- Masyarakat yang hidup di masa Kedatuan Sriwijaya, diperkirakan bukan hanya mengonsumsi sagu dan umbi-umbian, tapi juga beras sebagai sumber karbohidrat. Berdasarkan bukti arkeologi, beras sudah dikonsumsi masyarakat yang menetap di sekitar pusat Kedatuan Sriwijaya, abad ke-9-12 M.
- Tanaman padi masuk ke Sumatera Selatan diperkirakan dibawa pendatang dari China dan India.
- Masyarakat di Sumatera Selatan masih banyak menanam varietas padi lokal. Umumnya, padi lokal ditanam di ladang, seperti di Desa Kertayu, Kabupaten Muba, dan Tanah Abang, Kabupaten PALI.
- Tanaman padi lokal berdasarkan pengalaman masyarakat, lebih tahan terhadap cuaca ekstrem. Justru, yang harus diwaspadai adalah serangan hama belalang.
Masyarakat yang hidup di masa Kedatuan Sriwijaya, diperkirakan bukan hanya mengonsumsi sagu dan umbi-umbian, tetapi juga beras sebagai sumber karbohidrat.
Berdasarkan bukti arkeologi, beras sudah dikonsumsi masyarakat yang menetap di sekitar pusat Kedatuan Sriwijaya, abad ke-9-12 M.
Bukti arkeologi tersebut berupa temuan sekam padi pada batu bata yang digunakan untuk Percandian Bumiayu [Hindu-Buddha], yang berada di Tanah Abang, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir [PALI], Sumatera Selatan.
Retno Purwanti, arkeolog yang melakukan penelitian di kompleks Percandian Bumiayu pada 1993, 1996 dan 2000-an, menjelaskan percandian seluas 187 hektar tersebut memiliki 13 gundukan tanah yang diduga berisi struktur batu bata sisa bangunan kuno [candi].
Gundukan tanah yang sudah dibuka itu merupakan lima candi, yakni Candi 1, Candi 2, Candi 3, Candi 5 dan Candi 8.
“Percandian Bumiayu diperkirakan dibangun dari abad ke-9 hingga 14 M,” kata Retno, awal Juli 2024.
Di sekitar Percandian Bumiayu, yang berada di wilayah lahan basah atau tepi Sungai Siku yang bermuara ke Sungai Lematang, juga ditemukan sejumlah sungai buatan atau kanal. Kanal-kanal ini diperkirakan berfungsi sebagai irigasi untuk mengatur air rawa, sehingga dapat digunakan sebagai lahan persawahan atau pertanian.
Hingga saat ini, Tanah Abang adalah sentra padi di Kabupaten PALI. Padi dihasilkan dari persawahan sekitar 100 hektar. Selain itu, sebagian masyarakat Tanah Abang juga menanam padi talang.
Tanaman padi yang pertama kali dibudidayakan oleh Kaisar Shen-Mung di China, sekitar 5000 tahun Sebelum Masehi, kemungkinan dibawa para pendatang dari China dan India ke Tanah Abang, yang beragama Buddha dan Hindu.
Para pendatang ini tujuannya berdagang, terutama mencari hasil getah-getahan seperti damar dan kayu manis, yang banyak dihasilkan di Tanah Abang di masa Kedatuan Sriwijaya. Mereka menanam padi untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.
Padi lokal
Saat ini, sejumlah kelompok masyarakat yang menetap di Sumatera Selatan, tetap menanam padi lokal.
“Masyarakat menanam padi talang. Semua jenis padi yang ditanam adalah padi lokal,” kata Abdul Gafur [42], warga Desa Kertayu, Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin.
Adapun jenisnya, padi pulut [beras ketan], padi kumpal bawah, padi puyuh, padi kure, padi alus, padi abang [beras merah], padi puring, padi telok ikan, padi arang [beras hitam], dan padi serai putih.
“Tapi yang banyak ditanam masyarakat di sini padi abang dan padi kumpal bawah. Sementara, padi pulut digunakan waktu sedekah lemang atau sedekah bumi,” kata Gafur.
Padi lokal di Kertayu lebih tinggi dibandingkan varietas hibrida. Tingginya, kisaran 110-130 cm.
Padi talang di Kertayu ditanam sekitar bulan sembilan [September] dan dipanen sekitar bulan tiga dan empat [Maret-April]. Setelah panen, dilaksanakan sedekah bumi yaitu doa bersama dan rebutan lemang dari tokoh adat.
Setiap kepala keluarga di Kertayu membuat lemang sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME. Lemang ini tiga jenis rasa; lemang manis, lemang asin, dan lemang pisang.
Lemang adalah penganan terbuat dari beras ketan dicampur sejumlah bahan, yang dimasak dalam seruas bambu.
Hampir semua jenis padi lokal di Kertayu juga ditanam masyarakat di Tanah Abang, Kabupaten PALI.
“Hanya padi kure yang tidak terdengar lagi, mungkin dulunya ditanam,” kata Arli Firgianto, pendamping pemajuan kebudayaan Desa Bumiayu, Kecamatan Tanah Abang.
“Masa tanam hingga panen selama enam bulan. Menanam dimulai bulan sembilan,” tambah Arli.
Di Desa Bangsal, dikenal juga sejumlah padi lokal. Bahkan, sebagian ditanam di persawahan pasang surut.
“Tapi sedikit, umumnya untuk dikonsumsi. Sebagian besar menanam jenis hibrida,” kata Angkut Joni, Kepala Desa Bangsal.
Beberapa jenis padi lokal di Desa Bangsal, antara lain padi salek, padi sebor, padi senopi, dan padi sawah kanyut.
Dikutip dari buku “Morfologi dan Molekuler Padi Lokal Sumatera Selatan” yang ditulis Laila Hanum dan kawan-kawan [2018], tercatat sekitar 27 varietas padi lokal di sejumlah wilayah Sumatera Selatan [Hanum et al, 2015].
Varietas tersebut tersebar di Kabupaten Ogan Ilir [OI], Ogan Komering Ilir [OKI], Banyuasin, Musi Rawas, dan Muara Enim.
Ke-27 padi lokal itu adalah padi pegaga, padi talang, padi sanapi, padi ketan item, padi ketan putih, padi ketan abang, padi ketumbar, pantai emas, padi ketan seluang, padi meto tomok, padi ketan selome, padi ketumbar, padi rantai emas, padi dayang rindu, padi dayang kuning, padi seluang, padi panak pendek, padi pamulan.
Kemudian padi dayang telasih, padi pengagat, padi pulut, padi putih, padi hitam, padi panjang, padi jambat thehas, padi beram, dan padi stik.
Tahan cuaca
Perubahaan iklim yang berlangsung saat ini, tidak membuat masyarakat Desa Kertayu khawatir akan hasil padinya.
“Kalau musim kemarau panjang hingga setahun, mungkin berpengaruh. Hal itu pernah terjadi beberapa tahun lalu. Hasil padinya tidak baik, banyak yang ampah [kosong],” kata Gafur.
“Tapi, selama beberapa tahun terakhir tampaknya iklim tidak begitu besar pengaruhnya,” ujarnya.
Justru, yang menjadi ancaman tanaman padi talang di Desa Kertayu, termasuk desa-desa sekitarnya di Kecamatan Sungai Keruh, adalah serangan hama belalang.
“Akibatnya, banyak warga gagal panen. Itu terjadi beberapa tahun lalu,” jelasnya.
Padi lokal di Tanah Abang juga, termasuk yang tahan terhadap cuaca ekstrem. Kemungkinan, dikarenakan sudah lama beradaptasi dengan kondisi lingkungan.
“Banyak tanaman padi talang yang gagal bukan karena musim kemarau atau penghujan yang panjang, tapi karena serangan hama belalang dan burung,” jelas Arli.