- Kebakaran hebat melanda kawasan hutan lindung Siarubung, Dolok Sijonaha, Desa Sipitu Dai, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Minggu siang [15/7/2024].
- Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, menunjukkan luasan hutan yang terbakar di landskap Danau Toba ini mencapai 300 hektar. Kamis siang, api sudah padam namun tim gabungan tetap siaga di lokasi.
- Kebakaran ini menghanguskan lingkar Pusuk Buhit, termasuk dinding Kaldera Toba. Hal ini menyebabkan geodiversity dan biodiversity di Toba Caldera UNESCO Global Geopark mengalami kerusakan.
- Geopark Danau Toba memiliki nilai universal dengan aspek warisan bumi, keindahan bentang alam, dan kehidupan masyarakat setempat.
Kebakaran hebat melanda kawasan hutan lindung Siarubung, Dolok Sijonaha, Desa Sipitu Dai, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Minggu siang [15/7/2024].
Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, menunjukkan hingga Rabu [17/7/2024], luasan yang terbakar mencapai 300 hektar.
“Petugas terus berupaya memadamkan api, namun ada sedikit kendala karena lokasi kebakaran berada di pinggir jurang dan perbukitan,” jelas Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Yuliani Siregar.
Untuk mengetahui penyebab kebakaran di landskap Danau Toba ini, aparat kepolisian telah melakukan penyelidikan.
Kapolres Samosir, AKBP Yogi Hardiman, mengatakan luas awal lahan yang terbakar sekitar 40 hektar. Menggunakan pesawat tak berawak, tim penyidik coba memetakan area yang hangus tersebut sekaligus sebagai barang bukti penyelidikan.
“Kamis siang, api sudah padam namun tim gabungan tetap siaga di lokasi. Kami masih mengusut penyebabnya,” jelas Yogi, Kamis [18/7/2024].

Wilmar E. Simandjorang, Koordinator Divisi Education, Research and Development Geopark Danau Toba mengatakan, kebakaran ini menghanguskan lingkar Pusuk Buhit, termasuk dinding Kaldera Toba. Hal ini menyebabkan geodiversity dan biodiversity di Toba Caldera UNESCO Global Geopark mengalami kerusakan.
“Sedih menyaksikan kawasan Danau Toba hampir setiap tahun dilalap si jago merah. Dinding Kaldera Toba sepanjang Kecamatan Sitio Tio, Harian, Sianjur Mula Mula sampai ke perbatasan Kabupaten Dairi gosong akibat kebakaran ini,” paparnya, Kamis [18/7/2024].
Menurut Wilmar, penanggulangan kebakaran hutan dan lahan belum maksimal karena api tidak dapat dipadamkan dengan cepat. Sosialisasi kepada masyarakat agar tidak membakar lahan dan hutan juga tidak intensif.
“Kurangnya sumber daya manusia dan minimnya infrastruktur menjadi cerita panjang di kabupaten yang memiliki peninggalan budaya, artefak, serta sejarah Suku Batak di masa lampau ini,” jelasnya.
Geopark Danau Toba memiliki nilai universal dengan aspek warisan bumi, keindahan bentang alam, dan kehidupan masyarakat setempat. Harusnya, ada pengelola khusus yang paham membangun basis geopark dan infrastruktur pendukung di setiap tapak.
“Menjaga geopark perlu komitmen tinggi dan sumber daya manusia mumpuni yang dilengkapi keuangan guna mendukung pembiayaan. Selama ini, faktor tersebut minim diperoleh termasuk kurangnya perhatian dari pemerintah provinsi,” paparnya.

Kerusakan lingkungan
Kabupaten Samosir dikelilingi Hutan Tele. Selain kebakaran, pada akhir 2023 lalu terjadi longsor dan banjir di dua kecamatan di wilayah ini, yaitu Kecamatan Harian dan Kecamatan Sianjur Mula Mula. Wilayah bencana longsor dan banjir ini, berada di area yang sekarang terbakar.
Terkait Hutan Tele, Hutan Rakyat Institut [HaRI] pernah melakukan penelitian. Fachrizal Sinaga, Fellow Researcher HaRI, menjelaskan bahwa eksploitasi hutan yang dilakukan perusahaan berizin maupun tidak di wilayah Danau Toba dan sekitar, menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan lingkungan.
“Akibatnya, pasokan air terganggu. Hutan terdegradasi sehingga tak lagi mampu menangkap air. Akibatnya, banjir terjadi saat musim hujan dan kekeringan saat kemarau.”
Sejumlah perusahaan ekstraktif yang beraktivitas di Hutan Tele kawasan Danau Toba adalah PT Toba Pulp Lestari, PT Aquafarm, PT Allegrindo, PT Gorga Duma Sari, PT EJM, dan PT Gunung Raya Timber.

Menurut Fachrizal, selain persoalan lingkungan, masalah tapal batasan hingga saat ini masih menyimpan polemik. Sejumlah desa yang masuk kawasan hutan membuat pemerintahan desa kehilangan wewenang untuk menyelenggarakan pembangunan di wilayah mereka.
Tanpa aturan yang melindungi kepentingan masyarakat dan lingkungan, maka arus investasi akan mengambil ruang kelola masyarakat. Dampaknya, menimbulkan krisis sosial-ekologi baru dan memperparah keadaan.
“Jika tidak dilakukan pemulihan lingkungan wilayah Danau Toba, maka krisis ekologi tidak bisa dihindari.”
Data HaRI menunjukkan, empat komunitas masyarakat adat di wilayah bentang Tele akan terdampak langsung apabila kawasan ini hancur. Komunitas itu adalah Masyarakat Adat Pandumaan Sipituhuta, Masyarakat Adat Pargamanan Bintang Maria dan Masyarakat Adat Desa Sionom Hudon, serta Masyarakat Adat Keturunan Situmorang.
Pada landskap Tele juga terdapat situs sejarah penting yaitu Lembah Bakkara. Wilayah ini merupakan pusat peradaban Kerajaan Sisingamangaraja. Untuk itu, agenda pemulihan bentang Tele harus melibatkan perspektif ekologi dan sosial, guna memastikan bukan hanya penyelamatan lokasi-lokasi hutan adat saja yang dilakukan. Tetapi, sebagai suatu bentang alam.
“Harus melibatkan masyarakat adat, masyarakat sipil, serta pihak pemerintah di Sumatera Utara dan Indonesia, untuk memastikan penyelamatan segera dilakukan,” paparnya.
Merangkai Sejarah Toba: Erupsi Vulkanik Purba, Hikayat Rakyat, hingga Geopark Dunia