- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memenangkan tuntutan petani sawit Koperasi Tani Plasma Amanah (Koptan Amanah) dan memberi sanksi kepada PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP) atas pelanggaran yang dilakukan dalam pelaksanaan kemitraannya di sektor kelapa sawit dengan Koptan Amanah, di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
- Kasus ini bermula dari tidak adanya transparansi dalam perhitungan biaya pembangunan kebun plasma Koptan Amanah. Selain itu, PT HIP juga dinilai tidak transparan dalam pengelolaan hasil tandan buah segar (TBS) kebun plasma dan pembelian TBS yang tidak sesuai dengan ketentuan harga dari Pemerintah.
- Dari proses persidangan yang digelar sebanyak 21 kali tersebut, terungkap banyak hal melalui fakta persidangan, seperti pihak PT. HIP yang tidak dapat menyerahkan data pembuktian utang plasma yang membengkak.
- KPPU memerintahkan PT HIP melakukan addendum perjanjian kemitraan terkait luasan lahan 1.123,74 Ha dalam jangka waktu paling lama 4 bulan setelah ditetapkannya SK CPCL oleh Bupati Buol dan melakukan general audit atas laporan keuangan Koptan Amanah periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2023 dalam jangka waktu 1 tahun.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akhirnya memenangkan tuntutan petani sawit Koperasi Tani Plasma Amanah (Koptan Amanah) dan memberi sanksi kepada PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP) atas pelanggaran yang dilakukan dalam pelaksanaan kemitraannya di sektor kelapa sawit dengan Koptan Amanah, di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
“Kami bersyukur atas putusan yang memihak petani ini. Selama puluhan tahun, pemilik lahan tidak pernah mendapatkan bagi hasil dari panen tandan buah segar, padahal kebun sudah produktif dan hasilnya diambil sepenuhnya oleh PT. HIP, tetapi justru perusahaan menggelembungkan hutang plasma hingga ratusan milyar rupiah,” ujar Fatrisia Ain, Kordinator Forum Petani Plasma Buol (FPPB) kepada Mongabay, Rabu (10/7/2024).
Sanksi tersebut dimuat dalam putusan yang dibacakan pada Sidang Majelis Pembacaan Putusan Perkara Nomor 02/KPPU-K/2023 tentang dugaan pelanggaran Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 terkait Pelaksanaan Kemitraan antara PT HIP dan Koptan Amanah, yang dipimpin oleh Gopprera Panggabean sebagai ketua majelis, serta Aru Armando dan Budi Joyo Santoso sebagai anggota, di Kantor KPPU Jakarta, Selasa, 9 Juli 2024.
Sidang majelis KPPU merupakan bagian dari proses pemeriksaan lanjutan perkara kemitraan setelah PT. HIP tidak mengindahkan peringatan tertulis sebanyak tiga kali untuk perintah perbaikan dari pihak investigator KPPU. Di mana perintah perbaikan tersebut keluar setelah melalui proses pemeriksaan pendahuluan kemitraan tahap I, pada 25 Agustus 2022 sampai dengan 16 November 2022, kemudian dilakukan perpanjangan hingga dua kali sampai dengan 29 Maret 2023.
Perkara ini melibatkan dua pihak yang bermitra, yakni PT HIP yang merupakan terlapor, merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang didirikan pada tahun 1995 sebagai inti, dan Koptan Amanah sebagai plasma.
Kasus ini bermula dari tidak adanya transparansi dalam perhitungan biaya pembangunan kebun plasma Koptan Amanah. Selain itu, PT HIP juga dinilai tidak transparan dalam pengelolaan hasil Tandan Buah Segar (TBS) kebun plasma dan pembelian TBS yang tidak sesuai dengan ketentuan harga dari Pemerintah.
Baca : Aktivis Kecam Penganiayaan Petani Plasma Sawit di Buol

Bentuk penguasaan lain yang dilakukan oleh PT HIP adalah dengan tidak memunculkan klausul perjanjian kerja sama mengenai kewajiban memberikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan kebun plasma kepada mitra plasma, dalam hal ini adalah Koptan Amanah, selama masa kerja sama kemitraan.
Dalam proses pemeriksaan pendahuluan, KPPU telah menyampaikan tiga kali peringatan tertulis dengan usulan-usulan perbaikan kemitraan kepada PT HIP. Terakhir pada peringatan tertulis ke-3, KPPU memberikan beberapa perintah perbaikan kemitraan namun tidak dilaksanakan oleh terlapor.
Tindakan tersebut membuat KPPU melanjutkan persoalan tersebut ke tahap pemeriksaan lanjutan. Dalam pemeriksaan lanjutan oleh majelis komisi, terungkap bahwa terlapor tidak memenuhi kewajiban untuk melakukan addendum perjanjian kerja sama kemitraan terkait penambahan luasan lahan yang dibangun dan penambahan klausul yang mengatur persentase sisa hasil usaha (SHU) yang harus diterima Koptan Amanah atas penjualan TBS.
Perintah perbaikan yang juga tidak dilaksanakan dalam hal transparansi hutang Koptan Amanah dan pengembalian Sertifikat Hak Milik (SHM) milik para anggota plasma Koptan Amanah atas hutang kepada PT HIP yang berlandaskan pada Perjanjian Kredit Investasi dengan Bank Mandiri. Besaran hutang Koptan Amanah tersebut mencapai Rp8,8 miliar sebagai hutang pokok dengan jaminan sebanyak 877 SHM yang harus dikembalikan kepada Koptan Amanah.
Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan, majelis memutuskan bahwa PT HIP terbukti melanggar pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dalam pelaksanaan kemitraannya Koptan Amanah.
Terdapat 5 perintah majelis kepada PT HIP. Pertama, melakukan addendum perjanjian kemitraan terkait luasan lahan 1.123,74 Ha dalam jangka waktu paling lama 4 bulan setelah ditetapkannya SK CPCL oleh Bupati Buol.
Kedua, melakukan addendum perjanjian kemitraan yang memuat klausul kewajiban untuk memberikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan kebun plasma terhadap mitra plasma Koptan Amanah selama masa kerja sama kemitraan secara berkala paling lama 60 hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
Baca juga : Inti-Plasma Dinilai Rugikan Petani Sawit di Buol, 3 Petani Alami Kekerasan

Ketiga, menerapkan Perjanjian Kredit Investasi Nomor SBDC.MKS/024/PK-KI/2008 tanggal 18 April 2008 terkait penyelesaian piutang yang dialihkan dari Bank Mandiri kepada PT HIP.
Keempat, melakukan general audit atas laporan keuangan Koptan Amanah periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2023 dalam jangka waktu 1 tahun; dan kelima, melakukan pengiriman data pemutakhiran CPCL kepada Bupati Buol dan ditembuskan kepada KPPU paling lambat 14 hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
PT HIP juga dikenakan sanksi denda sebesar Rp1 miliar yang wajib dibayarkan paling lama 30 hari sejak Putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Menurut Fatrisia, hasil sidang ini memiliki arti yang sangat penting bagi petani pemilik lahan plasma, bahkan tidak hanya untuk petani anggota Koptan Amanah tetapi juga berdampak terhadap perjuangan petani di 6 koperasi lainnya, yaitu Koperasi Plasma, Koperasi Awal baru, Koperasi Bukit Piyonoto, Koperasi Bersama, Koperasi Idaman, dan Koperasi Fisabilillah yang keseluruhannya melibatkan 4.934 orang dengan luas lahan 6.746 hektar.
Dari proses persidangan yang digelar sebanyak 21 kali tersebut, terungkap banyak hal melalui fakta persidangan, seperti pihak PT. HIP yang tidak dapat menyerahkan data pembuktian hutang plasma yang membengkak.
“Terungkap bahwa PT. HIP sebagai avalis telah melakukan pengalihan hutang plasma dari kreditur yakni pihak Bank Mandiri juga mengambil dan menahan seluruh SHM milik petani sebagai debitur tanpa pemberitahuan dan persetujuan mereka.”
Selain itu, PT. HIP tidak pernah melakukan audit keuangan kebun kemitraan inti-plasma dan tidak pernah memberikan laporan keuangan kepada para petani.
“PT. HIP juga tidak menjalankan kewajiban memberikan bimbingan terhadap petani pemilik lahan pun pengurus koperasi sebagaimana tertuang dalam perjanjian kerjasama, termasuk tidak melibatkan para pemilik lahan dalam pengawasan dan pengelolaan kebun.” (***)