- Sebanyak 16 orang nelayan di Kepulauan Riau akhirnya kembali ke tanah air usai ditangkap aparat Malaysia. Mereka dituduh melaut di perairan Malaysia.
- Namun satu nahkoda harus menjalani hukuman penjara
- KJRI hingga Bakamla minta nelayan memahami batas-batas negara saat melaut, agar kejadian serupa tidak terjadi.
- Sedangkan delapan orang nelayan Natuna yang ditahan di KJRI Sarawak Malaysia belum menemukan titik terang. Pemerintah diminta juga membebaskan ke delapan nelayan tersebut.
Suasana haru pecah di atas kapal patroli KN Pulau Nipah 321 Bakamla RI, Kamis (11/7/2024). Saat 13 nelayan Kepri yang akhirnya bertemu keluarga setelah ditahan beberapa bulan di Malaysia. “Syukur Alhamdulillah, sudah pulang ke tempat kita ini (Indonesia),” kata Halim salah seorang nelayan.
Halim dan 15 nelayan lainnya akhirnya bisa kembali ke tanah air setelah ditangkap Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) beberapa bulan lalu. Mereka ditangkap diduga melanggar perbatasan perairan Malaysia.
Pria berusia 53 tahun ini bercerita, tiba-tiba saat melaut pada bulan April 2024 lalu, petugas patroli Malaysia lengkap dengan senjata datang. Sontak kata Halim, petugas Malaysia itu langsung meminta nahkoda termasuk Halim untuk naik ke kapal patroli. “Saat ditangkap mereka mengatakan, kami sudah menangkap ikan di perairan mereka,” katanya.
Halim kaget, karena biasanya lokasi perairan itu sudah menjadi langganan nelayan mencari ikan. Bahkan, biasanya petugas maritim di perbatasan itu baik Singapura atau Malaysia hanya menghalau nelayan yang mendekat ke perbatasan. “Kemarin itu langsung ditodong, baru inilah kita ditangkap,” kata Halim yang sudah 10 tahun lamanya menjadi nelayan perbatasan. Saat itu Halim ditangkap di Batu Puteh, perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Baca : Nelayan Natuna Disidangkan di Malaysia, Diplomasi Maritim RI Dinilai Lemah

Nahkoda Denda 1 Juta Ringgit Malaysia
Konsul Jenderal RI Johor Bahru, Sigit S. Widiyanto mengatakan, total sebanyak 16 orang nelayan dari Bintan dan Lingga yang dipulangkan. Pemulangan disambut langsung oleh Bakamla, Pemprov Kepri dan beberapa instansi terkait.
Belasan nelayan yang dipulangkan terdiri dari beberapa kasus, kasus pertama yaitu 14 orang nelayan ditahan dengan tuduhan memasuki perairan Malaysia secara ilegal dan menangkap ikan.
Ia melanjutkan, kasus 14 orang ini sempat masuk ke Mahkamah Pengadilan Malaysia, pengadilan memutuskan bebas terhadap 13 dari 14 orang. “Sedangkan satu nelayan yang merupakan nahkoda mendapatkan hukuman lima bulan penjara dan denda 1 juta ringgit Malaysia, saat ini sedang menjalani hukuman potongan masa tahanan,” katanya.
Sedangkan kasus lain yaitu tiga orang lainnya, katanya, dibebaskan langsung karena mereka masuk perairan Malaysia karena kapal rusak bukan niat mencuri ikan.
“KJRI Johor Bahru apresiasi kepada seluruh pihak, Bakamla, Pemerintah Provinsi Kepri, Pemerintah Malaysia atau APMM, atas kerjasama baik itu, sehingga terjadi hal positif seperti ini, pemulangan secara langsung,” katanya.
Sigit menghimbau kepada masyarakat khususnya nelayan kalau mencari ikan diperhatikan batas wilayah. Jangan sampai melanggar hukum perbatasan Indonesia dan Malaysia. “KJRI Johor Bahru juga memberikan pendampingan pengacara kepada 14 orang tersebut,” katanya.
Sigit menjelaskan 14 nelayan ditangkap APMM Malaysia pada April 2024. Sedangkan tiga orang nelayan yang kapal rusak ditangkap awal Juli 2024. “Saat ini masih ada 6 orang nelayan yang masih menjalankan proses hukum di Malaysia, sekarang sedang diupayakan pembebasan mereka,” katanya.
Baca juga : Pemerintah Indonesia Diminta Bebaskan Nelayan Natuna yang Ditangkap Malaysia

Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Zona Barat, Laksamana Pertama Bambang Trijanto meminta organisasi nelayan seperti Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) memberikan pengetahuan kepada nelayan agar tidak melewati batas wilayah saat melaut.
“Hubungan kita dengan APMM sangat baik, bahkan kita kerjasama melakukan penindakan kapal yang melaksanakan pelanggaran hukum Indonesia, dibantu APPM, ketika pelaku melarikan diri ke,” katanya.
Delapan Orang Nelayan Natuna Masih Ditahan
Di lain sisi, Pemprov Kepri bersama KJRI Sarawak Malaysia masih berusaha membebaskan delapan orang nelayan Natuna yang ditangkap APPM Sarawak Malaysia pada Jumat, 19 April 2024 lalu. APPM Serawak disebut lebih tegas dalam menangani pelanggaran perbatasan sehingga sampai saat ini sejak ditangkap para nelayan belum bebas.
Saat dikonfirmasikan, Konjen RI Kuching Sarawak Malaysia R Sigit Witjaksono, Senin, (15/7/2024), delapan orang nelayan masih ditahan di Malaysia. “Semoga yang disini (delapan orang) juga segera menyusul (dibebaskan),” katanya. Ia menjelaskan dalam waktu dekat akan memberikan update perkembangan kondisi terakhir nelayan tersebut kepada pemerintah daerah Natuna ataupun Kepri.
Beberapa kesempatan Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Doli Boniara mengatakan, sampai saat ini pihaknya bersama Konjen RI terus berupaya agar delapan orang nelayan tersebut dibebaskan. “Malaysia bagian sarawak memang agak tegas, berbeda dengan Johor, semoga delapan nelayan itu segera dibebaskan,” katanya.
Sebelumnya delapan orang nelayan ini menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidaklah mencuri ikan di perairan Malaysia. Bahkan KKP mengirim surat kepada APMM Malaysia memberitahu bahwa nelayan tersebut saat ditangkap masih berada di Indonesia. Namun, APMM Sarawak Malaysia tetap membawa kasus 8 orang nelayan tersebut ke meja Mahkamah Pengadilan Malaysia.
Baca juga : Nelayan Natuna Kembali Laporkan Maraknya KIA Vietnam

Nasri, istri dari salah seorang keluarga dari 8 orang nelayan berharap tulang punggung keluarganya segera dibebaskan. Saat ini ia mengaku kesulitan membiayai hidupnya bersama lima orang anak yang masih kecil. “Kami tidak bekerja, cuma mengandalkan suami,” kata Nasri saat dihubungi Mongabay dari Batam, Rabu (12/7/2024).
Kondisi sekarang kata Nasri, jangankan untuk membayar kebutuhan sekolah anak, bayar listrik rumah, beli pampers anak, untuk makan sangatlah susah. “Bantuan cuma ada dari bos (pemilik kapal), satu bulan bos kasih 5 kilo beras, memang ada tetapi itu tidak mencukupi, kita kasihan juga sama bos, dia juga kena musibah, (kapalnya ditangkap Malaysia),” katanya.
Nasri berharap ada bantuan lain dari pemerintah baik provinsi maupun kabupaten kota. “Kita nak berutang, orang mana mau kasih, suami tidak ade,” katanya lagi dengan logat Melayu. (***)