- Ikan mas atau biasa disebut ikan emas, sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Jenis ini juga kerap muncul dalam cerita rakyat, seperti asal-usul Danau Toba.
- Sesungguhnya, ikan mas bukan ikan asli Indonesia, melainkan berasal dari China.
- Ikan mas merupakan jenis introduksi atau pendatang. Ikan dengan nama ilmiah Cyprinus carpio ini merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di masyarakat Indonesia.
- Daya adaptasi ikan ini sangat tinggi dan toleran terhadap lingkungan ekstrem, sehingga keberadaannya di perairan umum dikhawatirkan dapat menggeser populasi ikan lokal. Di Australia, ikan mas dinyatakan sebagai hama yang merusak dikarenakan populasinya yang meledak telah membunuh ikan asli di sana.
Ikan mas atau biasa disebut ikan emas, sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Jenis ini juga kerap muncul dalam cerita rakyat. Misalkan, asal-usul Danau Toba yang bermula dari kemunculan ikan mas.
Di beberapa daerah, banyak juga dongeng mengenai ikan mas sehingga masyarakat percaya ikan ini asli Indonesia.
“Ikan mas itu asli dari China, bukan Indonesia,” tegas Haryono, Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi-BRIN, dalam acara Bincang Alam Mongabay dengan topik “Mengenal Ikan Endemik Indonesia dan Upaya Penyelamatan Populasinya”, Kamis [27/6/2024].
Di Australia, ikan mas dinyatakan sebagai hama yang merusak, meski di Indonesia dikonsumsi dan dibudidayakan secara luas. Dilansir dari ABC Australia, ikan mas telah meledak populasinya dan membunuh ikan asli di sana.
Kepala ilmuwan Institut Arthur Rylah Bidang Penelitian Lingkungan, Jarod Lyon, mengatakan, 96 persen ikan mas yang teridentifikasi ditemukan di daerah pantai timur Australia, yang menempati 54 persen lahan basah dan 97 persen sungai besar.
“Di sejumlah lahan basah, populasinya bisa mencapai 1.000 kg per hektar, yang dampaknya jauh melebihi dari apa yang kita ketahui,” terangnya, Selasa [23/3/2021].
Para peneliti menjelaskan, ikan mas dikenal suka menyedot lumpur dan memiliki dampak negatif terhadap kualitas air, serta merupakan ancaman nyata bagi keanekaragaman hayati Australia.
Sebelumnya, untuk mengendalikan populasi ikan mas, pemerintah Australia telah mengumumkan pendanaan untuk proyek Rencana Pengendalian Ikan Mas Nasional dan penelitian potensi pelepasan virus herpes ikan mas yang kontroversial [Cyprinid herpesvirus-3] sebagai agen pengendali biologis, pada Mei 2016.
Dalam buku berjudul “Jenis-jenis ikan Introduksi dan Invasif Asing di Indonesia, 2016”, dijelaskan bahwa ikan mas merupakan jenis introduksi atau pendatang. Ikan dengan nama ilmiah Cyprinus carpio ini merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di masyarakat Indonesia.
Ikan mas memiliki bentuk tubuh memanjang menyerupai torpedo dan berukuran sedang. Khusus sebagai ikan konsumsi, ukurannya besar.
Mulut besarnya dapat disembulkan keluar [protaktil] dan dilengkapi empat sungut. Warna tubuhnya bervariasi. Ikan jantan, umumnya lebih menyala dibandingkan betina. Pola kombinasi warna terbentuk sebagai hasil persilangan yang dilakukan oleh para petani ikan koi.
Daya adaptasi ikan ini sangat tinggi dan toleran terhadap lingkungan ekstrem, sehingga keberadaannya di perairan umum dikhawatirkan dapat menggeser populasi ikan lokal. Makanannya berupa serangga air, udang-udangan, moluska, gulma, biji-biji tumbuhan liar, dan alga. Ikan ini terkadang juga memiliki karakter unik, yaitu menggerus alga di sedimen.
Di beberapa perairan Indonesia, ikan mas diduga telah menggeser keberadaan jenis ikan lokal atau ikan asli daerah setempat. Di Danau Toba, Sumatera misalkan, ikan mas telah menurunkan populasi ikan batak [Neolissochilus thienemanni]. Sementara itu, di Danau Ayamaru, Papua, keberadaan ikan mas dikhawatirkan dapat menurunkan populasi ikan pelangi [Melanotaenia ayamaruensis].
“Ikan introduksi itu contohnya ikan mas, ikan nila, ikan lele, yang didatangkan dari luar Indonesia. Ikan introduksi ini ketika sudah mengganggu dan merusak kelestarian ikan asli, lingkungan atau manusia, maka disebut ikan invasif,” jelas Haryono.
Menurut dia, selama ikan yang didatangkan dari luar tidak mengganggu dan merusak, maka masih termasuk dalam kategori introduksi. Secara regulasi, jika mendatangkan ikan dari luar ke suatu habitat perlu ada analisis risiko.
Misalkan, dari aspek ekologi dan ancaman, serta banyak hal yang harus dilakukan penilaian, seperti kategori risiko rendah, sedang, dan tinggi.
Keragaman jenis ikan
Haryono menjelaskan, Indonesia memiliki keragaman jenis ikan sangat tinggi. Namun, jumlah tersebut pada dasarnya masih banyak yang belum terdata baik dan parsial. Untuk jumlah spesies ikan endemik yang terdata, misalkan Kalimantan sekitar 700 spesies, Sumatera 546 spesies, Jawa dan Bali 159 spesies, Sulawesi 223 spesies, dan Papua 400 spesies.
“Meski demikian, untuk wilayah Maluku dan Papua belum banyak yang terkompilasi data keragaman ikannya. Banyak juga data bolong-bolong,” ujarnya.
Keragaman jenis ikan yang tinggi tersebut, kata Haryono, didukung kondisi habitat Indonesia yang kaya dan unik. Indonesia memiliki 5.590 sungai, 65.017 anak sungai, 840 danau, 735 situ, dan 162 waduk. Secara sebaran, ada tiga wilayah penting yaitu Paparan Sunda [Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan], Wallacea [Sulawesi dan Nusa Tenggara], serta Paparan Sahul [Maluku dan Papua].
“Inilah yang menopang Indonesia sehingga mempunyai kekayaan jenis ikan,” jelasnya.
Namun, keragaman jenis ikan tersebut memiliki tantangan. Seperti, data kekayaan jenis ikan endemik dan potensinya masih parsial dan terbatas. Selain itu, komoditas ikan budidaya, konsumsi atau hias, yang merupakan ikan asli Indonesia termasuk ikan endemik, ternyata masih sedikit dibandingkan ikan introduksi.
Tingkat penangkapan dan pemanfaatan yang tinggi dan secara bersamaan, juga menyebabkan rusaknya habitat. Permasalahan lain adalah konversi atau alih fungsi lahan di sekitar perairan, misal untuk dijadikan perkebunan dan permukiman.
“Kesadaran kita untuk memanfaatkan ikan asli masih rendah, sehingga populasinya menurun yang berakibat bertambahnya daftar jenis ikan terancam punah,” paparnya.