- Diperkirakan ada 1,1 miliar penduduk dunia tinggal di daerah perkotaan yang berjarak 50 km dari ekosistem lamun
- Sayangnya, pesisir perkotaan saat ini menghadapi tekanan lingkungan berlapis sebagai dampak dampak krisis iklim sehingga luas padang global berkurang 30 persen dan hanya tersisa sekitar 300 ribu kilometer persegi saja.
- Kajian terbaru mengungkapkan ekosistem padang lamun terbukti secara signifikan mengurangi bakteri patogen manusia pada bivalvia laut (kerang-kerangan).
- Beberapa jenis lamun diketahui memiliki resistensi antibiotik yang luas, dalam sumber makanan yang berpotensi mendukung lebih dari setengah produksi dan konsumsi makanan laut global
Pesisir perkotaan saat ini menghadapi tekanan lingkungan berlapis. Selain harus menghadapi dampak krisis iklim berupa kenaikan air laut dan peningkatan suhu, kawasan ini juga semakin rentan karena laju urbanisasi yang umumnya terjadi pesat di perkotaan.
Sampah, limbah, dan polusi menjadi produk yang tidak terhindarkan sebagai akibat dari aktivitas manusia. Sebagian besar berakhir di laut dan akhirnya menjadi sumber penyakit.
Namun siapa mengira bahwa lamun yang berayun lemah, justru bisa menjadi benteng dalam menghadapi serangan penyakit yang bersumber dari laut. Sebuah kajian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Nature Sustainability, 2024, mengonfirmasi hal itu.
Ekosistem padang lamun dalam kajian terbaru itu terbukti secara signifikan mengurangi bakteri patogen manusia pada bivalvia laut (kerang-kerangan). Bivalvia laut merupakan sumber makanan penting manusia di seluruh dunia.
Meski tim peneliti yakin bahwa ekosistem lamun dapat mengurangi bakteri patogen manusia dari bivalvia laut, tetapi mereka masih belum mengetahui apakah hal ini juga terjadi pada ikan sebagai sumber pangan paling penting lainnya yang berasal dari lautan.
Untuk sampai pada kesimpulannya, mereka meneliti bivalvia laut yang disebar di 20 titik lokasi pesisir perkotaan yang terdapat ekosistem lamun. Mereka kemudian membandingkannya dengan lokasi yang tidak terdapat lamun. Hasilnya, ternyata ada pengurangan sebanyak 65 persen bakteri patogen manusia.
“Laporan kami menyajikan bukti pertama bahwa ekosistem lamun pesisir perkotaan dapat mengurangi bakteri patogen manusia, beberapa di antaranya diketahui memiliki resistensi antibiotik yang luas, dalam sumber makanan yang berpotensi mendukung lebih dari setengah produksi dan konsumsi makanan laut global,” kata Joleah Lamb, asisten profesor di University of California, yang memimpin penelitian bersama Drew Harvell, dari Cornell University, seperti dikutip Phys.
Mereka memperkirakan di seluruh dunia ada 1,1 miliar penduduk tinggal di daerah perkotaan yang berjarak 50 km dari ekosistem lamun. Hasil penelitian ini memperteguh pentingnya ekosistem lamun sebagai bagian dari keanekaragaman hayati dalam mendukung kesehatan manusia berkelanjutan.
Baca : Padang Lamun, Gudang Karbon yang Terancam Punah
Padang Lamun Menyusut
Menurut data PBB, di seluruh dunia padang lamun terdapat di 159 negara. Lebih dari 30 persen luas padang lamun telah hilang sejak akhir abad ke-19. Kini hanya tersisa sekitar 300 ribu kilometer persegi saja.
Data lainnya menyebut luas padang lamun diperkirakan tinggal 160 ribu kilometer persegi, atau dengan pemodelan distribusi luasnya paling jauh mendekati 600 ribu kilometer persegi. Ini setara dengan luas negara Perancis.
Laju penyusutan lamun sekitar 7 persen per tahun, yang lebih cepat daripada ekosistem pesisir lainnya. Misalnya, hutan mangrove yang menyusut sekitar 1 persen hingga 3 persen setiap tahun.
Meski hanya menutupi 0,1 persen dasar laut, namun padang lamun memiliki peran penting bagi kehidupan planet bumi. Padang lamun menjadi habitat sekitar 20 persen perikanan laut yang dikonsumsi manusia.
Banyak spesies laut yang terancam dan hampir punah bergantung kepada lamun sehingga berkurangnya luas lamun akan semakin menyulitkan mereka untuk bertahan hidup. Lamun juga mampu menahan kuatnya gelombang laut hingga 40 persen. Ini bisa memberikan masyarakat pesisir perlindungan dari bahaya empasan gelombang.
Selain itu lamun juga diketahui membuang nutrisi, menghasilkan bahan antibakteri dan antijamur, serta mengubah secara kimiawi air dan sedimen. Fungsinya sebagai penyaring alami bakteri patogen sangat penting bagi kesehatan manusia.
Baca juga : Padang Lamun di Teluk Bogam, Rumah Makan Kawanan Dugong
Saat ini kerugian akibat penyakit menular pada manusia di lingkungan laut diperkirakan mencapai $12 miliar per tahun. Sementara ancaman resistensi antimikroba diproyeksikan menyebabkan lebih dari 300 juta kematian dan merugikan ekonomi global sebesar $100 triliun, seperti dikutip dari Phys.
Bukan sekali ini Lamb meneliti lamun. Sebelumnya bersama tim yang lain dia pernah meneliti ekosistem lamun di Indonesia, tepatnya di Sulawesi. Laporan penelitian mereka dimuat dalam jurnal Science pada 2017 lalu.
Laporan itu menyebut ketika padang lamun hadir, bakteri patogen yang berpotensi menyebabkan penyakit pada manusia dan organisme laut berkurang hingga 50 persen. Selain itu, survei atas 800 karang pembentuk terumbu yang berada dekat dengan padang lamun menunjukkan tingkat kesehatan yang lebih baik.
Lamb dan timnya memilih beberapa pulau yang berpenghuni namun belum memiliki sistem sanitasi dasar. Uji bakteri Enterococcus memperlihatkan, tingkat keberadaan bakteri ini berkurang ketika terdapat padang lamun. Tingkat Enterococcus ini sering berkorelasi dengan bakteri patogen manusia lain yang ditemukan dalam air limbah.
Pengujian terhadap tingkat bakteri patogen di beberapa ikan laut dan invertebrata laut juga ditemukan lebih rendah ketika padang lamun hadir di suatu kawasan.
Ekosistem laut yang sehat dengan padang lamun berada di dalamnya terbukti bermanfaat bagi kesehatan manusia selain tentu saja keanekaragaman hayati pesisir laut. Sayang, belum seluruh potensi lamun ini dimanfaatkan sebagai solusi alami permasalahan yang dihadapi manusia. (***)
Padang Lamun, Si Rumput Laut Pencegah Erosi Pantai dan Penyimpan Karbon