- Buaya muara [Crocodylus porosus] sering muncul dekat pemukiman warga di Sumatera Utara, dalam tiga bulan terakhir.
- Habitat buaya muara mengalami penyusutan dan fragmentasi akibat alih fungsi lahan menjadi pemukiman, industri, dan pertanian. Pencemaran air di sungai dan rawa akibat limbah industri dan sampah turut membahayakan kesehatan buaya dan mangsanya.
- Habitat buaya muara terbentang luas, meliputi hutan bakau, rawa, sungai, dan pantai di wilayah pesisir dan tropis. Kawasan hutan bakau yang lebat menyediakan sumber makanan seperti ikan, kepiting, dan mamalia kecil.
- Buaya muara merupakan jenis satwa liar dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Dalam ekosistem, buaya muara memiliki fungsi penting yaitu sebagai top predator atau pemangsa puncak.
Dalam tiga bulan terakhir, buaya muara [Crocodylus porosus] muncul dekat pemukiman warga di Sumatera Utara.
Haliman Dalimunte [46], warga Prapat Janji, Kecamatan Buntu Pane, Kabupaten Asahan, kaget melihat kehadiran seekor buara di pekarangan belakang rumahnya, Sabtu [6/7/2024]. Satwa dilindungi itu, terpantau memangsa seekor bebek.
Bersama warga, Haliman mengusir buaya itu dengan cara memukul kaleng dan ember plastik. Suara berisik tersebut membuat buaya tidak nyaman dan pergi ke arah sungai Tanjung Gunung, yang jaraknya sekitar 35 meter dari pemukiman penduduk.
“Sebulan terakhir, buaya tampak di pinggir maupun di sungai. Sesekali naik ke darat, berjemur atau memangsa bebek warga yang dilepas. Kemunculannya, mungkin karena ada aktivitas pengerukan pasir untuk bangunan rumah,” jelasnya melalui telepon, Sabtu [6/7/2024].

Di Kabupaten Labuhan Batu Utara, seorang warga Dusun Peranginan, Desa Teluk Binjai, bernama Susi Susana Sinambela [29], diterkam buaya saat mencuci di sungai, akhir Mei 2024. Jasad korban ditemukan di sekitar aliran sungai.
“Kami sudah mengimbau warga agar tidak panik dan apabila beraktivitas di sekitar bantaran sungai yang ada buaya, jangan sendirian,” jelas Arifin, Kepala BPBD Kabupaten Labuhan Batu Utara.
Buaya muara juga muncul di Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan. Said, Kepala Lingkungan I, Sei Mati, saat diwawancarai Jumat [19/4/2024], menjelaskan satwa tersebut terlihat warganya bernama Senja, saat menjaga keramba ikan. Lokasinya tidak jauh dari aliran Sungai Pegatalan dan Sungai Paluh Putri yang merupakan habitat buaya.
“Sejauh ini belum ada konflik dan diharapkan tidak terjadi,” ujarnya.

Habitat terganggu
Rudianto Saragih Napitu, sebelum mengakhiri jabatannya sebagai Kepala BBKSDA Sumut, April 2024 lalu mengatakan, begitu mendapatkan laporan warga pihaknya langsung ke lokasi.
“Berdasarkan rekaman video amatir milik Senja, diketahui buaya muara berukuran tiga meter dan lokasi perjumpaan merupakan wilayah jelajahnya,” jelasnya.
BBKSDA Sumut meminta warga agar melakukan aktivitas berkelompok.
“Hindari juga perbuatan yang dapat mengancam keselamatan buaya, mengingat satwa tersebut dilindungi undang-undang.”

Ehza Mutakin, tim pengkajian dari Wildlife Crime Protection, mengatakan terkait kemunculan buaya di Medan Labuhan, khususnya daerah Sei Mati dan Sei Pegatalan, berdasarkan riset 2022 hingga 2023, wilayah itu merupakan habitat buaya muara.
“Sekitar 10 tahun lalu, tutupan hutannya masih rapat. Sekarang mulai terbuka, meskipun ada sedikit hutan lindung, yang membuat kemunculan buaya lebih jelas terlihat,” urainya, Senin [29/4/2024].
Dikatakan dia, habitat buaya muara terbentang luas, meliputi hutan bakau, rawa, sungai, dan pantai di wilayah pesisir dan tropis. Kawasan hutan bakau yang lebat menyediakan sumber makanan seperti ikan, kepiting, dan mamalia kecil.
Sungai dan rawa menjadi tempat buaya berburu dan berjemur. Sementara pantai merupakan tempat buaya bertelur dan mencari mangsa, seperti penyu dan burung laut. Populasi buaya muara tergolong stabil, dengan sedikit gangguan manusia.
“Sekarang, habitat buaya muara mengalami penyusutan dan fragmentasi akibat alih fungsi lahan menjadi pemukiman, industri, dan pertanian. Pencemaran air di sungai dan rawa akibat limbah industri dan sampah turut membahayakan kesehatan buaya dan mangsanya.”
Ehza menyatakan, perjumpaan langsung manusia dengan buaya tentunya sangat mengkhawatirkan.
“Penting diingat, buaya adalah hewan liar berbahaya sehingga harus selalu diperlakukan dengan hormat dan hat-hati.”
Harus ada langkah pencegahan untuk menghindari pertemuan manusia dengan buaya. Sebut saja, tidak berenang di wilayah yang dihuni buaya, tidak membuang sampah sembarangan di habitat buaya, dan tidak memancing atau berkemah di area yang berisiko sebagai wilayah jelajah buaya.
“Dengan menjaga lingkungan dan ekosistemnya, manusia dapat hidup “berdampingan” dengan buaya. Upaya edukasi, konservasi, serta manajemen yang tepat, dapat mengurangi konflik sekaligus memastikan kelestarian buaya muara di habitat alaminya,” tegasnya.
Buaya muara merupakan jenis satwa liar dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Jenis ini lebih suka hidup di daerah muara sungai yang dikelilingi tanaman nipah atau sejenisnya. Dalam ekosistem, buaya muara memiliki fungsi penting yaitu sebagai top predator atau pemangsa puncak.
Kebiasaan Unik Buaya Muara, Mempelajari Pola dan Gerakan Mangsanya