- Perdagangan ilegal sisik trenggiling terus terjadi di Sumatera Utara. Satwa dilindungi ini diburu di sejumlah wilayah di Sumatera Utara.
- Tim Subdit IV Tipiter Ditreskrimsus Polda Sumatera Utara membongkar perdagangan ilegal sisik trenggiling di Jalan Cermai, Pasar VIII, Kelurahan Sijambi, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, Kamis [8/8/2024]. Petugas mengamankan 987,22 kg sisik trenggiling yang disimpan dalam 18 karung plastik putih.
- Sebelumnya, Minggu [26/11/2023], petugas Bea Cukai Teluk Nibung menggagalkan penyelundupan 275,85 kg sisik trenggiling dari Pelabuhan Teluk Nibung Tanjung Balai menuju Pelabuhan Port Klang Malaysia.
- Trenggiling [Manis javanica] merupakan satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Tim Subdit IV Tipiter Ditreskrimsus Polda Sumatera Utara membongkar perdagangan ilegal sisik trenggiling di Jalan Cermai, Pasar VIII, Kelurahan Sijambi, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut, petugas mengamankan 987,22 kg sisik trenggiling yang disimpan dalam 18 karung plastik putih.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi menjelaskan, dua pelaku diamankan yaitu Arif Hidayat alias Dedek yang merupakan pemilik sekaligus pengepul dan Rahmad alias N sebagai pencari pembeli. Untuk menangkap pelaku, tim menyamar sebagai pembeli.
“Ketika mereka menunjukkan barang bukti, tim langsung menangkap,” jelasnya, Kamis [8/8/2024].
Berdasarkan pemeriksaan awal, diketahui tersangka Arif memburu trenggiling di sejumlah lokasi di Sumatera Utara. Trenggiling yang didapat langsung dibunuh dan dikuliti sisiknya lalu diserahkan ke Rahmad untuk ditawarkan melalui media sosial.
“Keduanya melanggar Pasal 40 Ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancamannya, lima tahun penjara dan denda hingga seratus juta Rupiah,” jelasnya.
Baca: Riset: 26 Ribu Trenggiling Diselundupkan ke Tiongkok dalam Sepuluh Tahun

Sidang penyelundupan sisik trenggiling
Pengadilan Negeri Tanjung Balai, Kota Tanjung Balai, Provinsi Sumatera Utara, telah menggelar sidang penyelundupan 275,85 kg sisik trenggiling ke Malaysia. Terdakwa Syamsir [50], kapten kapal KM Fajar 99, merupakan warga TB Kota III, Kecamatan TBU, Kota Tanjung Balai.
Jaksa Penuntut Umum Abung Nugraha menjelaskan, pada Minggu [26/11/2023], petugas Bea Cukai Teluk Nibung mendapatkan informasi ada kapal yang mengangkut barang selundupan dari Pelabuhan Teluk Nibung Tanjung Balai menuju Pelabuhan Port Klang Malaysia.
“Petugas melakukan pemeriksaan menyeluruh. Sisik trenggiling disembunyikan di bagian bawah palka kapal yang ditutupi barang ekspor dan pisang,” jelasnya, Kamis [13/6/2024].
Baca juga: Setahun Penjara bagi Penjual Ratusan Kg Sisik Trenggiling, Tak Bikin Efek Jera?

Trenggiling penting bagi ekosistem
Ernest Juliyanto Pandiangan, dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Sumatera Utara, menjelaskan trenggiling atau bagian-bagiannya yang dapat dimanfaatkan adalah yang berasal dari hasil penangkaran generasi kedua dan seterusnya.
Pihak yang berhak melakukan ekspor adalah perusahaan yang memperoleh izin pengedar satwa liar ke luar negeri dari Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
“Harus disertai dokumen Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Luar Negeri,” jelasnya.
Untuk trenggiling dan bagian-bagiannya yang diperoleh dari alam, tidak dikenakan penerimaan negara bukan pajak. Namun, kerugian yang diakibatkan adalah terganggunya keseimbangan ekologi akibat perbuatan tersebut. Ujungnya, dapat menyebabkan satwa dilindungi ini punah.
“Apabila kepunahan satu jenis satwa terjadi dalam satu ekosistem, maka akan terjadi peningkatan populasi jenis satwa yang sebelumnya menjadi sumber pakan satwa tersebut. Ini bisa mengganggu keseimbangan ekosistem,” ujarnya.

Menurut Ernest, berdasarkan kajian Tim IPB Bogor dan Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup KLHK, satu kilogram sisik trenggiling setara dengan empat individu trenggiling hidup.
Tingginya ekspor ilegal sisik trenggiling ke berbagai negara, terutama Asia dan Afrika, dikarenakan masih digunakannya sebagai bahan obat tradisional.
“Adanya persepsi bahwa sisik trenggiling mengandung Tramadol HCI yang berfungsi meredakan nyeri serta bahan baku metamfetamin, berdampak pada meningkatnya permintaan sisik trenggiling secara ilegal,” paparnya.
Trenggiling [Manis javanica] merupakan satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Dalam CITES [Convention on International Trade in Endangered] statusnya adalah Appendix 1 yang artinya tidak boleh diperjualbelikan melalui pengambilan langsung dari alam. Sementara, berdasarkan IUCN [International Union for Conservation of Nature], statusnya Kritis [Critically Endangered/CR] atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar.