- Awal Juli 2024, beredar video orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus morio] masuk ke pemukiman warga dan wilayah tambang di Kalimantan Timur.
- Bila kita melihat kemunculan orangutan di pemukiman atau di luar habitatnya, maka jangan panik. Bertemu orangutan di sejumlah tempat itu hal biasa. Kepanikan justru akan membuat proses penanganan hingga evakuasi menjadi sulit.
- Orangutan morio adalah satwa yang memiliki area sebaran luas. Dia akan berjalan di ruang jelajahnya dan kemungkinan kembali lagi untuk sekadar mencari makan. Di Kalimantan Timur, sebaran orangutan ini di utara Sungai Mahakam dan selatan Sungai Kelai Berau.
- Aktivitas manusia seperti membuka lahan dan hutan untuk berbagai pengembangan ekonomi yang semakin besar, membuat kehidupan orangutan terdesak.
Awal Juli 2024, beredar video orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus morio] masuk ke pemukiman warga dan wilayah tambang di Kalimantan Timur.
Video pertama pada 7 Juli 2024, terlihat satu individu orangutan raksasa mencari buah ceri/kersen. Berikutnya, muncul video lain yang memperlihatkan satu individu orangutan bergelantungan di pohon, di kompleks perumahan dekat objek vital nasional.
Terkonfirmasi, video orangutan raksasa berada di area konsesi tambang Kaltim Prima Coal [KPC] di Kabupaten Kutai Timur. Sementara, video orangutan bergelantungan berada di Kota Bontang.
Peneliti orangutan dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, Yaya Rayadin, mengatakan bila kita melihat kemunculan orangutan di pemukiman atau di luar habitatnya, maka jangan panik.
“Bertemu orangutan di sejumlah tempat itu hal biasa. Kepanikan justru akan membuat proses penanganan hingga evakuasi menjadi sulit,” terangnya, Rabu [10/7/2024].
Dijelaskan Yaya, orangutan morio adalah satwa yang memiliki area sebaran luas. Dia akan berjalan di ruang jelajahnya dan kemungkinan kembali lagi untuk sekadar mencari makan. Di Kalimantan Timur, sebaran orangutan ini di utara Sungai Mahakam dan selatan Sungai Kelai Berau. Dipastikan, akan tidak sulit menemukan orangutan di wilayah tersebut.
“Area sebaran itu saya sebut Landskap Kutai. Hampir 25 tahun meneliti orangutan di wilayah ini, saya sering menemukan orangutan dekat wilayah umum, baik di pinggir jalan, perkampungan, bahkan ada yang bergelantung di kabel listrik,” paparnya.
Luas habitat orangutan dari utara Sungai Mahakam hingga ke selatan Sungai Kelai diperkirakan sekitar tiga juta hektar. Jumlah populasinya sekitar 6-7 ribu individu.
Namun, karena aktivitas manusia seperti membuka lahan dan hutan untuk berbagai pengembangan ekonomi semakin besar, membuat kehidupannya terdesak.
“Kenapa sekarang orangutan sangat mudah muncul di pemukiman, area publik, atau pertambangan? Ini disebabkan habitat mereka terganggu,” ujarnya.
Penanganan konflik di tingkat awal
Yaya memamaprkan, terakit kemunculan orangutan di pemukiman, area publik atau area konsesi tambang, perlu penanganan khusus agar tidak terjadi konflik. Harus ada standar operating procedure [SOP] lapangan.
“Kita tidak bisa hanya berpangku pada undang-undang, tapi bagaimana implementasi di lapangan. Semua pihak harus bekerja sama, menyelamatkan satwa dilindungi ini.”
Lalu bagaimana pola penanganannya? Yaya mengatakan, harus ada regulasi yang kuat. Semua pihak wajib memiliki pengetahuan seputar penanganan konflik dengan orangutan. Perlu ada aturan di tingkat bawah, sebagai upaya konservasi dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
“Contohnya, kalau ada orangutan masuk area objek nasional, atau menyebrang, lantas mau diapakan? Cari jalan keluar bersama, diputuskan apa perlu membentuk satgas.”
Salah satu upaya konservasinya, perlu dibuat aturan atau SOP yang memudahkan para pihak ikut terlibat langsung dalam penyelamatan orangutan. Pemerintah, dalam hal ini BKSDA harus terlibat, baik secara langsung maupun sebagai kontrol implementasi tersebut.
“Sekali lagi, kita tidak perlu khawatir bila bertemu orangutan di pemukiman atau area publik, karena itu memang wilayah sebarannya. Bahkan dalam sehari, peneliti bisa menemukan lima individu orangutan berbeda,” jelasnya.
Kepada awak media di Samarinda, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Kalimantan Timur, Ari Wibawanto, menjelaskan orangutan jantan yang viral sejak 8 Juli lalu, memang berada di Kabupaten Kutai Timur. Kondisinya sehat dengan tinggi badan antara 1.5 hingga 1.7 meter. Diperkirakan, bobotnya mencapai 100 kg lebih.
“Setelah diidentifikasi pada 11 Juli, kami dapati lokasi pengambilan video di Kutai Timur. Pohon kersen yang diduga setinggi rumah, ternyata tidak benar. Ada pembanding foto yang akurat,” sebutnya, Kamis [18/7/2024].
Senior Drill and Blast Engineer PT KPC, Kiagus Nirwan, membenarkan bahwa video orangutan raksasa itu berada di area konsesi perusahaan. Namun, postur tubuhnya tidak sebesar yang dibayangkan masyarakat.
“Tim BKSDA Kaltim sudah ke lokasi. Orangutan setinggi rumah itu, tidak benar,” katanya, Jumat [19/7/2024].
Kiagus tidak menampik, kemunculan orangutan tersebut karena aktivitas pembukaan hutan. Namun, konsep pembukaan lahan pada areal penggunaan lain [APL] tidak dilakukan sporadis.
“Perusahaan membuka area sesuai peruntukan saja, ditambah progres reklamasi sebagai kewajiban yang terus dilakukan,” paparnya.
Saat ini, pihaknya fokus melakukan kewajiban konservasi sesuai ketentuan undang-undang ESDM.
“Pola satwa berpindah mencari makan dari hutan APL ke area reklamasi sering terjadi. Dalam ketentuan, area reklamasi harus ditanam 20% pakan satwa sebagai usaha dan kewajiban menjalankan konservasi serta menjaga keanekagaraman hayati,” jelasnya.
Naik Status, Perlindungan Orangutan Kalimantan dan Habitatnya Harus Serius