- Konflik manusia dengan harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae] masih terjadi di hampir sebagian wilayah yang berbatasan langsung dengan hutan di Provinsi Aceh.
- Namun, ada juga daerah konflik yang justru tidak pernah terdengar ada kejadian interaksi negatif antara manusia dengan satwa dilindungi ini. Daerah ini berada di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Kecamatan yang berada di lembah Bukit Barisan ini, merupakan penghubung hutan Ulu Masen dan Kawasan Ekosistem Leuser.
- Selain tidak ada masalah dengan harimau, warga Beutong yang umumnya bertani dan berkebun itu juga tidak pernah mengusik babi hutan, buruan harimau. Masyarakat Beutung menjaga hutan dan tidak memburu satwa. Mereka tidak ada masalah hidup “bertetangga” dengan harimau.
- Data Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh menunjukkan, periode 2017–2021 terjadi 76 kali konflik manusia dengan harimau. Tahun 2022, jumlahnya mencapai 40 kasus dan pada 2023 sebanyak 51 kejadian.
Di Provinsi Aceh, konflik manusia dengan harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae] masih terjadi di hampir sebagian wilayah yang berbatasan langsung dengan hutan. Terutama, di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] yang tersebar di 13 kabupaten/kota, maupun hutan Ulu Masen yang masuk dalam lima kabupaten/kota di Aceh.
Namun, ada juga daerah konflik yang justru tidak pernah terdengar ada kejadian interaksi negatif antara manusia dengan satwa dilindungi ini.
Salah satunya adalah wilayah Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Kecamatan yang berada di lembah Bukit Barisan ini, merupakan penghubung hutan Ulu Masen dan KEL.
Meski dikelilingi hutan yang merupakan habitat harimau, namun masyarakat Beutong yang baru selesai menggusur rencana pertambangan emas PT. Emas Mineral Murni [EMM], tidak pernah menganggap sang predator puncak sebagai satwa pengganggu.
“Alhamdulillah, sampai sekarang kami tidak pernah berkonflik dengan harimau. Kami tahu, di sekitar kebun atau hutan ada harimau,” terang Zakaria, tokoh pemuda Kecamatan Beutong, Kamis [25/7/2024].
Baca: Sungai dan Harimau Sumatera

Tidak ada masalah dengan harimau
Selain tidak ada masalah dengan harimau, warga Beutong yang umumnya bertani dan berkebun itu juga tidak pernah mengusik babi hutan.
“Sebagian besar warga memelihara kerbau dan kambing. Harimau juga tidak pernah mengganggu ternak kami.”
Harimau itu satwa yang membutuhkan hewan buruan seperti rusa dan babi. Ketika makanannya di hutan terpenuhi, ia tidak akan turun ke pemukiman warga.
“Sejak nenek moyang kami [semasa Kerajaan Aceh], hingga sekarang, kami selalu menjaga hutan. Kegiatan merusak hutan kami larang, termasuk kami tolak rencana pertambangan emas. Kepentingan kami hanya hutan tetap terjaga,” tambahnya.
Hutan itu bentengnya warga Beutong agar tidak terjadi bencana banjir maupun longsor. Juga, mencegah terjadinya konflik satwa liar.
“Kuncinya, kami menjaga hutan dan tidak memburu satwa. Kami tidak ada masalah hidup “bertetangga” dengan harimau,” ujarnya.
Baca: Harimau Sumatera Berkeliaran di Aceh Besar, Kamera Jebak Dipasang

Masyarakat menjaga hutan
Teungku Malikul Azis, tokoh adat dan agama di Beutong, sebelumnya mengatakan bahwa secara turun temurun masyarakat Beutong diajarkan untuk hidup berdampingan dengan alam satwa liar, tidak merusak alam, serta tidak serakah.
“Kami hidup dari hasil alam dan hutan yang membentengi Kecamatan Beutong. Sungai yang membelah kecamatan, sawah dan kebun yang mengelilingi kampung, merupakan harta kami yang tidak boleh dirusak,” terangnya, Rabu [25/10/2023].
Masyarakat Beutong tidak memburu, terlebih membunuh satwa liar dilindungi, seperti harimau sumatera dan gajah.
Baca: Jual Kulit Harimau Sumatera, Ayah dan Anak Divonis 16 Bulan Penjara

“Kami tidak pernah berkonflik karena tidak mengganggu harimau dan begitu sebaliknya.”
Mengganggu satwa adalah hal terlarang bagi kami.
“Semua makhluk Tuhan berhak hidup. Jika tanpa sengaja menyakiti, kami wajib minta maaf,” ujarnya.
Data Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh menunjukkan, periode 2017-2021 terjadi 76 kali konflik manusia dengan harimau. Tahun 2022, jumlahnya mencapai 40 kasus dan pada 2023 sebanyak 51 kejadian.
Baca juga: Warga Beutong Ateuh: Kami Sejahtera Tanpa Tambang Emas

Survei kucing liar
Forum Konservasi Leuser [FKL] bersama Save the Indonesian Nature and Threatened Species [SINTAS] Indonesia dan beberapa Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH] Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Provinsi Aceh, sejak Juli 2021 hingga Juli 2023, melakukan survei kucing liar di KEL. Khususnya, di kawasan hutan Terangun – Beutong dan kawasan hutan Soraya – Bengkung.
Dalam workshop “Konservasi Kucing Liar di Kawasan Ekosistem Leuser” di Banda Aceh, Kamis [29/2/2024], dijelaskan bahwa berdasarkan survei tersebut terekam lima jenis kucing liar di kawasan hutan Terangun – Beutong.
“Paling banyak ditemukan adalah macan dahan, kucing emas, dan harimau sumatera,” terang Ridha Abdullah, koordinator survei dalam persentasinya.
Di hutan Terangun – Beutong juga diketahui bila pakan harimau sumatera masih cukup banyak, seperti rusa, kambing hutan, kijang, dan babi hutan.
“Kami melakukan survei di kawasan hutan seluas 332,132 hektar,” jelasnya.