- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, memvonis bebas mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, dalam perkara tindak pidana perdagangan orang.
- Majelis hakim menyatakan, jaksa tidak dapat membuktikan tuntutannya dalam Pasal 2 Ayat [2] jo Pasal 7 Ayat (1) jo Pasal 10 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
- Putusan tersebut mengejutkan banyak pihak. Sebab, apa yang dilakukan Terbit ada dugaan menyiksa, mempekerjakan anak di bawah umur, dan memperdagangkan
- Sebelumnya, empat orang penyiksa dan penganiaya penghuni kerangkeng atas nama terdakwa Dewa Rencana Perangin-angin, anak Terbit Rencana Perangin-Angin, bersama tiga anak buahnya yaitu Hendra Surbakti, Hermanto Sitepu, dan Iskandar Sembiring, divonis 19 bulan penjara.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, memvonis bebas mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, dalam perkara tindak pidana perdagangan orang bermotif rehabilitasi pecandu narkoba sejak 2010 hingga 2022.
Ketua Majelis Hakim Andriyansyah, dalam amar putusannya Senin [8/7/2024], menolak semua dakwaan maupun tuntutan jaksa. Majelis hakim menyatakan, jaksa tidak dapat membuktikan tuntutannya dalam Pasal 2 Ayat [2] jo Pasal 7 Ayat [1] jo Pasal 10 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dijelaskan bahwa tidak ada keterikatan terdakwa dalam kasus tindak pidana perdagangan orang dengan modus tempat rehabilitasi para pecandu narkoba, seperti dakwaan jaksa.
“Membebaskan terdakwa serta menolak permohonan restitusi sebesar Rp2,3 miliar untuk 14 korban dan ahli waris,” ucap Andriyansyah.
Usai persidangan, Terbit menyatakan apa yang didakwakan dan dituduhkan padanya tidak benar.
“Berdasarkan fakta di persidangan, saya tidak bersalah seperti dakwaan jaksa,” ungkapnya.
Jaksa Penuntut Umum [JPU] Kejaksaan Negeri Stabat, Fransis Taufik, menyatakan kasasi usai mendengar putusan tersebut. Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Terbit penjara 14 tahun dan denda Rp500 juta, serta membayar restitusi.
“Kami akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,” jelasnya usai sidang, Senin [8/7/2024].
Baca: Kasus Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Modus Perbudakan di Kebun Sawit?

Pertanyaan besar
Quadi Azam, Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan [SIKAP] menyatakan, putusan tersebut mengejutkan banyak pihak. Sebab, apa yang dilakukan Terbit ada dugaan menyiksa, mempekerjakan anak di bawah umur, dan tindak pidana memperdagangkan orang.
Ada dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, ada indikasi apa yang dituntut jaksa tidak selaras dengan temuan lapangan. Kedua, majelis hakim tidak memiliki perspektif hak asasi manusia, terutama tentang perdagangan orang.
“Putusan ini menurut saya pelanggaran konstitusional,” ujarnya, Jumat [12/7/2024].
Adanya kerangkeng manusia di rumah pribadi Terbit, menurut Azam, itu merupakan bagian dari keterlibatan terdakwa. Adanya korban, juga sudah cukup menjerat Terbit divonis bersalah.
“Ini pertanyaan besar, mengapa cara pandang hakim tidak melihat peristiwa tersebut. Apakah ada intervensi untuk mengaburkan kasus tersebut?,” jelasnya.
Menurut Azam, ketika terdakwa melakukan pembiaran atas apa yang diperintahkannya dan menyebabkan kematian, juga memenjara orang tanpa dasar hukum, maka bisa dikatakan ada keterlibatannya.
“Seharusnya, hakim menangani perkara ini secara parsial agar keputusan yang diambil independen.”
Badan pengawas Mahkamah Agung harus melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang menangani perkara ini.
“Perlu dilkukan penelusuran juga oleh lembaga berwenang maupun Komisi Yudisial, termasuk dari Komnas HAM,” paparnya.

Vonis ringan penyiksa manusia
Sebelumnya, empat orang penyiksa dan penganiaya penghuni kerangkeng atas nama terdakwa Dewa Rencana Perangin-angin, anaknya Terbit, bersama tiga anak buahnya yaitu Hendra Surbakti, Hermanto Sitepu, dan Iskandar Sembiring, divonis 19 bulan penjara.
Terdakwa Dewa dan Hendra dianggap bersalah menyiksa korban Saryanto Ginting hingga menyebabkan kematian. Sedangkan terdakwa Hermanto dan Iskandar terbukti menyiksa korban Abdul Sidik Isnur alias Bedul. Kedua korban merupakan penghuni kerangkeng manusia di kediaman Terbit.
Majelis hakim menyatakan keempat terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 351 Ayat 3 Jo pasal 55 Ayat 1 [1] KUHPidana. Pengajuan permohonan restitusi sebesar Rp265.000.000, secara keseluruhan dibebankan kepada terdakwa Dewa.
Untuk pidana perdagangan orang, terdakwa Jurnalista, Rajesman, dan Terang Ukur, divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta, subsider dua bulan kurungan. Sedangkan terdakwa Sutarman Perangin-angin, dijatuhi dua tahun penjara dan denda Rp200 juta, subsider dua bulan kurungan.
Para pelaku terbukti melanggar Pasal 10 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 untuk kasus kerangkeng manusia Langkat jo Pasal 55 ayat 1 [1] KUHPidana.
Untuk perkara penyiksaan, Indra Ahmadi Hasibuan, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Stabat, sebelumnya menuntut keempat terdakwa tiga tahun penjara. Sementara kasus perdagangan orang, jaksa menuntut para pelaku delapan tahun penjara.

Ady Yoga Kemit, Staf advokasi Kontras Sumatera Utara, mengatakan sejak 2022 pihaknya sudah melakukan investigasi terkait kasus perdagangan orang. Hasilnya, terdapat korban anak di bawah umur inisial DS.
Anak ini dipekerjakan di kebun dan pabrik sawit milik keluarga Terbit, tanpa waktu istirahat. Dia bekerja mulai pagi hingga jam 6 sore, lalu masuk lagi sampai malam. Begitu seterusnya hampir setengah tahun, tanpa bayaran.
“Di kerangkeng manusia itu, tidak ada perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa. Siapa saja yang melakukan kesalahan, apalagi berani kabur maka akan disiksa,” terangnya, Selasa [9/7/2024].
Proses hukum terhadap para pelaku, menurut Ady tidak cukup, mengingat kasus kerangkeng manusia melibatkan puluhan orang. Pasal tindak pidana perdagangan hanya dikenakan kepada orang-orang lapangan, tidak menjerat aktor utama.
“Padahal, terdakwa Dewa patut diduga melakukan perbudakan terhadap anak dengan memperkerjakannya di PT Dewa Rencana Perangin-angin miliknya, yang bergerak di sektor produksi sawit,” tegasnya.
Bagaimana Perkembangan Kasus Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat?