- Tanpa campur tangan produsen, problem sampah yang dampaknya sudah merugikan nelayan, petani, hingga keanekaragaman hayati di darat maupun laut ini menjadi sulit terselesaikan.
- Sebagai upaya untuk mengatasi persoalan pencemaran sampah plastik ini KLHK menerbitkan Peraturan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
- Sejak peraturan itu diterbitkan enam tahun lalu, dalam prakteknya diakui progresnya masih cukup lambat. Meski begitu, sudah ada upaya yang positif dari produsen dari tahun ke tahun.
- Tahun 2023 lalu, dari 16 produsen yang sudah lulus pemeriksaan diklaim berhasil mengurangi 127.500 ribu ton sampah plastik.
Diakui atau tidak, jutaan ton sampah plastik yang dihasilkan produsen setiap tahunnya berdampak besar terhadap degradasi lingkungan. Karena mencemari, sampah yang dihasilkan dari bahan plastik murni itu berpengaruh terhadap penurunan kualitas tanah dan air.
Dalam banyak kasus, sampah plastik yang sifatnya tidak mudah terurai di alam ini bisa menyebabkan penyakit. Alih-alih dituding menjadi biang kerok, produsen juga diminta turut andil mengatasi persoalan laten dari benda yang diprakarsasi oleh Alexander Parkers ini.
Sebab, tanpa campur tangan produsen, problem sampah yang dampaknya sudah merugikan nelayan, petani, hingga keanekaragaman hayati di darat maupun laut ini menjadi sulit terselesaikan.
“Saya kira keterlibatan produsen untuk bertanggung jawab atas sampah ini sangat penting. Karena posisi produsen itu yang menghasilkan dan menjual produk. Dimana kemasan produk itu akan menjadi sampah,” jelas Ujang Solihin Sidik, Kepala Subdirektorat Barang Kemasan, Direktorat Pengelolaan Sampah Limbah, dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), saat ditemui di Jakarta, minggu lalu.
Sebagai upaya untuk mengatasi persoalan pencemaran sampah plastik yang juga sudah menjadi keresahan kedua isu lingkungan bagi kaum muda setelah perubahan iklim ini, Siti Nurbaya selaku komando tertinggi diinstitusi yang mendapatkan alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara sebesar Rp8,36 triliun (2024) yang bermarkas di Senayan, Jakarta telah menandatangani secara elektronik aturan main yang harus dilakukan oleh produsen.
Kaidah itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
Baca : Hari Lingkungan Hidup: Mencegah Krisis Sampah Plastik di Laut
Cukup Lambat Tapi Positif
Namun, sejak peraturan itu diterbitkan enam tahun lalu, dalam prakteknya, Uso sapaan akrab Ujang Solihin Sidik mengatakan hingga saat ini progresnya masih cukup lambat. Walaupun begitu, ia menilai sudah ada upaya yang lumayan positif dari produsen dari tahun ke tahun.
Tanggapan positif ini didasari dari data yang berhasil dihimpun. Tahun 2023 lalu misalnya, jumlah produsen yang sudah memiliki akun untuk menyusun dokumen perencanaan peta jalan pengurangan sampah jumlahnya mencapai 143.
Sedangkan yang sudah menyusun dokumen perencanaan ada 49. Pada tahap implementasi jumlahnya ada 20 produsen, angka ini sama pula dengan jumlah produsen yang sudah menyerahkan laporan pelaksanaan peta jalan.
Sementara, laporan yang sudah diverifikasi jumlahnya ada 16 produsen. Dari 16 produsen yang sudah lulus pemeriksaan tersebut diklaim berhasil mengurangi 127.500 ribu ton sampah plastik.
“Kami terus berusaha agar semakin banyak lagi produsen yang mentaati kebijakan ini. Tahun depan, target yang diberikan kepada saya yaitu 200 produsen,” imbuh Uso saat ditemui dalam gelaran “Jaga Indonesia: Membangun Sistem Daur Ulang berbasis Komunitas untuk Perubahan Sosial yang Positif” yang diprakarsasi oleh Coca-Cola.
Untuk memudahkannya, saat ini pihaknya juga sedang berproses melakukan pendataan total jumlah produsen sebagaimana yang disebutkan dalam kebijakan yang lahir dari amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah itu, yaitu pelaku usaha yang bergerak disektor manufaktur, jasa makanan dan minuman, serta ritel.
Seperti halnya mandat dalam salah satu pasal didokumen turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, dan juga dua dokumen Peraturan yang ditanda tangani Jokowi, yaitu Nomor 97 Tahun 2017 dan Nomor 83 Tahun 2018 itu, pihaknya akan memberikan insentif kepada perusahaan yang taat terhadap aturan yang berlaku.
“Sesuai arahan pimpinan, untuk saat ini kami belum melakukan penegakan hukum terhadap produsen yang belum mentaati peta jalan ini. Karena saat ini kami masih fokus pada komitmen mereka (produsen),” tandasnya.
Baca juga : Pemanfaatan Bahan Bakar Sampah Plastik Munculkan Masalah?
Melibatkan Konsumen
Sebagai salah satu perusahaan yang masuk dalam jajaran angka yang patuh terhadap aturan main pengurangan sampah oleh produsen ini, Coca-Cola Indonesia berupaya menunjukkan komitmennya.
Salah satunya yaitu dengan menyediakan gerai edukasi daur ulang sampah botol di acara Jakarta Fair Kemayoran (JFK) 2024.
Lewat gelaran itu, mereka mengajak masyarakat sebagai konsumen agar mengubah perilaku seperti mengumpulkan kemasan sampah botol plastik. Sebab, sampah kemasan plastik utamanya jenis botol ini masih bisa didaur ulang.
Komitmen lain, pada 2023 lalu perusahaan yang menawarkan produk minuman ini mengklaim telah meluncurkan botol yang terbuat dari 100 persen plastik PET daur ulang (rPET). Akan tetapi, tidak termasuk tutup dan labelnya.
Dalam penerapan ekonomi sirkular, pada tahap pengumpulan sampah botol, perusahaan ini juga bekerjasama dengan Yayasan Mahija Parahita Nusantara dan Waste4Change.
“Pencapaian kami di Indonesia ini sejalan dengan visi global ‘World Without Waste’ dari Coca-Cola,” jelas Triyono Prijosoesilo, Senior Director of Public Affairs, Communications and Sustainability PT Coca-Cola Indonesia.
Komitmen pendaurulangan sampah sesuai amanat peta jalan pengurangan sampah oleh produsen juga dilakukan PT. Monica Hijau Lestari (The Body Shop). Produsen kosmetik ini punya program bring back our bottles (BBOB) yang mengajak konsumen untuk mengembalikan kemasan kosong produk mereka ke toko-toko terdekat untuk didaur ulang, hasil pengolahannya untuk pemberdayaan masyarakat.
Sedangkan Unilever menargetkan pada 2025, semua kemasan plastik bisa didaur ulang, pakai kembali ataupun jadi bahan kompos.
Baca juga : Sampah Plastik dan Perubahan Iklim, Seperti Apa?
Ardhina Zaiza, ketua Yayasan Mahija Parahita Nusantara mengatakan, masyarakat harus memahami terkait konsep ekonomi sirkular. Dengan begitu, masyarakat bisa sadar bahwa sampah ini mempunyai nilai yang bisa menghidupkan banyak orang, termasuk komunitas pemulung.
“Jadi, bagaimana menyadarkan komunitas, masyarakat, pemerintah bahwa sampah ini sesuatu yang valuable,” ujarnya.
Sementara itu, Vahrul David dari Ocean Defender Indonesia menyampaikan, sejak dulu plastik tidak membawa kesenangan. Namun, justru malah membawa bencana. Menurut dia, timbulan sampah plastik ini semakin hari semakin meningkat. Kehadirannya bisa menjangkau semua tempat, tanpa terkecuali. (***)
Sensus BRUIN 2023, Sampah Plastik Persoalan Utama di Indonesia