini berulang kali muncul di perkebunan warga, termasuk kebun sawit dan persawahan, serta permukiman yang berada di pinggir kawasan hutan itu. Satwa juga mengincar ternak warga.
BKSDA Sumber berupaya menghalau harimau agar kembali ke hutan dari Juni hingga Desember 2023. Namun, ketika memasuki Januari 2024, harimau tetap muncul. Pada 02 Januari lalu, harimau dilaporkan warga telah memangsa seekor ternak sapi.
Akibat konflik yang berkepanjangan, kata Pelaksana Harian (Plh) BKSDA Sumbar Antonius kala itu, pihaknya memutuskan untuk mengevakuasi harimau tersebut. Harimau terpantau muncul di beberapa titik dalam nagari-nagari di Kecamatan Tigo Nagari. Tim BKSDA Sumbar pun memasang tiga kandang jebak.
Sejak 31 Januari, tim melakukan isolasi pergerakan satwa pada satu titik di Nagari Binjai. Pada 02 Februari, satwa sempat masuk ke kandang jebak, tetapi lepas kembali. ”Setelah sebulan, baru kami bisa berhasil menangkap harimau ini,” ujar Antonius seperti dikutip dari Kompas.
Menurut Antonius, kemungkinan besar harimau tersebut keluar dari Suaka Margasatwa Malampah Alahan Panjang. BKSDA Sumber belum mengetahui dan mengkaji penyebab pasti harimau keluar dari habitatnya.
Akan tetapi, lanjutnya, harimau biasanya keluar dari habitatnya ada tiga faktor. Pertama, satwa sakit dan lemah sehingga mesti keluar hutan mencari mangsa yang mudah ditangkap, seperti ternak. Kedua, harimau mengikuti satwa buruannya yang masuk ke perkebunan.
“Ketiga, bisa jadi juga, ada kawasan-kawasan tertentu yang dulu merupakan habitatnya sekarang sudah berubah fungsi. Kami belum tahu kasus ini karena faktor yang mana,” ujarnya.
Baca juga : Harimau Sumatera Berkeliaran di Aceh Besar, Kamera Jebak Dipasang

Empat Individu Harimau Sumatera Dilepasliarkan
Konflik harimau sumatera dengan warga di Sumbar masih terus terjadi. Menurut data BKSDA Sumbar, sejak 2021 sudah empat individu harimau sumatera ditangkap kemudian dilepasliarkan.
Pada tahun 2021, harimau sumatera betina yang diberi nama Ciuniang Nurantih dilepasliarkan ke lanskap Taman Nasional Kerinci Seblat pada Februari 2021. Ciuniang Nurantih merupakan harimau korban konflik yang terjadi di Jorong Surantih, Nagari Lubuk Alung, Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, pada 13 Juli 2020.
Tim penyelamat satwa liar BKSDA Sumbar pada saat itu mengevakuasi harimau berumur sekitar 2,5 tahun itu dan membawanya ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) di Nagari Lubuk Besar, Kecamatan Asam Jujuhan, Dharmasraya, Sumatera Barat sebelum akhirnya dilepasliarkan.
Kemudian yang konflik kedua masih pada tahun 2021 tepatnya bulan Juli satu individu harimau sumatera yang diberi nama Sipogu dilepasliarkan di lanskap Panti, Batang Gadis Kawasan Hutan Lindung Pasaman Barat pada Juli 2021.
Harimau sumatera berjenis kelamin betina ini, merupakan satwa yang diselamatkan dari Perkebunan PT. PMS oleh BKSDA Sumbar pada tanggal 19 Juli 2021, dengan menggunakan kandang jebak atau boxtrap.
Selanjutnya, harimau sumatera tersebut dievakuasi dan diobservasi ke Taman Marga Satwa Budaya Kinantan (TMSBK) Bukittinggi untuk mendapatkan perawatan dan pemeriksaan secara medis dan perilaku sebelum akhirnya dilepasliarkan ke habitat alamnya.
Kemudian pada Oktober 2022, harimau sumatera bernama Putri Singgulung dilepasliarkan ke habitatnya di salah satu hutan konservasi di Pulau Sumatera. Ini merupakan pelepasliaran yang kedua setelah sebelumnya pada pelepasan pertama yang dilakukan pada 27 November 2020 gagal dilakukan.
Baca juga : Jual Kulit Harimau Sumatera, Ayah dan Anak Divonis 16 Bulan Penjara

Pada pelepasliaran yang kedua ini, harimau dari Kabupaten Solok, Sumatera Barat, ini diklaim sudah bisa beradaptasi di habitat baru.
Putri Singgulung dan saudaranya, Putra Singgulung, dievakuasi karena berkonflik dengan warga di Nagari Gantuang Ciri, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, Sumbar. Usianya waktu itu diperkirakan delapan bulan atau masih anak-anak.
Keduanya kemudian menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Harimau Dharmasraya (PRHSD) Arsari di Sumbar, yang dikelola Yayasan Arsari Djojohadikusumo, sejak Juni 2020. Putri masuk terlebih dahulu pada 13 Juni 2020 kemudian disusul Putra pada 29 Juni 2020.
Pada November 2020, BKSDA Sumbar melepasliarkan Putra-Putri Singgulung di salah satu suaka margasatwa di Kabupaten Solok. Menurut Kepala BKSDA Sumbar waktu itu, Erly Sukrismanto, lokasinya masih di bentangan Taman Nasional Kerinci Seblat.
Akan tetapi, kedua harimau tersebut kembali masuk permukiman, bahkan berkeliaran di jalan raya di Nagari Simpang Tanjuang Nan IV, Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok. Putri ditangkap di Jorong Rawang Gadang pada 6 Desember, Putra menyusul ditangkap di Jorong Lurah Ingu sehari kemudian. Mereka kemudian kembali menjalani rehabilitasi di PRHSD Arsari pada Desember 2020. Setelah dititiprawatkan selama hampir dua tahun, harimau Putri Singgulungpun dilepasliarkan kembali.
Konflik Satwa akan Terus Terjadi
Sebagai wilayah yang masih banyak terdapat kawasan hutan, Sumatera Barat akan terus bersinggungan dengan harimau. Sebelumnya satu individu harimau sumatera terekam kamera pengawas (CCTV) masuk perkarangan masjid di Jorong Lubuk Selasih, Nagari Batang Barus, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pada Jumat (31/5/2024) lalu. Dari rekaman video CCTV yang beredar terlihat harimau masuk dari bagian belakang masjid dan berjalan mengitari parkiran belakang masjid.
Hariyo T. Wibisono, praktisi konservasi harimau, menyebut, tidak ada satupun habitat harimau di Sumatera Barat yang cukup luas untuk mendukung populasi satwa ini hidup dalam ‘rumah’ ideal. Jadi, konflik manusia dengan harimau berpotensi terus terjadi.
“Teman-teman di Sumbar itu akan selalu berurusan dengan harimau (konflik, red). Dalam situasi seperti itu, pertanyaannya, apakah setiap konflik harus diselesaikan dengan penangkapan dan pemindahan? Perlu memikirkan penanganan jangka panjang dalam menangani konflik ini,” katanya kepada Mongabay baru-baru ini.
Baca juga : Harimau Sumatera Masuk Bendungan di Pasaman Barat, Habitat Terganggu?

Ia mengatakan, beberapa cara bisa dilakukan BKSDA Sumbar dalam menangani konflik satwa terutama harimau. Pertama, mempertahankan luas hutan tersisa.
Kedua, mengurangi semaksimal mungkin tekanan manusia terhadap ekosistem hutan, misal, perburuan satwa mangsa, air sehat, dan segala sesuatu yang dapat menurunkan kualitas ekosistem hutan.
Ketiga, membangun sosial koridor. Yaitu bekerja dengan masyarakat untuk sedapat mungkin mengalokasikan lahan-lahan kelolaan masyakarat sebagai perluasan daerah jelajah harimau dan konektivitas fisik di antara petak hutan tersisa. Kemudian harus ada analisis faktor penyebab harimau sering keluar hutan, karena tanpa analisis akan sulit menangani konflik.
“Karena memang informasi-informasi penggunaan ruang oleh harimau masih belum banyak kita ketahui di Sumatera Barat, walaupun secara teoritis sudah kita ketahui. Kita upayakan membantu melakukan kajian di ruang-ruang yang berkonflik. Kalau saya ikuti, 10 tahun terakhir titik konflik banyak terjadi disitu,” jelas Beebah sapaan Hariyo Wibisono.
Keempat, membekali masyarakat dengan pengetahuan tetang ekologi dan perilaku harimau terutama agar mereka lebih toleran terhadap kehadiran harimau.
“Upaya-upaya ini, ada pada tingkat pemerintah daerah, tidak cukup hanya BKSDA.”
Kelima, memperkuat kembali praktik-praktik kearifan lokal dan budaya masyakarat pinggir hutan terkait dengan kelestarian harimau.
Dia tidak bisa mengklaim, upaya penangkapan dan pemindahan harimau sesuatu yang salah, sebaliknya itu adalah upaya terakhir.
“Saya tidak bisa menyimpulkan sudah benar atau tidak karena saya tidak ada di tempat dan belum mengetahui upaya apa yang sudah dilakukan petugas sebelum memutuskan penangkapan. Penangkapan seharusnya jadi opsi terakhir karena menangkap harimau berkonflik tak akan menyelesaikan masalah,” pungkasnya. (***)