- Seekor kucing emas [Catopuma temminckii] terkena jerat di wilayah Nagari Sariak, Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Kamis [1/8/2024]. Kondisinya cukup baik dan dirawat di TMSBK Bukittinggi.
- Kucing tersebut ditemukan di kebun masyarakat, berbatasan langsung dengan TWA Merapi.
- Layaknya jenis kucing liar lain, habitat utama kucing emas adalah hutan. Namun, mereka sesekali akan menggunakan area kebun/ladang yang bersebelahan dengan hutan untuk keperluan
- Jerat merupakan ancaman terbesar satwa di suatu area. Selain sulit dideteksi, juga bisa membahayakan segala jenis satwa. Operasi sapu jerat tidak cukup efektif untuk mengurangi ancaman, jika tidak dilakukan berkala dan tidak diusut siapa pelakunya.
Seekor kucing emas [Catopuma temminckii] terkena jerat di wilayah Nagari Sariak, Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Kamis [1/8/2024].
Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Sumatera Barat, Eka Damayanti, mengatakan pihaknya segera ke lokasi begitu mendapat informasi dari masyarakat, melalui petugas Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan [TMSBK] Bukittinggi.
“Kami lakukan pembiusan untuk menyelamatkannya. Kondisinya cukup baik dan dirawat di TMSBK Bukittinggi,” terangnya, Senin [5/8/2024].
Kucing tersebut ditemukan di kebun masyarakat, tepatnya di peladangan yang bervegetasi bukan pertanian. Kawasan ini berbatasan langsung dengan TWA Marapi. Sebelumnya, pernah dievakuasi jenis satwa yang sama di sekitar penyangga kawasan ini, di sisi Kabupaten Tanah Datar.
“Kami akan fokus pada pembersihan jerat, kedepannya,” ujarnya.
Baca: Kucing Emas Terlihat di Solok Selatan, Ancaman Perburuan?
Erwin Wilianto, founder Save The Indonesian Nature and Threatened Species/SINTAS Indonesia dan anggota Fishing Cat Conservation Alliance, mengatakan jerat merupakan ancaman terbesar satwa di suatu area. Selain sulit dideteksi, juga bisa membahayakan segala jenis hewan.
“Katakanlah niatnya menjerat babi, tapi bisa harimau yang kena,” ungkapnya, Sabtu [3/8/2024].
Operasi sapu jerat tidak cukup efektif untuk mengurangi ancaman, jika tidak dilakukan berkala dan tidak diusut siapa pelakunya.
“Persoalan ini sebaiknya tidak hanya dibebankan kepada Balai Taman Nasional dan BKSDA yang merupakan unit pelaksana teknis [UPT] KLHK. Perlu diingat, ada Inpres No. 1 Tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati Dalam Pembangunan Berkelanjutan. Presiden memerintahkan semua Kementerian/Lembaga untuk berperan dalam pelestarian satwa liar, termasuk perlindungannya,” ungkapnya.
Terkait kondisi kucing emas, jika kondisinya cukup baik bisa segera dilepasliarkan.
“Memindahkan satwa liar dari hutan ke kandang, ada risiko stres dan bahkan berpotensi terpapar penyakit non-alami dari penghuni kandang lain. Untuk itu, ada kandang sementara yang sangat minim kontak dengan manusia.”
Baca: Sedih, Kucing Emas yang Kena Jerat Babi Itu Mati
Kucing emas di TWA Marapi
Terkait lokasi, Erwin menyebut kemungkinan besar berasal dari kawasan TWA Marapi.
“Bisa jadi kucing tersebut sedang menandai wilayah jelajah, berburu pakan, atau mencari pasangan. Mereka juga sering ditemukan di area perkebunan,” ungkapnya.
Layaknya jenis kucing liar lain, habitat utama kucing emas adalah hutan. Namun, mereka sesekali akan menggunakan area kebun/ladang yang bersebelahan dengan hutan untuk keperluan jelajahnya.
“Sejauh ini belum ada perhitungan kuat terkait populasi kucing emas. Belum ada riset yang didedikasikan untuk menghitung populasinya di alam.”
Ancaman yang berpotensi mempercepat laju kepunahan satwa dilindungi ini adalah perubahan habitat, perburuan ilegal, serta minimnya perhatian dan perlindungan.
“Lagi dilakukan assessment ulang yang kemungkinan besar statusnya di IUCN berubah dari Near Threatened menjadi Vulnerable,” paparnya.
Baca juga: Kena Jerat, Kaki Kucing Emas ini Terluka
Jerat masih dipasang di hutan Sumatera Barat
Direktur Institution Conservation Society [ICS] Salpayanri, menuturkan di hutan Sumatera Barat masih ditemukan jerat.
Berdasarkan penelusuran tim ICS, di TNKS [Taman Nasional Kerinci Seblat] jerat dipasang pemburu di sepanjang jalur/trek harimau. Sementara di Hutan Lindung Batanghari yang meliputi empat kabupaten [Solok Selatan, Dharmasraya, Sijunjung, dan Solok], jerat juga dipasang di area jelajah harimau.
“Ketika pemburu menemukan jejak harimau, mereka akan memasang jerat. Bahkan, di kebun sawit seekor harimau pernah terperangkap,” terangnya.
Dari kawasan hutan yang pernah dijelajahi, Salpayanri menemukan beberapa jenis jerat seperti jerat tapan, jerat kerinci, jerat lontar, jerat kijang atau rusa, dan jerat babi.
“Jerat tapan menggunakan sling baja yang diikatkan pada akar kayu, biasanya untuk harimau. Jerat lontar diikatkan pada kayu besar, jika kena, kaki harimau akan tersangkut yang mengakibatkan jalannya terseok dan bahkan bisa mengakibatkan kematian. Sementara, jerat kijang yang menggunakan tali kerbau biasanya mengenai macan dahan maupun kucing emas,” jelasnya.
Menurut dia, jerat yang dipasang di Agam umumnya jerat rusa sedangkan, di Kabupaten Pasaman adalah jerat babi. Sementara di Solok Selatan, banyak ditemui jerat rusa dan harimau.
Selain jerat, pemburu juga memiliki karakter berbeda, berdasarkan asalnya. Pemburu dari Kerinci, Jambi, biasanya bermalam di hutan, yang hasil buruannya berupa daging kijang atau rusa dikeringkan [dibuat dendeng] di hutan agar awet. Dagingnya dijual ke Kota Sungai Penuh, Jambi.
“Sementara pemburu asal Sumatera Barat, cenderung membawa hasil buruannya tanpa harus menginap.”
ICS rencanyanya kembali melakukan Smart Patrol dan aksi sapu jerat di kawasan hutan konservasi Solok Selatan.
“Terakhir, kami mengevakuasi harimau di Taratak, Solok Selatan. Konflik satwa, khususnya harimau terjadi karena jalurnya terganggu dan itu terbukti,” tegasnya.
Sembuh dari Luka Jerat, Acong Dilepasliarkan di Hutan Jantho