- Dalam gelaran Festival Ekonomi Sirkular menyajikan beragam olahan sampah, dari sampah plastik, tusuk sate dan sumpit, sampah kain, ecoenzym, maggot, dll.
- Selain menjadi momentum untuk mempromosikan dan mengimplementasikan ekonomi sirkular di Jakarta, festival itu juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat, juga anak-anak sekolah.
- Festival Ekonomi Sirkular disebut menjadi salah satu agenda penting untuk mengatasi persoalan sampah yang sudah menjadi tantangan keberlanjutan lingkungan hidup di Jakarta.
- Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Priyanto Rohmatullah mengungkapkan ekonomi sirkular memiliki potensi sebesar Rp500 triliun.
Di dalam tenda berukuran sekitar 2×2 meter yang gerah siang itu, dua wanita berkulit kuning langsat duduk santai memperhatikan lalu lalang pengunjung yang menandangi gelaran Festival Ekonomi Sirkular di Taman Menteng, Jakarta Pusat.
Tak berselang lama, keduanya pun beranjak berdiri menyambut tamu yang bertandang melihat barang-barang hasil kerajinan tangan yang terpajang di atas meja depan mereka. Wajah baik dan ramah menyapa, satu diantaranya kemudian menjelaskan ke pengunjung bagaimana proses pembuatan kerajinan bernilai seni yang dibuat dari sampah bekas tusuk sate dan sumpit itu.
Bentuk prakarya yang dihasilkan dari sampah lidi berbahan bambu dan kayu itu bermacam-macam, ada yang model jam tangan, kacamata, plakat daur ulang, wadah tisu, souvenir bingkai, hingga meja. Selain itu ada pula yang masih berupa bahan baku baru setengah jadi.
“Kerajinan tangan yang kami hasilkan ini bahannya 100 persen dari limbah tusuk sate dan sumpit, tanpa membeli tusuk sate yang baru maupun bilah-bilah bambu sendiri,” terang Vanessa (34), Chief Operations Officer Boolet, saat ditemui Juli lalu.
Dia bilang, apa yang dilakukannya bersama tim itu tujuannya bukan hanya untuk bisnis saja, melainkan memberikan kehidupan baru bagi bahan-bahan alami bekas dengan mengubahnya menjadi barang yang berharga, tahan lama, dan berguna.
Disamping itu, inisiatif itu muncul karena mereka sadar untuk membuat sumpit sekali pakai yang berakhir menjadi sampah ini, setiap harinya mengorbankan 10.410 pohon di Indonesia untuk ditebang.
“Kita tidak boleh melihat jutaan pohon ditebang, yang mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah, hanya untuk memuaskan selera kita akan konsumerisme yang cepat,”
Pada festival yang diselenggarakan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta selama dua hari ini juga melibatkan Komunitas Sosial dan Lingkungan Eco Enzyme.
Selain itu, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pegiat biokonversi maggot black soldier, kelompok tani perkotaan, startup pengelolaan sampah, maupun lembaga keuangan juga dilibatkan.
Baca : Berubahnya Rawageni dari Kampung Kumuh jadi Kampung Mandiri

Tidak Memandang Remeh
Selain menjadi momentum untuk mempromosikan dan mengimplementasikan ekonomi sirkular di Jakarta, festival itu juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat, tidak terkecuali juga bagi anak-anak sekolah.
Datang bersama rekan-rekannya, Mentari Dela Vega (16), siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) 31 Matraman, Jakarta Timur mengaku terkesan dengan keragaman hasil olahan sampah yang tersaji dalam stan-stan pameran.
Ia tak menyangka, semula ia memandang remeh sampah ternyata bisa disulap menjadi barang yang bagus. Bahkan, ada yang bernilai tinggi.
“Saya cukup terkesan dengan stan yang mengolah limbah serat-serat menjadi barang yang bisa digunakan untuk meredam suara. Jadi, cocok untuk studio band,” kata dia. Selain itu, ia juga kagum dengan limbah kain yang diolah menjadi benang, sementara benangnya bisa dijadikan kain baru lagi.
Senada, Ririn Ananda Zafira (16) juga mengungkapkan kekagumannya. Diantara stan-stan yang dikunjungi ia mengaku kagum dengan barang-barang yang terbuat dari tusuk sate dan sumpit.
Menurutnya, produk lokal seperti kacamata dan jam tangan yang dilihat itu lebih natural dibandingkan dengan jam yang terbuat dari besi maupun plastik.
“Yang kita buang ternyata bisa dipake lagi. Tusuk sate misalnya, awalnya saya menganggapnya ya sampah, tapi ternyata bisa jadi barang yang bagus-bagus,” katanya. Jadi, anggapan sampah yang semula remeh terpatahkan lewat acara festival ekonomi sirkular. Ternyata banyak cara untuk mengolah sampah.
Baca juga : Makan Mewah Setengah Harga Sekaligus Kurangi Sampah Makanan, Seperti Apa?

Kendati demikian, Ririn mengaku akan lebih bijak untuk memilah sampah baik itu di rumah maupun di sekolah. Apalagi di sekolah, selain guru, siswa-siswi juga sudah diwajibkan untuk menerapkan gaya hidup berkelanjutan.
“Kalau ke sekolah sudah bawa botol minum dan wadah makan sendiri. Karena plastik sekali pakai sudah tidak dibolehkan di sekolah kami,” terangnya bangga.
Peluang Ekonomi Sirkular
Festival Ekonomi Sirkular disebut menjadi salah satu agenda penting untuk mengatasi persoalan sampah yang sudah menjadi tantangan keberlanjutan lingkungan hidup di Jakarta. Dalam per harinya sampah yang dihasilkan dari kota metropolitan itu setidaknya mencapai 7.800 ton.
Bila itu tidak terkelola dengan baik melalui gaya hidup masyarakat minim sampah, komitmen pengurangan produsen, dan pengolahan sampah yang bernilai ekonomis jumlah sampah akan terus bertambah.
Untuk itu, bukan hanya menjadi ajang edukasi dan pameran, gelaran yang menghadirkan 25 stan yang terlibat dalam ekonomi sirkular itu bertujuan untuk membangun jaringan dan kolaborasi berbagai stakholder untuk memanfaatkan potensi nilai pengolahan sampah.
“Penerapan ekonomi sirkular di Indonesia diarahkan untuk menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.Melalui inovasi dan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat,” tutur Kepala Dinas DLH Jakarta Asep Kuswanto.
Konsep ekonomi sirkular, katanya, akan diadopsi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jakarta.
Baca juga : Pandemi dan Wacana Ekonomi Sirkular untuk Mengurangi Sampah 30% pada 2025

Sedangkan Bappenas menjelaskan bahwa ekonomi sirkular adalah konsep penting dalam tatanan kebijakan nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular 2025-2045. Tujuannya untuk mengurangi limbah, mengoptimalkan penggunaan sumber daya, dan menciptakan nilai tambah dalam setiap tahap siklus hidup produk.
Sementara, Afan Adriansyah Idris, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengungkapkan gaya hidup minim sampah dan konsep ekonomi sirkular penting untuk terus didorong agar target Jakarta mengurangi sampah sampai 28 persen pada 2024 ini bisa tercapai.
Dikutip dari Antara, Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Priyanto Rohmatullah mengungkapkan ekonomi sirkular memiliki potensi sebesar 500 triliun. Walau demikian, penerapan ekonomi sirkular ini dinilai masih terbatas pada gerakan atau belum terstruktur. (***)
Ekonomi Sirkular, Satu Langkah Menuju Ekonomi Ramah Lingkungan