- Leilem merupakan tumbuhan khas Minahasa, Sulawesi Utara, yang daunnya sering dikonsumsi sebagai sayur dan olahan makanan. Daun leilem juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai penyakit, seperti cacingan, maag, sariawan, dan sakit perut.
- Bagi masyarakat Minahasa, daun leilem yang diambil adalah pucuknya dan diolah dengan daging, ayam, ataupun tanpa campuran. Bahkan, daun ini merupakan salah satu komponen dalam membuat bubur manado atau tinutuan.
- Tahun 2015, leilem diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda [WBTB] Indonesia. Meski merupakan tumbuhan khas Minahasa, leilem tersebar di Asia Tenggara mulai Indonesia, Singapura, hingga Filip
- Hasil penelitian menunjukkan, ekstrak daun leilem yang sering dikonsumsi masyarakat Minahasa memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans yang berada di rongga mulut.
Tumbuhan ini khas dari Minahasa, Sulawesi Utara. Nama ilmiahnya Clerodendrum minahassae. Daunnya dijadikan sebagai bahan dasar masakan tradisional Minahasa yang dipadukan dengan daging dan rempah-rempah.
Leilem dapat tumbuh setinggi 1-6 meter. Batangnya berdiameter hingga 7,5 cm. Tanaman ini dipanen dari alam liar untuk digunakan secara lokal sebagai makanan dan obat. Juga, dibudidayakan sebagai tanaman hias.
Menurut Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, Hari Suroto, masyarakat Minahasa mengenal laliem sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai penyakit seperti cacingan, maag, sariawan, sakit pada balita, dan sakit perut. Lailem dimanfaatkan juga sebagai obat hewan peliharaan yang mengalami gangguan pencernaan.
“Tumbuhan ini mudah ditemukan di pekarangan rumah, sebagai tanaman hias, tanaman pagar, sekaligus diambil daunnya untuk diolah. Daunnya diperjualbelikan di pasar-pasar tradisional dan beberapa pasar moderen di Sulawesi Utara dengan harga relatif terjangkau,” terang Hari kepada Mongabay Indonesia, akhir Juli 2024.
Baca: Mengenal Daun Woka, Pembungkus Dodol Saat Lebaran Ketupat di Gorontalo
Daun leilem untuk racikan bubur manado
Leilem dapat tumbuh di daerah yang berbeda ketinggian. Misalnya, di Desa Kauditan yang ketinggiannya 240 m dpl [meter di atas permukaan laut] dan di Kota Tomohon yang ketinggiannya 700-800 m dpl.
Bagi masyarakat Minahasa, daun leilem yang diambil adalah pucuknya dan diolah dengan daging, ayam, ataupun tanpa campuran. Bahkan, daun ini merupakan salah satu komponen dalam membuat bubur manado atau tinutuan.
“Rasa daunnya sepat dan pahit, tetapi akan hilang jika dicampur bumbu woku [cabai, bawang, jahe, kunyit, kemangi, sereh, daun bawang, daun kunyit, daun pandan, dan daun jeruk suanggi], serta rica,” ungkap Hari.
Baca: Menu Puasa Sehat dengan Tinutuan, Makanan Legendaris Manado
Leilem sebagai warisan tak benda Indonesia
Tahun 2015, leilem diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda [WBTB] Indonesia. Meski tumbuhan khas Minahasa, leilem tersebar di Asia Tenggara mulai Indonesia, Singapura, hingga Filipina. Daunnya berbentuk elips, berwarna hijau gelap, mengkilap. Daun muda memiliki tepi bergelombang yang menjadi utuh saat dewasa.
Penelitian berjudul “Uji efek antibakteri ekstrak daun leilem [Clerodendrum minahassae l.] terhadap bakteri streptococcus mutans” yang dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado, menjelaskan bahwa ekstrak daun leilem yang sering dikonsumsi masyarakat Minahasa memiliki efek antibakteri. Terutama, terhadap bakteri Streptococcus mutans yang berada di rongga mulut.
Daun leilem mengandung senyawa kimia aktif seperti flavonoid, fenol, terpenoid, dan steroid. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan, sehingga sangat baik untuk pencegah kanker.
“Manfaat flavonoid antara lain untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas Vitamin C, anti inflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik,” ungkap para peneliti.
Dalam beberapa kasus, flavonoid dapat berperan langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi mikroorganisme seperti bakteri atau virus. Sementara, mekanisme antibakteri senyawa fenol dalam membunuh mikroorganisme dengan cara mendenaturasi protein sel.
Dijelaskan lagi, daun leilem juga mengandung senyawa terpenoid yang mempunyai daya polaritas sama dengan golongan fenol. Mekanisme kerja senyawa terpenoid sama dengan senyawa fenol, yaitu mengganggu proses transportasi ion penting ke dalam sel bakteri.
“Terpenoid mampu berikatan dengan lemak dan karbohidrat yang akan menyebabkan permeabilitas dinding sel bakteri terganggu,” jelas riset tersebut.
Tiada Duanya: Situs Pengamatan Matahari Ini Dinobatkan Sebagai Warisan Budaya Dunia