- Hari ini, 17 Agustus 2024, Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan yang memasuki usia 79 tahun. Tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berada di dua Lokasi, Istana Negara Garuda di IKN, Kalimantan Timur, dan Istana Merdeka, Jakarta. Bagaimana pandangan masyarakat yang terdampak
- Berbagai organisasi masyarakat sipil seperti Walhi, Greenpeace, Trend Asia dan lain-lain bersama warga di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, juga upacara sekaligus menggelar serangkaian acara memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia.
- Upacara dan rangkatan peringatan HUT Indonesia versi masyarakat ini sebagai cara menyuarakan kegundahan, dan keresahan masyarakat yang kehilangan ruang hidup, kerusakan lingkungan hidup maupun pelemahan demokrasi di Tanah Air.
- Bicara masyarakat dan lingkungan terdampak IKN tak hanya lokasi mega proyek yang memerlukan 250.000-an hektar lahan ini, juga di provinsi lain yang jadi penopang.
Hari ini, 17 Agustus 2024, Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan yang memasuki usia 79 tahun. Tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berada di dua Lokasi, Istana Negara Garuda di IKN, Kalimantan Timur, dan Istana Merdeka, Jakarta.
Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara, Iriana upacara di IKN, sedangkan Wakil Presiden, Ma’Ruf Amin dan Wury Estu Handayani, ikut di Istana Merdeka, Jakarta. Presiden, dan para tamu undangan terlihat menggunakan bermacam pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia.
Pembangunan di IKN dikebut demi upacara HUT RI bisa terselenggara. Akhirnya, upacara pun bisa berlangsung di istana baru itu. Tak jauh dari Istana Garuda, berbagai organisasi masyarakat sipil seperti Walhi, Greenpeace, Trend Asia dan lain-lain bersama warga di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, juga upacara sekaligus menggelar serangkaian acara memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia.
Kala di istana negara, mereka yang ikut upacara dengan suka cita dan gembira, berbeda dengan ‘perayaan’ di PPU ini. Acara ini sebagai cara menyuarakan kegundahan, dan keresahan masyarakat yang kehilangan ruang hidup, kerusakan lingkungan hidup maupun pelemahan demokrasi di Tanah Air.
Upacara berlangsung secara khidmat dengan pembacaan Maklumat Rakyat “Pulihkan Indonesia” dan penghormatan kepada Bendera Merah Putih. Spanduk berisi bermacam aspirasi dari masyarakat sekitar IKN.
Dalam maklumat itu, antara lain mengenai penyelamatan lanskap Teluk Balikpapan.

Fathur Roziqin Fen, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Timur mengatakan, upacara mereka lakukan di lanskap Teluk Balikpapan dengan beberapa alasan. Antara lain, katanya, posisi ibu kota negara itu atau Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) berada di hulu Teluk Balikpapan. “Semua beban ekologis yang di atas (hulu) semua akan turun ke teluk ini,” katanya.
Di titik lain, Jembatan Tol Pulau Balang, Tim kampanye Greenpeace juga mengibarkan spanduk besar bertuliskan “Indonesia is Not For Sale, Merdeka!”
Perahu-perahu kayu yang melakukan parade kemerdekaan di bawah jembatan pun membawa bermacam spanduk. “Selamatkan Teluk Balikpapan. “Digusur PSN, Belum Merdeka 100%.” “Belum Merdeka Bersuara.” “79 Tahun Merdeka, 190 Tahun Dijajah.” “Tanah untuk Rakyat.” Begitu antara lain bunyi spanduk-spanduk itu.
Setelah spanduk terbentang sempurna, pengamanan perairan Teluk Balikpapan, Polairud mulai mendatangi perahu-perahu warga yang menyaksikan aksi Greenpeace. Bahkan, beberapa perahu juga sempat dihadang dan diarahkan menuju daratan oleh Polairud, termasuk yang berisi jurnalis.
Selang beberapa jam, rombongan jurnalis boleh pulang tetapi para aktivis Greenpeace yang membentangkan spanduk besar dari Jembatan Tol Pulau Balang sempat dibawa ke Polres Penajam Paser Utara. Sore hari, aktivis Greenpeace sudah dibebaskan.

Belum merdeka
Peringatan kemerdekaan Indonesia tahun ini dimaknai berbeda oleh masyarakat Pemaluan. Ketika perayaan meriah di Istana Garuda, warga sekitar jadi penonton di tanah kelahirannya.
“Kalau saya pribadi, kemerdekaan itu belum ada untuk (masyarakat) di wilayah Pemaluan, sekitar IKN ini. Belum ada itu namanya kemerdekaan,” kata warga Pemaluan.
Hingga kini, ancaman penggusuran menghantui warga Pemaluan.
“Kepastian lahan aja belum jelas, ganti rugi, mau dibilang ganti untung pun juga belum ada kejelasan sama sekali. Jadi masyarakat itu bukannya senang, malah menangis.”
Dia bilang, tiga rumah di Pemaluan, sudah rata dengan tanah. Di tempatnya sejumlah warga terdampak menunggu pembayaran ganti rugi dari pelebaran atau normalisasi Sungai Pemaluan.
Dalam prosesnya, sebagian masyarakat merasa terintimidasi. Sosialisasi kerap dilakukan, dengan dalih musyawarah, yang tak menjelaskan masalah dengan lahan-lahan warga.
Banyak juga warga merasa ditakut-takuti dengan penitipan perkara di pengadilan atau mekanisme konsinyasi.
Mereka merasa terintimidasi. “Sosialisasi kemarin di Pemaluan, di situ katanya musyawarah untuk masalah ganti rugi. Tapi kenapa kok tiba-tiba di dalam musyawarah itu (pembahasan) langsung ke inti pokoknya. Langsung kita harus menandatangani, bahwa surat ganti rugi (lahan warga) sudah ada di situ (di atas meja),” katanya menggambarkan peristiwa yang dialami warga.
Kondisi menyedihkan juga Dahlia alami. warga Sepaku terdampak IKN ini mengatakan, masyarakat sekitar tidak diberi kebebasan atau kemerdekaan.
“Kita merasanya, mereka datang nih ke kampung kami, tapi dengan cara menyisihkan kami. Sama sekali tidak menghargai kami yang ada di dalamnya.”
Kue pembangunan ini tidak dirasakan masyarakat lokal.
“Ketakutan saya yang memang dari awal, kita akan disisihkan atau disingkirkan. Katanya pemerataan pembangunan atau apapun itu, tidak ada. Nol besar buat kami itu. Kami tidak menerima ke-positif-an perpindahan ibu kota ini.”
Bicara soal lahan tempatnya tinggal di Sepaku, sudah setahun lebih tak ada kejelasan. “Rumah saya sudah nggak boleh ditempatin.”
“Belum ada diganti rugi sampai sekarang. Kami tidak diberikan kejelasan, kenapa, mengapa, kenapa diperlambat, bukan hampir setahun tahun lebih. Kami disuruh menunggu, tapi kami tidak boleh menempati tempat tinggal kami.”
“Terus kami yang tadinya tinggal di situ, punya usaha di situ, saya cuma dikasih perpindahan tempat UMKM di rest area. Terus dengan keempat anak saya, mau tidur di mana?”
Pemerintah tidak memberikan solusi atau kebijakan-kebijakan mereka yang tidak ada faedahnya. “Nggak ada manfaatnya buat kita.”
Dia merasa sudah jatuh tertimpa tangga. “Gimana sih rasanya, sakit hati kita tuh kayak sudah jatuh, ketimpa tangga, tambah diinjak-injak. Perasaan kita sih kayak gitu. Ya kan karena satu tahun lebih kita nungguinnya.”
Kini, keluarga dahlia hidup terpencar-pencar. Anak-anaknya, harus menumpang karena tak tempat tinggal.
“Satu ikut kakak saya, satu ikut mama saya, terus si kembar. Saya harus tidur di mana?”
Dia hanya punya ruangan untuk berjualan seluas 3×3 meter di Rest Area Bumi Harapan yang pemerintah sediakan. “Dengan saya [dan suami], anak empat, enam orang. Suruh tinggal di mana? “

Terdampak tak hanya di Kaltim
Bicara masyarakat dan lingkungan terdampak IKN tak hanya lokasi mega proyek yang memerlukan 250.000-an hektar lahan ini, juga di provinsi lain yang jadi penopang.
Walhi mencatat, berbagai PSN bermunculan di provinsi sekitar IKN untuk menopang ibukota negara ‘baru’ ini. Tak pelak, berbagai persoalan muncul dari penyingkiran masyarakat dari ruang hidup maupun kerusakan lingkungan.
Di Sulawesi Tengah, misal, ada kesepakatan kerjasama (MoU) pada 2021 antara Gubernur Sulteng Rusdi Mastura dengan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor untuk jadikan Sulteng sebagai penyokong kebutuhan batu konstruksi IKN. Setidaknya, ada perlu 30 juta ton batuan dan pangan.
Untuk bebatuan, terjadi lonjakan perizinan pertambangan pasca penandatanganan MoU. “Dari 16 izin, jadi 19. Pada 2024 ada 69 izin eksis di landscape pesisir Palu-Donggala,” kata Yusman, Manajer Program Walhi Sulteng, Yusmandalam konferensi pers bertajuk Rerantai Daya Rusak Ibu Kota Nusantara, di Jakarta, 15 Agustus lalu.
Umang, sapaan akrabnya, menyebut, izin pertambangan ini untuk ambil batu gunung quarry yang kemudian dipecah-pecah dan bawa ke Kaltim. Dulu, kawasan itu hanya pertambangan pasir-batu (sirtu), diorit dan andesit.
“Setelah IKN, kami lihat ada peningkatan izin tambang galian C jenis batu gunung quarry besar,” katanya.
Pertambangan ini menghadirkan masalah lingkungan serius. Kawasan pesisir Palu-Donggala, katanya, makin banyak abu tebal yang menyebabkan penyakit pernapasan serius seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Beberapa daerah pun ada yang mengalami banjir dan kesulitan mendapat air bersih. “Hilangnya daya tampung dan dukung lingkungan ini adalah beban dari pembangunan IKN,” kata Umang.
Selain itu, Sulteng juga jadi daerah penopang pangan IKN lewat kawasan pangan nusantara. Konsepnya, serupa food estate dan akan dibangun seluas 15.000 hektar meliputi Donggala, Parigi Moutong, Sigi dan Toli-toli.

Saat ini, katanya, Kawasan Pangan Nusantara baru di Desa Telaga, Donggala dengan perempuan oleh Wapres Maaruf Amin.
Proyek itu, katanya, tidak melibatkan masyarakat. Malahan, lahan masyarakat diambil dengan dalih kemitraan di awal proses.
“Proyek ini pun membuka 188 hektar kawasan hutan yang akan berdampak pada pengurangan sumber air di Danau Telaga yang dulu sumber air warga,” katanya.
Situasi serupa juga ditemukan di Sulawesi Barat. Asnawi, Direktur Eksekutif Walhi Sulbar, mengatakan, Sulbar sebagai tumbal IKN dengan masif tambang galian C serta pengembangan food estate.
“Alih fungsi lahan masif pasti akan menimbulkan dampak signifikan akibat deforestasi,” katanya.
Saat ini, katanya, akan masuk lagi ekspansi sawit dengan program 1 juta hektar lahan. Di Sulbar, ada 120.000 hektar masuk proses identifikasi proyek itu.
Selain itu, katanya, perubahan kawasan karena pertambangan juga khawatir berdampak buruk terhadap kestabilan tanah. Apalagi, ada sesar aktif di Ibu Kota Sulbar, Mamuju.
“Jadi kami juga ingin tahu secara jelas. Pemerintah selalu bilang proyek untuk kemajuan masyarakat. Tapi masyarakat sekitar tambang yang selalu dikorbankan langsung.”
Sedangkan Kalimantan Tengah juga meradang dengan pemaksaan pada untuk meningkatkan produktivitas lewat food estate Kalau awalnya mereka hanya bisa dua kali penanaman dan panen dalam satu tahun, pemerintah memaksa panen sampai tiga kali setahun.
“Cara ini terbukti gagal. Petani yang kelimpungan karena negara tidak ada tanggung jawab,” ucap Tri Oktafiani, Manajer Keorganisasian, Pendidikan dan Monev Walhi Kalimantan Tengah.

Upaya intensifikasi lahan pertanian dalam proyek food estate ini juga dibarengi ekstensifikasi dengan luas sampai 1,3 juta hektar untuk singkong dan 770.000 hektar padi. PSN ini juga dinilai jadi bagian dari penopang kebutuhan pangan IKN.
Alokasi lahan menambah kelam ketimpangan penguasaan lahan di Kalteng. Sebab, 78% provinsi tertua di kalimantan ini sudah dilahap perizinan ekstraktif mulai dari sawit, HTI, hingga pertambangan.
Anny mengatakan, petani di Kalsel kerap berkonflik dengan korporasi lantaran persoalan lahan. Adanya Peraturan Pemerintah Nomor 26/2024 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Setangga di Tanah Bumbu akan jadi satelit IKN diduga akan mengeskalasi konflik agraria.
KEK akan melahap sekitar 668.000 hektar area itu membuat tata ruang di Kalsel makin sempit. Karena hampir 50% wilayah Kalsel sudah dibebani izin pertambangan dan perkebunan monokultur.
“Kalau memang visi IKN adalah smart city atau forest city, tapi tahapan merugikan masyarakat, buat apa?”
*********
HGU 190 Tahun buat Investor IKN, Bagaimana Nasib Masyarakat?